|CHAPTER 17| TERASA KOSONG

17.6K 960 0
                                    

Pagi ini, pagi pertama Anindya jauh dari Narendra. Ia merasa paginya terasa kosong, yang biasanya berteriak untuk membangunkan Naren sekarang tidak lagi.

Saat ini Anindya tengah memakai sepatunya di sofa apartemen Fadil, sudah rapi dengan seragam yang kemarin Fadil belikan.

Anindya menoleh ke pintu saat mendengar bel apartemennya berbunyi. Anindya pun bergegas membukakan pintu, melihat siapa yang datang sepagi ini.

"Pagi Anindya," sapa Fadil setelah pintu terbuka.

"Eh elo Fad. Kenapa harus pencet bel coba, langsung masuk aja kali," ucap Anindya.

"Gak bisa gitu dong Nin. Kan ada elo, masak langsung nyelonong gitu aja."

"Iya-iya. Yuk masuk."

"Ngapain Fad, lo pagi pagi kesini?" tanya Anindya.

"Ngerampok! Jemput lo lah."

"Eh gak usah Fad, gue berangkat sendiri aja."

"Sorry to say Anindya. Tapi gue gak ngasih pilihan ke elo, jadi lo harus mau berangkat sama gue," paksa Fadil.

"Mau berangkat sekarang apa gimana nih?" Lanjutnya.

"Em, kita sarapan dulu gimana? Gue tadi masak nasi goreng, cukup lah buat berdua."

"Boleh."

Mereka lalu duduk di meja makan, sembari memakan nasi goreng masakan Anindya.

"Em enak banget Nin, kapan-kapan gue

harus berguru sama lo nih kayaknya," puji Fadil.

"Boleh-boleh, kapan-kapan kita masak bareng yuk."

Obrolan mereka terus berlanjut, menemani sarapan mereka kali ini. Ada sedikit rasa sedih yang Anindya rasakan. Karena ia tidak pernah sarapan bersama Narendra sebelumnya.

Di otaknya kini, terdapat banyak pertanyaan, 'apakah Naren sudah bangun?' 'sarapan sama apa Naren sekarang?' 'siapa yang mengurus Naren jika ia di sini'.

Saat ini mereka sudah berada di jalan, kira-kira lima ratus meter lagi sekolah sudah terlihat.

"Fad turunin gue di halte aja ya," pinta Anindya pada Fadil.

"Sampe sekolah, gak ada penolakan!"

"Ayo lah Fad. Yayaya."

"Gak!"

"Ish! Nanti kalo fans lo tau gimana?" Walaupun Fadil ini tak sepopuler Narendra, tapi perempuan mana yang mampu menolak pesonanya. Wajah blasterannya membuat Fadil digemari banyak orang.

"Gimana apanya?"

"Tau lah gue marah!" ucap Anindya dengan wajah cemberutnya.

"Ih lucu banget sih lo," gumam Fadil pelan.

"Hahaha." Tawa Fadil pecah saat melihat wajah menggemaskan Anindya dari spionnya.

"Kenapa ketawa?" ucap Anindya di buat segarang mungkin.

"Enggak, enggak," ucap Fadil berusaha meredakan tawanya.

Tak lama, motor Fadil melesat melewati gerbang sekolah. Banyak pasang mata yang melihat mereka dengan tatapan tidak suka.

"Eh itu kak Fadil, berangkat sama siapa tuh?"

"Itu kak Anindya bukan sih."

"Kegatelan banget sih jadi cewe."

"Cantikan juga gue."

Dan masih banyak bacotan-bacotan yang lainnya.

Sesampainya di parkiran, Anindya turun dari motor Fadil sambil menyerahkan helmnya.

"Gak usah didengerin, mereka tuh iri sama lo karena berangkat bareng gue yang gantengnya masyaallah ini," ucap Fadil sedikit bercanda.

"Narsis abis lo," cibir Anindya.

"Ya udah Fad, gue duluan ya," sambung Anindya.

"Iya. Kalo lo diapa-apain sama mereka lo bilang gue aja."

"Shiiiapp!!" Anindya pun lalu berjalan meninggalkan Fadil, menuju kelasnya.

~~

Tidur Narendra terusik sebab kamarnya mulai terang karena sinar mentari berusaha menerobos lewat celah celah yang ada.

Narendra mengerjap kecil, meraba meja kecil di sebelah kasurnya. Merasa apa yang ia cari ada di genggaman tangannya, perlahan ia membuka mata melihat jam kecil yang ia genggam.

"Anjir jam sepuluh!" ucap Narendra otomatis terduduk.

Narendra melangkahkan kaki keluar kamar, menuju kamar yang berada paling pojok.

"NINDYA KOK LO GAK BANGUNIN GUE SIH!" Teriak Narendra sambil mendobrak pintu kamar Anindya.

"Aaagrhh gue lupa dia udah pergi!" ucapnya frustasi lalu menendang pintu kamar Anindya kencang.

~~

Di pojok kantin Anindya dan Elvira sedang asik memakan siomay yang baru saja mereka beli.

"Ka! Sini!" ucap Elvira saat melihat Aska yang baru saja datang bersama Fadil.

"Kita gabung ya," ucap Fadil dan mereka hanya mengangguk. Lalu Fadil dan Aska segera duduk.

"Fad pesenin gua sana!" suruh Aska.

"Ogah, kan jatah lu yang pesen," balas Fadil yang membuat Aska berdecak tapi tetap bangkit dari duduknya.

"Mau pesen apa lo?" Tanya Aska.

"Mie ayam satu minumnya es teh." Jawab Fadil. Aska mengangguk kecil.

"MAK! MIE AYAM DUA, MINUMNYA ES TEH DUA!!" Teriak Aska.

"Beres!" ucap Aska sambil menepuk-nepuk tangannya seolah membersihkannya dari debu.

Anindya dan Elvira menganga tidak percaya.

"Sorry temen gue emang rada sengklek," ucap Fadil.

"Ka lu kayaknya jodoh deh sama Vira." Mendengar ucapan itu Aska dan Elvira tersenyum lebar.

"Sama-sama bermulut toa," sambung Anindya.

Tak lama si emak kantin datang membawa nampan berisikan dua mangkuk mie ayam dan dua gelas es teh.

"Makasih mak," ucap Fadil. Lalu emak kembali masuk ke dalam.

"Em Fad," ucap Anindya.

"Kenapa?" Fadil menatap Anindya yang berada di depannya.

"Naren gak ikut?" cicitnya.

"Naren gak masuk." Serobot Aska.

"Kenapa?"

"Gak tau, gak ada keterangannya," ucap Aska yang masih fokus dengan mie ayamnya.

"Lo tenang aja, palingan tu anak kesiangan," jawab Fadil ketika melihat raut panik dari Anindya.

Anindya mengangguk, mengiyakan. Tak bisa dipungkiri Anindya khawatir pada Narendra saat ini, tapi apakah Narendra juga merasakannya?




.
.
.
Maap pendek
See you..

Minggu, 10 Oktober 2021.
revisi : Selasa, 16 Agustus 2022

ANINDYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang