Chapter 47

11K 932 12
                                    

Welcome to the.......

Hehehe

Silahkan baca🌚

_____________________________________




Siapa yang menyangka, papa memberi kabar dalam waktu yang cukup cepat. Ia mengumpulkan dua keluarga kembali, membahas tentang bagaimana kelanjutan pernikahan kami.

"Kita percepat saja pernikahan Zeline dan Neandro. Tidak baik menunda-nunda lagi. Bagaimana pendapat anda pak Rehan?"

"Saya dan keluarga terima saja dengan usulan bapak" jawab om Rehan dengan tersenyum.

"Saya rasa, kita tidak perlu memikirkan soal Abidzar lagi. Lagian dia dan Zeline sudah lama berpisah. Kalau kita terus berpatokan pada anak itu, saya rasa pernikahan ini tidak akan pernah terlaksana"

Aku mendengus saat mengingat kembali penuturan ayah kemarin malam. Kenapa papa baru sadar, kalau Abidzar itu bukan orang yang harus menjadi patokan kebahagian aku?

Tapi syukur lah, kalau papa akhirnya mulai sadar akan kesalahannya di masa lalu. Tidak apa-apa, kalau aku sudah tersakiti sangat dalam. Yang penting, secara perlahan papa mau merubah sikapnya.

Dari pertemuan itu, aku dan Neandro akan menikah 2 minggu lagi. Yah, ini cukup cepat, tapi aku juga tidak bisa menolak. Toh, tidak ada gunanya juga mengundur waktu lama-lama.

Kalau kata nenek, tidak baik menunda niat baik.

Aku dan Alwar pun diboyong ke kediaman papa. Tidak baik membiarkan aku tinggal sendiri menjelang hari pernikahan.

Persiapan demi persiapan sudah mulai di rencanakan. Orang tua Nean, dengan sukarela mengurus semua keperluan acara. Mereka tidak mau merepotkan aku, apalagi papa. Pasalnya, mama juga tidak bisa berbuat banyak. Kehamilan pertama mama ini cukup menguras tenaganya. Mungkin karena mama hamil di usia yang cukup rentan.

Aku sendiri tidak di perbolehkan keluar rumah, hanya di suruh menunggu saja. Kecuali saat memilih baju pengantin, barulah aku diajak keluar.

🥀🌹

"Saya terima nikah dan kawinnya, Zeline Kaluna binti Muhammad Harun, dengan mas kawin tersebut, di bayar Tunai!"

"Sah"

"Alhamdulillah"

Nean menarik napas panjang setelah selesai mengucapkan ijab qobul.

Setelah berbagai macam acara di lakukan, disinilah kami. Di dalam kamar yang sejak semalam sudah aku bersihkan dari segala macam debu. Ini untuk kedua kalinya kamarku dihias sedemikian rupa seperti ini. Pertama, saat menikah dengan Abidzar, dan yang kedua adalah hari ini.

Acara hari ini lumayan besar, karena di hadiri oleh kolega bisnis Nean dan juga papa. Belum lagi dari kalangan beberapa sahabat dan juga selebriti yang aku undang.

Awalnya aku tidak ada niatan mengundang kawanan selebriti yang aku kenal, tapi karena dorongan dari keluarga, terpaksa aku turuti.

Kalau kata mereka, Sekalian saja kita buat acara besar-besaran agar Abidzar dongkol.

Aku tertawa di dalam hati mendengar ucapan keluargaku perihal Abidzar, apalagi nenek, dia yang paling semangat ingin memanas-manasi Abidzar.

Disaat aku sibuk mengurus pernikahan, maka Abidzar, sibuk mengurus perceraian.

Dunia terkadang seadil ini kalau kita bisa bersabar sedikit saja.

"Akhirnya yah Ze" Nean menatap langit-langit kamar dengan bibir mengembangkan senyum.

"Apaan?" Tanyaku bingung.

"Akhirnya kita sampai di tahap ini" Nean menggeser badannya agar bisa berhadapan denganku. "Setelah apa yang kita perjuangkan" aku tersenyum membalas ucapannya.

"Semua karena dukungan kamu dan juga mami papi" aku harus bersyukur karena memiliki mertua sebaik mami papi nya Nean.

Mereka berdua yang paling berjasa di balik acara pernikahan kami. Mereka yang menyiapkan seluruh acara, mulai dari mengurus catering, make up, dan semua yang diperlukan.

Aku dan keluarga hanya menunggu hasil saja.

"Oh iya" aku teringat sesuatu. "Mami sama Papi, kenapa mau terima aku begitu saja yah mas?" Ini adalah pertanyaan yang sudah tertanam di benakku selama ini.

"Aku mana tau" Nean mengangkat bahunya.

"Ish! Aku serius tau mas" Nean tertawa melihat wajah masam ku.

"Sini, biar mas ceritain alasannya" Nean duduk bersandar, lalu menepuk pahanya agar aku tiduran di sana.

Aku secara perlahan beringsut mengikuti.

"Kamu tau kan, kalau aku itu punya saudari kembar?" Aku mengangguk.

Masalah saudari kembar Nean, aku tau. Namanya Rianti Sabian, yang memiliki nasib cukup malang. Mengalami gangguan psikis di usia yang cukup muda.

"Rianti itu sebenarnya sudah pernah menikah" aku membulatkan mata. "Dia menikah Sekitar 3 tahun lalu. Menikah dengan orang yang sangat ia cintai, dan ia banggakan" aku menatap lekat wajah Nean yang sedikit murung saat mulai cerita ini.

"Namun sayang, orang yang selalu ia banggakan itu berhianat padanya. Laki-laki itu berselingkuh dan main tangan pada nya saat Rianti tahu akan kelakuan bejatnya" aku menutup mulut, tidak pernah menyangka kalau Rianti akan mendapat perlakuan yang lebih buruk dari aku di masa lalu.

"Dan yang lebih buruk, Rianti yang saat itu sedang hamil tua, di tendang oleh Laki-laki sialan itu hingga bayi dalam kandungannya meninggal"

Rapuh. Itulah yang aku lihat dari wajah suamiku saat ini. Matanya memerah, wajahnya jelas sekali terlihat menahan sakit. Aku bangkit dari tidurku, memeluk Nean dengan sangat erat. Pasti dia juga merasakan sakit seperti yang dialami saudari kembarnya. Karena biar bagaimanapun, keduanya pasti memiliki ikatan batin yang kuat.

"Rianti tidak terima saat bayinya meninggal, ia menyalahkan laki-laki itu. Memaki dan menyumpahi agar laki-laki mati saja" bahu Nean bergetar, aku menyuruhnya untuk tidak melanjutkan cerita, tapi ia menggeleng.

"Rianti benar-benar terpukul karena kehilangan anak yang sangat ia harapkan kehadirannya. Hingga psikisnya terganggu sampai saat ini"

Rianti gadis yang malang. Ia harus sakit di usia yang masih muda. Bahkan hingga saat ini, ia masih enggan bertemu dengan laki-laki, kecuali ayah dan saudara kembarnya. Ia tidak dirawat di rumah sakit, melainkan di rumah.

Mami sama Papi tidak mengijinkan Rianti di rawat di RS. Mereka lebih memilih merawat Rianti di rumah. Dia memang cukup tenang, paling sesekali mengamuk saat teringat dengan mantan suaminya. Yang ia lakukan setiap hari hanya menangis, dan terkadang tertawa. Lalu sehabis itu, ia akan termenung hingga berjam-jam lamanya.

"Makanya, disaat mas menceritakan soal kamu pada mami. Mami sangat ingin cepat-cepat menemui kamu, ia tidak mempermasalahkan status yang kamu miliki, justru ia ingin merangkulmu, memberikan kasih sayang padamu, agar luka yang kamu alami di masa lalu melebur dan hilang selamanya"

Ya Allah.... Betapa mulia hati ibu mertuaku.

"Mas..." Aku memeluknya dengan isak tangis. Sangat terharu mendengar ceritanya.

"Kita semua menyayangi kamu Ze. Tulus. Bukan dibuat-buat, apalagi karena kasihan" aku mengangguk berkali-kali. Menyetujui setiap perkataan Nean.

"Aku juga sayang sama mas" ucapku di tengah isakan tangis.

"Udah ah, jangan melow begitu" Nean menarikku agar melepas pelukan. "Masa di malam pertama yang syahdu ini berubah jadi sesi curhat?"

Aku mendelik tajam saat melihat wajah mesumnya.

"Ayo Ze"

"Ngapain?"

"Buat adek untuk Alwar"
















Terima kasih

Nur 💚

BEKASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang