Chapter 49

11.5K 856 17
                                    

Aku dan Nean berlari sepanjang lorong rumah sakit. Tadi, ketika aku baru saja mengantar Alwar untuk sekolah, nenek menghubungi, katanya mama dibawa ke rumah sakit untuk melakukan persalinan.

"Mamah gimana nek!" Tanyaku dengan mengguncang bahu nenek.

"Tenang lah nak. Kau bahkan mengguncang badan orang tua ini" ujar nenek dengan geleng kepala. "Mamah kamu sedang di operasi di dalam sana"

"Apa? Operasi?" Beoku tak percaya.

"Mamah kamu sudah berumur nak, berat kemungkinan untuk melakukan persalinan normal" nenek mengusap bahuku dengan lembut. "Kamu tenang saja, mamah kamu pasti bakalan baik-baik saja. Dia wanita yang kuat" aku mengangguk setuju. Mamah memang wanita paling kuat yang aku kenal.

Oeekk oeekk

Aku langsung berdiri dari duduk saat mendengar suara tangisan bayi.

"Mas?" Tatapku pada Nean.

"Iya. Adikmu sudah lahir sayang" Nean memelukku. Aku mengucapkan syukur banyak-banyak.

Alhamdulillah

🥀🌹

Aku menatap punggung papa yang sedang memperhatikan adik bayi. Senyumnya sejak tadi tidak pernah luntur.

Aku mendekat. "Selamat yah pah" ucapku tersenyum tulus. Papa hanya membalas dengan anggukan. "Akhirnya papah bisa memiliki anak laki-laki, sesuai keinginan papah" entah karena apa, air mataku turun saat mengucapkan itu.

"Zeline?" Aku buru-buru menghapus air mata saat papa tiba-tiba mendongak dan menatapku.

"Iya pah?"

"Akhirnya Tuhan mengabulkan doa papah" ucapnya dengan mata berkaca-kaca. Aku mengangguk mengiyakan. "Zeline?"

"Iya pah?" Tanyaku dengan mengerutkan dahi.

"Terima kasih" dan setelah itu, entah karena apa, papa memelukku dengan erat. Pelukan yang baru pertama kali aku dapatkan seumur hidupku.

"Pah?" Tanyaku dengan mata berair.

"Maafkan segala kelakuan buruk papah selama ini nak. Papah berdosa sama kamu, papah sudah menyia-nyiakan kamu selama ini. Papah bersalah Zeline"

Demi Tuhan. Aku bahkan meraung keras di pelukan papa. Menangis dengan sangat kuat.

Ini. Ini adalah salah satu doa yang selalu aku panjatkan selama ini. Mendapatkan maaf dari papa. Mendapatkan sebuah tempat di hati papa.

Tidak apa-apa kalau waktunya sedikit terlambat, yang terpenting adalah, keinginan ku sudah terwujud.

"Mau sampai kapan kalian berdua menangis dan berpelukan seperti itu hmm? Tidak malu dengan anak bayi yang bahkan tertawa saat melihat kalian seperti itu?" Aku dan papah melepaskan pelukan setelah mendengar ucapan nenek.

Benar saja. Si adik bayi malah tertawa di dalam keranjang miliknya. Bibir mungilnya sesekali tertawa lalu tertidur kembali.

"Sepertinya dia bahagia melihat ayah dan kakak perempuannya akhirnya bisa berdamai" timpal nenek kembali.

Aku dan papah saling tatap. Lalu tertawa secara bersamaan.

🥀🌹

"Yank"

"Mmm?" Saat ini, kami berdua dalam perjalanan pulang ke rumah.

"Kamu kenapa belum hamil yah?" Nean sekilas menatapku, lalu kembali fokus pada jalanan di depannya.

"Belum saatnya" jawabku seadanya saja. Sebenarnya aku juga sedikit khawatir dengan ini, pasalnya ini sudah lewat 3 bulan aku dan Nean menikah, tapi belum ada tanda-tanda kalau aku sedang mengandung. Berbeda dengan Alwar dahulu, ia hadir di dalam rahimku ketika usia pernikahan baru berjalan satu bulan.

"Kamu pengen banget yah punya anak?" Tanyaku serius. Nean melirikku sekilas, lalu kemudian mengambil tanganku untuk dia genggam.

"Pengen sih pengen Yank. Tapi tidak memiliki anak dari kamu juga tidak apa-apa. Kita sudah punya Alwar, jadi tidak ada anak lain juga tidak masalah"

Kalau sudah begini, kebahagiaan apalagi yang harus aku cari? Mendapat suami sebaik dan seperhatian Nean saja aku sudah sangat bahagia.

"Lagian Yank. Kita baru nikah 3 bulan lalu, bukan menikah 30 tahun lalu" ucapnya dengan nada bercanda.

"Aamiin kalau pernikahan kita bisa menjangkau angka itu" jawabku tulus.

"Pasti Yank" jawab Nean yakin. Ia mencium tanganku dengan lembut. "Kalaupun nanti salah satu dari kita meninggal lebih dulu sebelum 30 tahun itu, kita pasti akan bertemu kembali di Surganya Allah. Aku yakin itu"

Aku yang mendengar kata-kata manis dan tulus dari bibirnya, langsung memeluk ia dari samping.

"Yank jangan begitu!" Panik Nean.

"Kenapa emang?" Tanyaku polos.

" Peluknya jangan disini, nanti aja kalau udah sampai rumah" aku mengerutkan dahi. "Kalau meluknya di rumah kan lebih aman, udah begitu, selain peluk; kamu lebih bebas untuk melakukan hal yang lainnya padaku" jawabnya dengan menggerling nakal.

"Mesum kamu mas!" Aku buru-buru menjauh dari pelukannya.

"Kalau gak mesum, kita gak bisa bakalan bisa buat adek untuk Alwar" lagi. Aku harus mengatur emosi saat sifatnya yang begini muncul. Bukan apa-apa, dia ini suka sekali tidak tahu tempat.

Bahkan, sudah berapa kali kami kepergok oleh Alwar karena sikapnya yang seperti ini?

Memang suami gesrek!

"Jangan manyun gitu dong Yank"

Aku tidak memperdulikan rengekannya, aku terus berjalan menuju kamar. Sesekali mengerjai dirinya tidak akan apa-apa.

"Zeze" dia menggoyang-goyangkan bahuku. Merengut dengan wajah memelas.

Siapa yang menyangka kalau Neandro Sabian, si pemilik perusahaan besar adalah seorang yang bisa merengek seperti ini di hadapan istrinya. Kalau saja ada karyawan ataupun rekan bisnisnya yang melihat, aku yakin; mereka akan merasa geli melihat tingkahnya yang seperti ini.

"Mamah mamah!" Aku tersenyum puas saat mendengar suara rusuh Alwar.

Alwar, dengan sikap kanak-kanaknya. Membuka paksa pintu kamar kami, lalu berlari dengan tergesa.

"Kenapa sayang?" Tanyaku dengan tersenyum padanya. Melihat itu, Nean tambah dibuat kesal. Ia melempar diri ke atas tempat tidur, lalu memunggungi kami berdua.

"Kata Mbak, nenek udah lahiran yah?" Tanyanya dengan antusias.

"Iya sayang. Nenek udah melahirkan"

"Wahh" Alwar bertepuk tangan. "Laki-laki mah?"

"Iya laki-laki" jawabku dengan tersenyum kembali.

"Yeyyy Alwar punya temen baru" ucapnya girang.

"Papa kenapa mah?" Setelah selesai acara lompat-lompat nya, ia mengerutkan dahi melihat Nean yang tiduran di atas tempat tidur.

"Tanya aja sendiri papanya kenapa" ucapku dengan menggidikkan bahu.

Perlahan, Alwar naik ke atas tempat tidur.

"Papa. Papa kenapa?" Alwar dengan polosnya memegang dahi Nean. Dikira sakit apa papa nya? "Papa sakit?"

"Enggak sayang" Nean bangkit dari tidurnya.

"Terus kenapa?"

"Papa cuma lagi kesel aja sama mamah?" Liriknya sinis padaku.

"Kok gitu?"

"Iya. Mamah kamu gak mau buat adek sama papa"

"Astaga mas!" Aku menampar lengannya dengan sedikit kuat.

"Tuh! Lihat tuh. Mamah kamu suka main kasar sama papa" dengan polosnya, Alwar menatapku lalu menggelengkan kepalanya.

"Gak boleh gitu mamah. Mama gak boleh nolak kalau papa mau buat adek sama mamah" peringat Alwar.

Aku melotot pada Nean, dia hanya memasang senyum geli. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu pada anak sekecil Alwar.

Awas saja dia. Tidak aku kasih jatah, biar tau rasa!


















Terima kasih
Nur 💚

BEKASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang