BAB 13

230 76 15
                                    

Aku nggak bisa lagi bohong. Nggak bisa lagi bohong tentang perasaanku ke kamu. Nggak bisa bohong sama diriku sendiri.

***

Besoknya, nggak ada yang istimewa. Aku masih harus sekolah kayak biasa.

Setelah parkir motor, aku bergegas masuk ke dalam kelas. Tapi, tiba-tiba Jean dateng dan hampirin aku. Dia bilang, "Dim, gue udah dikirim naskahnya sama Aga, lho. Lo udah dikirim?"

Aku ngangguk. "Iya, udah. Udah gue baca juga sekilas. Bagus ceritanya."

"Iya, bagus banget! Menurut gue, selain ceritanya menghibur, tapi juga ngasih peran moral yang bagus banget! Sumpah, ya, Dim! Kita harus maksimal banget di sini. Karena naskahnya udah keren banget. Kalo kita meraninnya maksimal, pasti ceritanya bakalan jadi bagus banget!"

"Iya, keren banget, ya, yang nulis naskah?"

"Semua diperbolehin nulis naskahnya, kan? Kalau nggak salah, yang ide ceritanya dominan dipake tuh ide cerita adik kelas kita itu, ya? Siapa namanya? Anin?"

Iya, waktu itu aku ngomongin kamu sama Jean. Tapi, tenang aja. Aku ngomongin hal positif tentang kamu, kok.

"Iya, Anin. Gue nggak heran, sih, kalau ceritanya bagus. Soalnya, Anin itu emang hobi banget nulis dan baca dari kecil. Dia juga pernah menang lomba nulis gitu. Nulis di aplikasi online juga, lho, dia."

Nggak tahu kebetulan atau enggak. Tapi, tiba-tiba kamu dan Fiona lewat dan berpapasan sama aku dan Jean.

Aku senyum ke arah kamu dan Fiona. "Nin."

Kamu balas senyuman aku.

"Yang itu orangnya."

Jean mengangguk sambil natap kamu dari belakang. "Kok, lo kayaknya tahu banget, sih, tentang dia? Stalker lo, ya?"

"Bukan, gue emang sering ngobrol, sih, sama Anin. Soalnya, ngerasa nyambung aja."

Jean ngangguk lagi, seolah ngerti tentang apa yang aku jelasin. "Oke, semoga nanti maksimal, ya, Dim? Gue bakal usahain yang terbaik."

Sepulang sekolah, yang kumpul di ruang musik cuma aku, Jean, Aga, dan beberapa orang yang berkepentingan untuk urusan drama pensi ini.

"Oh, iya, gue udah rancang gimana pembentukan karakternya dan semuanya udah lengkap. Sekarang, bakal kita bahas bareng-bareng dan nanti sore harus di kirim ke OSIS. Ada di flashdisk gue," ujar Aga. Setelahnya, dia ngerogoh kantongnya dan nggak lama kemudian nepuk jidatnya.

"Oh, iya! Flashdisk gue ada di Prita! Tolong, dong!"

Jean ngangguk dan berjalan ke luar. "Oke, gue aja yang kejar Prita! Semoga aja belum jauh, ya."

"Eh, gue ikut, deh!"

Akhirnya, aku ikut Jean untuk kejar Prita. Demi flashdisk itu. Aku mutusin buat nemenin Jean karena kami semua tahu kalau Jean punya penyakit serius. Dia sering mimisan, tiba-tiba sakit, dan pingsan. Aku cuma nggak mau kalau dia kenapa-napa dan urusan drama pensi malah berantakan.

Tapi, waktu aku dan Jean ngelewatin koridor, aku ngelihat kamu lagi duduk di bangku dengan tubuh yang gemetar. Tangan kamu coba untuk menggenggam satu sama lain. Kamu kelihatan bener-bener ketakutan di situ.

Anin? batinku, aku hendak menghampirimu. Namun, Jean menahan tanganku. "Dimas! Lo ngelihatin apaan, sih? Ayo buruan! Ntar Prita keburu jauh!"

"Gue ke sana bentar, deh! Ntar gue nyusul lo ke Prita!"

Jean menggeleng panik. "Nggak nggak! Nggak bisa! Ntar keburu jauh!"

"Je, bentar doang! Ini penting banget!"

"Pentingan mana sama project kita?"

Satu sisi, aku harus kejar Prita. Tapi, satu sisi aku juga nggak tega ninggalin kamu dalam kondisi kayak gitu.

"Kelamaan lo!" Jean narik tangan aku dan akhirnya kita kembali ngejar Prita.

Akhirnya Prita kekejar dan kita dapetin flashdisk itu. Waktu aku balik lewatin koridor di mana kamu duduk tadi. Kamu udah nggak ada di situ.

Dan, di situ aku bener-bener ngerasa bersalah sama kamu karena ninggalin kamu gitu aja waktu kamu lagi nggak baik-baik aja.

"Je, lo kasih flashdisknya ke Aga, ya? Gue ada urusan bentar."

"Dim, mau ke mana?"

Aku jalan ke gerbang sekolah dan nyari kamu. Cuma buat mastiin kalo kamu baik-baik aja. Syukurlah, aku lega karena kamu udah pulang sama Bang Geri.

Maaf, ya. Maaf kalau waktu itu, kejadian ini bikin kamu sedih. Maaf kalau ini bikin kamu salah paham.

Aku nggak bisa lagi bohong, Nin. Nggak bisa lagi bohong tentang perasaanku ke kamu. Nggak bisa bohong sama diriku sendiri.

Author Note:
Ternyata, Dimas nggak sejahat itu, guys. Dia juga mikirin Anin. Siapa yang di Di Balik Layar emosi sama Dimas di bagian ini? Thanks for reading ❤️

Alya Ranti

Dari Balik LayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang