Chapter 43

10.2K 924 11
                                    

Selamat membaca


Kepalaku rasanya seperti akan meledak. Pusing memikirkan masalah yang tiada henti berdatangan. Belum selesai satu masalah, sudah muncul lagi masalah baru.

"Mana yang sakit mamah" Alwar dengan hati-hati memijat kepalaku. Yah, walaupun sebenarnya tidak memungkinkan untuk mengurangi rasa sakit, tapi itu sudah lebih baik, karena aku mendapat perhatian khusus oleh anakku sendiri.

"Gak usah di pijit lagi nak. Alwar istirahat saja, pasti capek kan sehabis pulang sekolah?" Aku mengambil tangannya yang memijat kepalaku, menciumnya sebentar lalu memberikan senyuman hangat padanya.

"Tapi kan mamah lagi sakit" jawabnya dengan wajah sendu.

"Gapapa. Paling nanti baikan kalau sudah istirahat" aku menepuk bantal di sebelahku. "Ayo, tidur siang. Bareng mamah" awalnya ia ragu, namun pada akhirnya mengangguk setuju.

Aku tidur menyamping menghadap Alwar, mengelus kepalanya dengan perlahan, agar ia cepat terlelap.

Aku masih syok dengan kejadian yang baru saja terjadi. Kejadian dimana Alwar bisa bersikap dingin pada ayahnya, kejadian dimana Rahimah menampakkan wajah aslinya di hadapanku, kejadian dimana Abidzar yang seperti orang bodoh dihadapan istri barunya.

Apa ini yang dinamakan cinta? Rela terlihat bodoh hanya karena ingin menyenangkan pasangan?

Aku menggelengkan kepala, saat membayangkan bahwa aku tidak ada bedanya dengan Abidzar saat dulu. Bedanya, aku tidak pernah berkata kasar pada Abidzar, hanya diam ketika ia sakiti saja.

Ketika aku hendak terlelap, suara ketukan pintu menarik kembali rasa kantukku.

"Ini Emma bu"

"Kenapa mbak?" Tanyaku tanpa ada niatan membuka pintu.

"Ada pak Neandro di depan bu"

Nean kesini?

Aku menarik napas sebentar. "Suruh tunggu sebentar yah mbak. Saya mau tidurin Alwar dulu"

"Iya bu" setelahnya, suara langkah Emma perlahan menjauh dari depan kamar.

"Tuh anak kenapa selalu datang di waktu yang tepat gini yah?" Aku bingung sendiri padanya. Dia itu, selalu datang disaat aku selesai bertemu dengan Abidzar.

Sepertinya ada yang sekongkol dengannya di rumah ini. Kalau tidak, bagaimana bisa dia selalu datang tepat waktu?

Aku bergerak dengan pelan dari atas tempat tidur, takut membangunkan Alwar yang baru saja terlelap.

Aku membiarkan rambutku yang terlihat acak-acakan saat ini. Biarkan saja, nanti kalau di ikat, kepalaku bakal tambah sakit.

"My baby honey sweetie!" Nean langsung bangkit dari duduknya saat melihatku yang turun dari lantai dua.

"Gak usah lebay An" jawabku dengan memutar bola mata malas. Entah kenapa, calon suamiku ini semakin hari semakin alay saja kelakuannya.

"Kamu kenapa jadi seperti ini Yank?" Ia memutar badanku, memberikan tatapan kaget di setiap kali melakukannya. "Katakan padaku, kenapa kamu jadi berantakan seperti ini?" Tanya dia wajah yang membuat aku ingin tertawa.

"Habis gelut" jawabku singkat.

"Ha? Gelut?" Aku mengangguk. "Gelut sama siapa Yank?" Tanyanya dengan pupil melebar.

"Sama Abidzar" dan seperti biasa, wajahnya akan berubah serius bin datar saat mendengar nama orang itu. "Aku serius lho Yank"

"Lha? Aku lebih serius An" aku menggeret kaki untuk segera duduk di atas sofa.

BEKASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang