BAB 36

225 79 10
                                    

Sudah beberapa minggu aku kuliah. Sejauh ini, tidak ada masalah. Aku memang harus cukup beradaptasi antara SMA dan kuliah karena dua jenjang itu memiliki tingkat kesulitan yang berbeda. Di dunia kuliah, kita dituntut untuk lebih mandiri, kritis, serius, dan inovatif. Meskipun begitu, aku tetap menikmatinya karena ini adalah program studi yang sesuai dengan minat dan bakatku.

"Oke, untuk pertemuan kali ini, mungkin itu saja yang saya bahas. Sebelum saya akhiri kelas, apa ada pertanyaan?"

Beberapa saat hening, tidak ada pertanyaan karena memang penjelasan kali ini cukup jelas dan dapat dimengerti. "Baik, kalau tidak ada pertanyaan, saya akhiri pertemuan kali ini. Untuk tugas, nanti saya update infonya di e-learning. Terima kasih."

"Terima kasih banyak, Pak," kata anak-anak sekelas, seusai dosen menutup perkuliahan.

Aku keluar dari kelas. Tak lama kemudian, Nada menghampiriku dengan napas yang tersengal-sengal. "Dim, dim!"

"Nad, kenapa lo?"

"Lo bawa motor atau mobil gitu nggak?"

"Gue bawa mobil, kenapa?"

"Bantuin gue, dong! Kali ini aja. Lo tahu nggak, sih? Kayaknya pacar gue beneran selingkuh, deh. Tadi, tuh, dia salah kirim ke gue. Kayaknya dia janjian sama selingkuhannya. Bantuin gue buat ngikutin dia, ya?"

Aku menatapnya bingung. "Siapa tahu itu temennya, Nad."

"Nggak! Orang chatnya sayang-sayangan, kok. Terus, nggak lama dia unsend dan bilang kalau salah kirim. Dia pikir gue belum baca kali, ya? Bantuin gue, dong! Kali ini aja!"

Aku akhirnya mengangguk dan menurutinya. "Oke, oke."

Kami langsung ke koridor parkir dan ambil mobil. Habis itu, ngikutin mobil Niko, pacarnya Nada, dari belakang.

"Lo yakin banget itu selingkuhannya?"

Nada mengangguk. "Kayaknya, sih! Soalnya chatnya sayang-sayangan gitu coba. Kenapa, sih, dia selingkuhin gue?"

"Siapa tahu dia nggak selingkuh. Coba kita ikutin dulu."

Mobilku terus ikutin mobilnya Niko. Beberapa saat kemudian, mobilnya berhenti di sebuah kafe.

"Ngapain coba dia ke kafe?" tanya Nada curiga.

Nggak lama, seorang cewek datang menghampiri Niko dan memeluknya. Niko pun kelihatan bahagia banget karena ketemu sama cewek itu.

Di sampingku, Nada langsung kelihatan mendung banget. Matanya berkaca-kaca sekaligus emosi di saat yang sama.

"Kan, bener apa kata gue!" dumel Nada, lalu turun dari mobilku.

Kamu tahu apa? Ya, dia nyamperin Niko, nampar Niko, dan marah-marah. Ah, aku kayak ngelihat adegan-adegan yang ada di film. Kayaknya, hubungan Nada dan Niko kandas di sana.

Karena aku nggak mau ikut campur, aku mutusin buat nunggu di mobil. Aku ngelihat ponselku lagi. Di Instagram, Fiona bikin instastory lagi.

Di sana, kalian lagi ada di rumah kamu. Kamu kelihatan serius banget di depan laptop.

"Anin, lo ngapain, sih? Serius banget kayaknya. Lagi ngerjain apa?"

"Fi, ngapain, sih, video-videoin terus! Hapus nggak?"

"Nggak mau! Gue mau ngasih tahu orang-orang kalau temen gue bakalan jadi penulis!"

"Nggak usah, norak! Kelakuan lo norak tahu nggak?"

Aku tersenyum menatapmu. Oh, ya? Impianmu sebagai seorang penulis akan terwujud? Cerita mana yang akan diterbitkan? Atau ... apa yang terjadi padamu? Aku penasaran banget sama apa yang terjadi sama kamu, Nin. Tapi, aku nggak punya hak lagi untuk itu.

Dari Balik LayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang