Chapter 15

13.5K 1K 13
                                    

Up lagi dong 🎉🎊

Ada yang nungguin?

__________________________________

Baru saja suasana hatiku sedikit melega, sebuah kejadian yang tidak disangka-sangka datang menghampiriku kembali. Pertemuanku dengan Sarah, Lami dan juga Nean harus terganggu karena datangnya papa.

Aku tidak tau mengapa dia ada disini, padahal dia sendiri yang mengatakan kalau dia tidak mau menganggapku sebagai anak lagi, dia juga mengatakan tidak akan peduli lagi apapun yang terjadi denganku di masa depan.

Tapi sekarang apa? dia malah datang menggangu acara pertemuan kami.

"Enak banget kamu yah sekarang. Menitipkan Alwar pada ayahnya sedangkan kamu main-main sama teman-teman kamu disini" aku memejamkan mata untuk meredamkan emosi.

"Om kok ngomongnya gitu sih?" sewot Sarah. Ia sudah berdiri dari duduknya, menatap tajam kearah papa yang sudah berdiri di depanku.

"Saya tidak bicara dengan kamu. Saya bicara dengan dia" tunjuk papa padaku.

Sakit? sudah tidak sepeti dulu lagi. Semenjak dia mengatakan kalau aku yang tidak becus mengurus Abidzar, sehingga ia memilih tidur dengan wanita lain, maka hatiku sudah membeku.

" Tapi--"

"Sudah Sar. Biarkan saja, ini urusan aku dengannya" aku memotong Sarah yang hendak meledak kembali padanya.

"Siapa yang kamu tuduh tadi? saya?" tunjukku pada diriku sendiri. Sarah dan yang lainnya membolakan mata melihat caraku berbicara pada papa. Aku tertawa renyah ketika papa masih terdiam ditempatnya.

"Mohon maaf sebelumnya, kenapa anda selalu berburuk sangka kepada saya?. Alwar tidak pernah saya titipkan pada Abidzar, tapi ibunya lah yang meminta Alwar untuk menginap di rumah nya selama seminggu. Jadi jangan coba-coba memperburuk citra saya di depan siapa pun" aku tersenyum miring melihat ekpresi wajahnya.

"Begitu sopan santun kamu berbicara kepada saya!" bentaknya dengan badan gemetar. Suasana di dalam Cafetaria semakin mencekam saja. Lami sudah meremas tanganku kuat-kuat di bawah meja. Wajahnya memucat, matanya memohon padaku agar tetap tenang.

"Memangnya anda siapa sampai saya harus sopan pada anda?" aku menaikkan alis untuk mengejek. Sebelum papa kembali membuka mulut, aku sudah lebih dulu bicara kembali. "Anda sudah lupa dengan apa yang anda katakan beberapa bulan lalu pada saya hm? atau apa perlu saya mengingatkannya kembali?" aku kembali menyunggingkan senyum miring.

"Ah ternyata saya tidak salah telah membuangmu sebagai anak. Kamu memang tidak pantas di sebut sebagai anak saya, anak saya tidak ada yang tidak penurut seperti kamu" setelah mengatakan itu, dia membalikkan badan dan melangkah kembali.

Setelah kepergiannya, aku terduduk lemas di diatas kursi. Kakiku sejak tadi rasanya seperti tidak bertulang, kekuatanku menguap entah kemana ketika ia membalikkan badan. Mataku berkaca-kaca dan dadaku bergemuruh tak karuan.

"Istighfar Lin" Bisik Sarah tepat di telingaku. Tangannya sibuk mengelus-elus tangan kananku, sementara Lami mengelus tangan kiriku. Keduanya tidak berhenti memberikan nasihat dan kata-kata penenang. Tidak ada yang menyalahkanku, mereka mendukungku dengan sepenuh hati.

Setelah dirasa cukup tenang, aku menarik napas dan tersenyum lembut pada keduanya.

"Makasih banyak yah. Kalian berdua selalu ada di pihakku tanpa aku minta sedikit pun"

"Apapun yang terjadi, kamu akan tetap kami jaga dan bela Lin. Jadi jangan pernah merasa sungkan. Okey?" aku mengangguk sambil menyunggingkan senyum.

BEKASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang