BAB 4

537 114 41
                                    

Hai, kalau boleh, jangan lupa vote, komentar sebanyak-banyaknya, dan share cerita ini ke teman-teman kalian, ya! Biar makin banyak yang tahu ceritanya Anin dan Dimas ❤️

Mungkin memang semesta yang mempertemukan kita.

***

Sekarang, tiba hari di mana aku dan Harmoni Band akan tampil di demo ekskul SMA Harapan. Baru aja, aku selesai latihan sama anak-anak di ruangan musik. Sekarang, kita lagi jalan menuju belakang panggung buat siap-siap.

Walaupun Harmoni Band tampil terakhir, tapi semua penampil diminta buat ada di belakang panggung sebelum acara dimulai. Peserta MOS lagi berdiri di tengah lapangan, baris sambil dengerin instruksi dari OSIS.

Dari sekian banyak siswa yang ada di sana. Mataku tertuju ke arah kamu. Kamu tampak menyipitkan mata karena sinar matahari yang menyilaukan. Tanpa aku sadar, seutas senyum terbit di bibirku, bikin Fahri tiba-tiba mukul pundak aku. "Udah gila ini orang! Senyum-senyum sendiri! Lagi ngincer cewek lo, ya?"

Aku cuma ketawa denger celotehan Fahri. Nggak nyangkal perkataan dia.

"Akhirnya! Dari semua cewek yang klepek-klepek sama lo. Yang mana yang akhirnya lo pilih?"

Aku natap si Fahri. "Berisik lo, bucin!"

Aku ke belakang panggung. Satu per satu ekstrakurikuler tampil di depan semua siswa baru. Dari tahun ke tahun, Harapan Musical selalu jadi organisasi yang paling diminati sama anak-anak baru. Makanya, hari ini aku dan anak-anak harus nampilin yang terbaik.

Kamu sama Fiona diri di barisan tengah, di antara banyaknya murid baru. Kamu kelihatan lagi debat sama temennya. Nggak tahu kenapa, lucu aja lihat tingkah kalian.

"Dim! Ayo naik! Giliran kita!"

Akhirnya, aku naik ke atas panggung. Waktu Harmoni Band naik, sorak sorai dari anak-anak baru kedengeran sangat antusias. Fahri bilang, Harmoni Band lumayan terkenal di kawasan sekitar. Padahal, kita semua cuma iseng dan nggak ada yang berniat buat seriusin banget. Palingan, kita cuma tampil di acara-acara pensi yang ada di sekolah sekitar.

Kita jalanin ini semua bareng-bareng karena kita seneng dan ngerasa enjoy. Ya, karena segala sesuatu kalo di jalanin tanpa rasa seneng, jatohnya malah berasa beban. Kalau udah dijadiin beban, rasanya pasti bakalan makin berat.

Akhirnya, setelah naik ke atas panggung, kita bawain beberapa lagu yang udah kita persiapin kemarin. Aku coba buat main drum sebisa dan semaksimal kemampuan gue.

Dari semua siswa baru, mataku tetep tertuju ke arah kamu. Kamu masih aja debat sama Fiona. Nggak lama, mata kalian tertuju ke arah aku. Kamu juga natap aku buat beberapa saat. Setelah itu, kamu sama Fiona tampak bahas sesuatu. Dan, ya, waktu itu aku nggak tahu apa yang lagi kalian omongin. Aku juga sama sekali nggak nyangka kalo kamu sama Fiona lagi ngomongin aku. Bahkan, di situ Fiona juga nyumpahin kamu biar kenalan sama aku. Nggak tahu juga, sih. Mungkin, sumpah Fiona jadi salah satu hal yang mendukung pertemuan kita.

Setelah penampilan selesai, kami turun dari atas panggung. Nggak lama kemudian, penutupan acara dan semua siswa baru diperbolehkan buat pulang. Sedangkan, aku dan yang lain ke ruangan musik buat kembali menaruh peralatan manggung tadi.

Setelah itu, jalan ke koridor parkir buat pulang.

"Gila! Yang tampil siapa, tapi yang diteriakin dari tadi cuma si Dimas. Kenapa lo nggak jadi selebgram aja, sih, Dim? Kan, lumayan kalo dapet duit endorse. Kalau gue jadi lo, gue udah memanfaatkan kegantengan gue. Sebagai tanda permintaan gue, lo harus nebengin gue balik, Dim! Hukumnya wajib!"

Dari Balik LayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang