Epilog

25.8K 1.1K 16
                                    

Assalamualaikum 👋

Hai hai, apa kabar kalian?

Ada yang nungguin Epilog cerita ini?

Kalau ada, silahkan di baca

Semoga part kali ini mengobati rindu kalian untuk Zeze dan mas Nean

Happy membaca

____________________________________

Aku menghela napas. Sudah sejak tadi aku terus saja memperingati Alwar untuk segera bersiap, namun yang ia lakukan hanya terus bermain PS dengan Dimas.

"Alwar, kamu dengerin mamah ngomong tidak sih?" Aku berkacak pinggang dihadapannya.

"Dengar, mamah" jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari PS.

"Kalau emang dengar, kenapa kamu belum bangkit dan bersiap-siap?" Aku sampai mengelap wajah dengan serbet yang sedang bersandar di bahuku.

Astaga! Ini kan serbet buat bersih-bersih di dapur!

Ini gara-gara Alwar, bisa-bisanya dia masih saja santai padahal jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi.

"Iya mah, bentar yah. Tanggung nih"

"Sudahlah, terserah kamu saja" aku keluar dari dalam kamar Alwar dengan emosi sudah di ubun-ubun. Entah kenapa, anak ini semakin besar semakin banyak saja tingkahnya.

"Kalau sampai ntu manusia komplain lagi sama aku, bakal aku diemin kamu Alwar" aku mengelap meja makan dengan mulut yang masih saja mengomel.

"Kenapa lagi istriku yang cantik jelita" mas Nean datang lalu duduk di kursi.

"Mas lagi, ngapain duduk disitu? Gak tau apa kalau aku lagi beres-beres sekarang?"

Ini lagi, papanya anak-anak. Bukannya bantu ngasih solusi, eh malah ikutan buat emosi.

"Ya Allah sayang....., Istighfar, jangan marah-marah mulu. Nanti cepat tua lho" aku menatap garang mas Nean.

"Sini duduk dulu. Cerita, ada apa sebenarnya" mas Nean menepuk pahanya. Mengajakku untuk duduk dan berbincang dengannya.

"Ini lho mas, anakmu" dan dengan tidak malunya, aku malah menurut dan duduk diatas pangkuannya.

"Anak yang mana nih, yang udah gede, atau yang sedang?" Aku mencubit perutnya dengan kesal. "Hahahaha" tuh kan! Dia malah tertawa.

"Mas~" aku merengut kesal.

"Iya maaf, maaf. Ada apa lagi kali ini, hmm?"

"Alwar mas. Dia tuh susah banget di bilangin, tau gak? Masa dia masih asik main PS sama adeknya disaat aku udah koar-koar sejak satu jam yang lalu? Memang anak itu sekarang bandelnya luar biasa tau gak?"

Mas Nean dengan sabar menghadapi ku yang lagi emosi. Diputarnya badanku agar menghadap padanya.

"Emang kamu ngomong apa sama Alwar? biasanya kan dia anaknya penurut, iya kan?" Aku mengangguk membenarkan. "Kecuali untuk satu hal"

"Iya, ini untuk hal itu" mas Nean menghela nafas pelan.

"Kamu udah ngomong baik-baik belum sama dia tadi?"

"Udah mas, bahkan aku udah bicarain ini sejak kemarin sama dia. Terus dia juga jawab iya iya doang. Kan aku kesel jadinya"

"Sayang" mas Nean menangkup wajahku dengan kedua tangannya. "Alwar itu udah besar, dia sudah bisa menentukan pilihannya. Karena itu, serahkan semua sama dia aja, oke?" Aku belum bisa terima dengan perkataan mas Nean, aku masih saja kesal dengan anak sulungku itu.

"Hey dengar sayang. Mungkin saat ini Alwar gak ada niatan mau ketemu sama dia, jadi kamu biarkan saja yah?"

"Enggak bisa mas! Aku gak mau nanti manusia itu bicara panjang lebar padaku lagi, aku capek berhubungan sama dia, dan kamu tau betul soal itu mas"

"Iya, iya, mas tau kok" mas Nean tersenyum menenangkan. "Kalau gitu, biar mas yang mencoba bicara sama Alwar. Kamu istirahat saja, mandi, dandan yang cantik; biar kita jalan-jalan hari ini. Gimana?" Mau tak mau, sebuah senyum terbit di bibirku.

"Nah gitu dong, senyum. Kamu cantik tau kalau senyum gini" sebuah kecupan mendarat di bibirku.

"Uhukk uhukk" mataku langsung terbelalak mendengar suara batuk tersebut.

"Kalau mau mesra-mesraan, tau tempat atuh bapak, ibu" pipiku memanas saat mendengar ucapan Alwar, mana posisi dudukku saat ini juga membagongkan sekali.

"Udah ah mas! Aku mau mandi dulu" aku buru-buru turun dari pangkuan mas Nean.

"Mau kemana mah? Gak lanjut lagi nih?" Teriak mas Nean dari area ruang makan.

"Lanjut gundulmu!"

"Hahahahaha" masih bisa aku dengar tawa mas Nean juga Alwar ketika aku memasuki kamar kami.

🥀🌹

"Gak jadi pergi kamu bang?" Tanyaku pada Alwar.

"Enggak mah" aku kembali menghela napas. Anakku ini benar-benar keras kepala.

"Abang udah bicara sama ayah kok, terus ayah juga ngebolehin. Gantinya, minggu depan abang nginap di rumah ayah"

Akhirnya aku bisa bernapas lega. Inilah yang membuatku pusing sejak kemarin. Hari ini Minggu, dan Abidzar sempat meminta izin padaku agar membiarkan Alwar bertemu dengannya. Aku sebenarnya oke-oke saja kalau Alwar mau bertemu dengan ayahnya, kapanpun dan dimana pun.

Seperti yang dikatakan oleh mas Nean, Alwar sudah besar, sudah bisa menentukan pilihannya sendiri. Alwar sudah SMA saat ini, tepatnya kelas dua SMA. Jadi, aku sudah bisa membebaskan ia memilih jalannya sendiri.

Kalau mau menginap di rumah ayahnya, ya silahkan. Mau menginap di keluarga ayahnya juga silahkan, intinya Alwar tetap harus berada dalam pengawasan ku, dan aku tidak mengijinkan kalau ia harus tinggal bersama ayahnya untuk jangka panjang. Karena aku tidak akan pernah bisa membiarkan Alwar tinggal bersama ayahnya.

Alwar juga, sejak kejadian buruk di masa lalu, ia tidak terlalu dekat lagi dengan ayahnya. Padahal, siapapun tahu kalau Alwar itu dahulunya sangat dekat dengan ayahnya, bahkan lebih dekat dengan aku sendiri.

"Kamu gapapa kalau nginap di rumah ayah nanti?" Tanyaku sedikit khawatir.

"Enggak papa kok mah. Sesekali gapapa lah. Lagian, aku mau ikut jalan-jalan sama kalian hari ini" cengirnya.

"Kamu ini yah" aku hendak mencubit lengannya, namun Alwar keburu menghindar.

"Mamah marah-marah mulu deh perasaan"

Wah siapa ini yang ngomong?

Aku menatap tidak percaya pada Dimas.

"Kamu ngomongin mamah?" Tanyaku masih dengan mulut menganga.

"Iyalah, siapa lagi?"

Aku mengerjabkan mata tidak percaya. Anakku sekarang berkomentar soal aku yang cerewet?

Haruskah aku menangis saat ini?

Aku tidak berlebihan, anakku yang satu ini sangat istimewa. Dia jarang sekali bicara, bahkan sangat terhitung setiap harinya.

Dimas bicara seperlunya saja, bahkan dia kalau perlu sesuatu, dia mencarinya sendiri tanpa meminta bantuan padaku. Kalau sudah tidak di temukan, barulah ia bertanya.

Aku juga, semenjak Dimas lahir, aku memutuskan bekerja lewat rumah. Memutuskan menghabiskan waktu dengan anak-anak. Mas Nean juga mendukung keputusanku.

Selama usia pernikahan, aku dan mas Nean tidak pernah bertengkar hebat. Entah karena mas Nean yang sangat sabar, atau aku yang terlalu cinta padanya, sehingga susah sekali menemukan kesalahan pada dirinya.

Terima kasih

Peluk hangat dari aku untuk kalian 🤗

Nur 💚

BEKASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang