BAB 10

342 96 18
                                    

BAB 10 ::: Citylight

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BAB 10 ::: Citylight

Kehilangan kamu mungkin adalah fase terburuk jika itu benar-benar terjadi.

***

Banyak hal yang kita lakuin sama-sama, Nin. Mulai dari ke toko buku bareng, ke kafe kesukaanku, keliling Jakarta malam-malam karena ternyata kamu suka sama citylight Jakarta kalau malam. Padahal, tadinya kamu nggak suka sama yang namanya malam. Katanya, gelap. Kamu cuma butuh terang.

Tapi, semuanya jadi berubah waktu kamu lihat gimana indahnya citylight Jakarta di malam hari.

Selain itu, kita juga ke toko musik bareng. Yang pasti, ke beberapa kantor Production House karena aku harus casting. Walaupun, berkali-kali juga kamu denger berita dari aku, "Nin, gue ketolak casting lagi."

Tapi, kamu selalu bilang nggak pa-pa.

Sampai akhirnya, waktu itu kamu ketemu Mama. Ya, kamu ke rumah aku. Ternyata, kamu sama Mama cukup nyambung ngobrolnya. Karena aku tahu kamu emang cewek yang cerdas.

Dan, karena kamu ke rumah aku, kamu jadi tahu cerita hidupku yang sebenernya enggak banyak orang tahu. Iya, cerita tentang Tiara, adik aku yang meninggal karena bunuh diri beberapa tahun lalu.

Itu fase terberat di dalam hidup aku. Fase di mana aku ngerasa bener-bener gagal jadi abang. Kamu udah tahu, kalau Tiara bunuh diri karena dibully karena fisik sama teman-temannya. Tiara juga mengalami pelecehan seksual yang akhirnya bikin dia depresi dan bunuh diri.

Aku bener-bener ngerasa gagal jadi abang dan kehilangan Tiara. Waktu itu, aku belum cukup dewasa untuk peduli sama apa yang ada di sekitar aku. Aku justru fokus sama diriku sendiri. Fokus ngejar mimpi-mimpiku, sampai aku nggak tahu kalau Tiara sebenernya butuh aku.

Tapi, lagi-lagi kamu nenangin aku, Nin.

Waktu itu, sepulang sekolah, aku ngajak kamu ke salah satu kafe yang sering aku kunjungin sama Tiara. Aku beli es krim rasa cokelat kesukaan Tiara. Sedangkan, kamu dengan es krim rasa vanilla. Walaupun sebenarnya, kamu nggak terlalu suka makanan manis.

"Dulu, kamu sama Tiara sering ke sini?" tanyamu.

Aku mengangguk. "Iya, lumayan sering. Tiara sering banget pesen es krim rasa cokelat. Dia suka banget. Andai aja dia masih ada, pasti dia seneng banget ketemu lo."

Kamu malah ketawa. "Tiara, tuh, pasti seneng banget punya abang kayak Kak Dimas. Tiara pasti nggak marah sama Kakak. Tiara anak baik."

"Emangnya kenapa?"

"Ya, Kak Dimas itu baik aja, pengertian, walaupun kadang-kadang resek tapi masih bisa ditoleransilah," katamu, yang bikin aku ketawa.

"Emang, kalau Bang Geri nggak bisa ditoleransi?" tanyaku memancing.

Kamu langsung menggeleng penuh keyakinan. "Nggak! Nggak bisa! Bang Geri tuh sama sekali nggak bisa ditoleransi! Dia bisa dengerin musik Rock N Roll kenceng banget. Padahal, dia tahu aku lagi butuh hening buat nulis. Dia juga sering habisin makanan aku tanpa izin. Numbalin nama aku ke Mama cuma buat jalan sama ceweknya. Parah banget, deh, dia!" katamu, dengan raut wajah kesal.

"Tapi, gitu-gitu Bang Geri pasti sayang sama lo."

Kamu ngangguk. "Iya, sih. Buktinya dia aja sering mau anterin dan jemput aku ke sekolah. Cuma, ya, gitu, deh. Dia jadi sering nyuruh aku buat bohong ke Mama kalau dia mau jemput ceweknya malem-malem. Lagian, dia ketemu ceweknya buat apa coba? Cuma buat nemenin ceweknya nonton film terbaru di bioskop. Padahal, Kak Dimas aja kalau mau ngajak aku ke toko buku siang-siang pasti izin ke mama. Emang aneh, tuh, Bang Geri!"

"Kalau suatu saat gue jadi aktor, lo nonton film gue nggak?"

Kamu mengentukkan jari di dagu, sambil berpikir. "Kalau Kakak ngundang aku ke premier mungkin aku bakal dateng. Tapi, kalau enggak, aku pikir-pikir dulu, ya?"

Aku ngambil sebuah pita di kantong celanaku dan menunjukannya ke kamu. Kamu ngelihat dengan penuh sumringah. "Kok bawa pita?"

"Iya, gue mau nunjukkin ke lo. Dulu, Tiara suka banget pake pita."

"Tiara pasti lucu banget, ya? Pake pita gitu?"

"Coba lo pake. Mau nggak?" kataku menawarkan.

Kamu mengangguk sebagai jawaban iya.

"Gue izin makein, ya?"

Karena kamu setuju. Akhirnya, aku memasang pita itu di kepala kamu.

Kamu ngambil ponsel dan ngelihat wajah kamu di kamera, terus kamu ketawa dan ngelihat aku. "Aneh banget nggak, sih, kalau aku yang make? Aku yakin, kalau Tiara yang make pasti cantik banget."

"Nggak aneh, Nin," tepisku.

Karena kamu selalu gitu, selalu minder sama diri kamu sendiri. Padahal, kamu nggak seburuk yang ada di pikiran kamu.

"Masa nggak aneh?"

"Iya, di lo juga cantik."

Kamu mengangguk-angguk sambil senyum. "Iya, dong. Kalau aku ganteng malah serem nggak, sih, Kak?" tanyamu sambil ketawa.

Aku jadi ikut ketawa sambil acak-acak rambut kamu. Tentu aja kamu marah.

"Kak Dimas! Kenapa, sih, suka banget acak-acak rambut aku?"

Aku cuma ketawa. Sedangkan, kamu cemberut karena rambut yang akhirnya acak-acakan.

"Jamgan sampe kita musuhan, ya, kayak aku sama Bang Geri!"

"Nin, beneran, ya? Jaga diri baik-baik. Setelah Tiara pergi, gue nggak mau kalo lo juga pergi," kataku sambil tersenyum.

Kehilangan pasti akan ada di setiap fase kehidupan manusia. Tapi, kehilangan kamu mungkin adalah fase terburuk jika itu benar-benar terjadi.

TBC

Author Note:
Pantes aja si Dimas abangable. Thanks for reading 🥰

Alya Ranti

Dari Balik LayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang