PART 25
Mengejar bayangan
Tiga hari berlalu dengan beratnya. Penentuan pemenang telah di depan mata, tiap kelas dengan jurusan yang beda berdiri mengitari podium sembari memasang wajah antusias.
"Menurut gue XI IPS 3."
"MIPA dong, keren gitu pentas dramanya."
"Maaf, ya, kak tapi kita optimis X IPS 1 yang bakal naik."
"Ekhem-" Dehaman dari si pembawa acara berhasil membuat mereka berhenti berdebat. Perhatian para siswa kini tertuju penuh padanya, sewaktu panitia turut naik ke atas podium sembari membawa kotak kertas. Perempuan itu berbisik ke telinganya.
"Terima kasih kepada panitia yang bertugas, ekhem-kalau masih lajang bagi nomor WAnya boleh kali, bercanda!" Suasana di ruang itu mendadak diisi sorakan dari penonton, alhasil si pembawa acara mencoba menukasnya dengan membacakan kejuaraan yang dipegangnya.
"Karena kalian sudah tidak sabar lagi, maka dari itu tanpa basa-basi saya akan membacakan para peraih kejuaraan pada Lomba Bulan Bahasa tahun ini. Kategori Lomba Pidato, juara satu adalah ...."
Pembawa acara terus melanjutkan tugasnya, tiap-tiap loma memiliki juara satu sampai tiga lalu nanti ada tambahan kategori kelas terkompak dan juara favorit untuk pentas seni yang dilakukan oleh jurusan MIPA dan IPS tentu saja, karena Bahasa yang menjadi panitianya. Pembacaan kejuaraan terus berlanjut, sorakan demi sorakan terdengar histeris sewaktu kelas yang bersangkutan terpanggil, ada yang melompat di tempat, ada yang bertepuk tangan sampai telapak kemerahan. Bermacam-macam dalam menyambut kemenangan.
"Kelas terkompak diberikan kepada kelas XI MIPA 4! Selamat kepada kelas XI MIPA 4, ketua kelas mungkin dapat naik ke panggung untuk penyerahan hadiah dari kepala sekolah."
"Siapa yang mau maju? Ketua lagi tugas di belakang." Dalam situasi yang caruk-maruk, anggota kelas justru saling tunjuk.
"Aji, lo aja yang maju," ujar Tasya dengan berusaha menyeret lengan cowok itu.
Aji menarik balik lengannya, menggeleng. "Jangan gue, napa lagi memfokuskan diri sebelum pentas."
"Satya aja."
"Gimana sih, katanya kelas paling kompak malah tunjuk-tunjuk kayak anak SD!" ujar Tasya yang mulai dongkol.
"Ogah, ah, males bapak gue itu, Tong. Lo aja deh." Satya mendorong Seto maju, mau tak mau Seto lah yang mewakili anak kelasnya.
Tidak lupa memasang cengiran khasnya, Seto menjabat tangan kepala sekolah sembari mencekal kotak yang dibungkus kertas coklat. Anak-anak kelas memberikan sorak, Seto lantas merasa terhormat.
"Belagak betul," cibir Aji dibantu Fadli mereka menyambut kedatangan Seto sambil memincingkan mata. Sedangkan Seto melambai-lambaikan tangan kea rah mereka, serasa pejabat habis keluar istana negara.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERTAUT [On Going]
Teen Fiction"Maa ... jangan bakar buku Nara, semua karya Nara ada di sana!" Gadis 16 tahun itu hanya bisa menangis tersedu menyaksikan sekumpulan buku catatan kepunyaannya dilahap si jago merah---dia berteriak seraya berlari ke arah kobaran api yang menyala...