Chapter 7

16.9K 1.4K 8
                                    

Votenya dulu kakak
(. ❛ ᴗ ❛.)

(◕ᴗ◕✿)

.
______________________________________

Aku memperhatikan interaksi Alwar bersama ayahnya. Abidzar sebenarnya tidak rela akan berjauhan dengan anaknya, namun tetap tidak bisa berbuat apa-apa karena ini sudah menjadi keputusanku. Abidzar sudah menawarkan agar kami tetap tinggal disini dan rumah ini akan dia berikan atas nama Alwar, namun aku menolak keras.

"Alwar mau pindah yah nak? bakalan jarang dong kita ketemuannya. Ayah bakalan rindu sama kamu nanti" Abidzar menatap sendu anaknya yang sibuk main mobil-mobilan di hadapannya.

Aku juga merasa kasihan dengannya, namun bagaimana lagi, ini sudah keputusan yang tepat untuk diambil saat ini. Aku ingin memulai hidup yang baru, suasana baru dan juga ingin segera move on dari kehidupanku yang lama.

"Nanti Alwar rindu tidak sama ayah kalau udah sampai di rumah baru?" Abidzar masih tetap mengajak Alwar mengobrol walaupun anaknya lebih sering cuek karena sedang bermain.

Perlahan Alwar meletakkan mainannya lalu menatap Abidzar dengan lekat. "Alwar pasti rindu sama ayah, karena Alwar sayang banget sama ayah" aku menangis melihat interaksi keduanya. Abidzar juga langsung memeluk erat Alwar, mencoba tetap tegar di hadapan anaknya.

"Ayah juga sayang banget sama Alwar. Maafin ayah yah gak bisa tinggal bareng sama Alwar lagi" Alwar menggeleng.

" Alwar gapapa ayah. Gak tinggal sama tapi kita tetap bisa bertemu. Iya kan mah?" tiba-tiba saja Alwar menatapku dan meminta jawaban pertanyaanya.

"Iya sayang" anggukku.

Sebelum kami berangkat, Alwar beserta Abidzar menghabiskan waktu bersama. Aku juga tidak mengganggu waktu mereka, aku tidak sejahat itu untuk menarik paksa ayah anak itu untuk segera berpisah. Biar bagaimanapun, Alwar sangat sayang pada ayahnya, begitu juga dengan Abidzar, ia juga menyayangi Alwar. Untuk itu, biarlah mereka saling melepaskan rindu untuk beberapa saat lagi sebelum kami pergi.

Mengenai berita antara aku dan Neandro kemarin tidak lagi aku ambil pusing. Untungnya wajah Neandro tidak terlihat jelas saat di foto itu, jadi tidak ada yang tahu siapa sebenarnya dia. Aku juga sudah mewanti-wanti Sarah agar tidak sering membawanya ketika kami sedang bertemu. Untuk saat ini lebih baik aku mencari aman, tidak mau ada berita buruk yang mengusik hidupku lagi.

"Kamu yakin tidak perlu aku antar sampai ke sana?" tawar Abidzar kembali.

"Tidak usah. Sudah ada mang Imam yang akan membawa aku dan Alwar, jadi kamu tidak perlu repot-repot lagi" Abidzar membuang nafas kecewa dengan jawaban yang aku beri.

"Tapi Lin, aku cuma mau mastikan kalian berdua aman sampai di rumah. Itu aja"

"Kami juga bakalan aman kok walau cuman diantar sama mang Imam" jawabku dengan tegas.

"Baiklah kalau itu maumu" pasrah Abidzar kemudian. Ia mengusap wajahnya dengan kasar lalu menjauh dariku.

Untuk kesekian kalinya, ia memeluk dan menggendong Alwar. Seolah tidak rela kalau dirinya jauh dari Alwar. Memang, rumah yang akan kami tinggali nanti lumayan jauh dari kediaman Abidzar nanti. Dia juga tidak akan tinggal di rumah ini lagi, katanya tidak ada lagi gunanya tinggal disini kalau Alwar saja sudah tidak tinggal bersamanya.

Entahlah, sikap Abidzar saat ini sedikit aneh. Mungkin menyesal atau apalah, aku kurang tahu. Dia sering menatap sendu bila bersitatap denganku, dan lebih sering mengunjungi Alwar ketika tahu kami akan segera pindah. Kalau memang menyesal, semoga saja ia akan berubah dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi kedepannya. Tapi kalau berharap untuk kembali lagi, itu tidak akan pernah terjadi.

"Hati-hati di jalan yah nak" Abidzar mengelus kepala Alwar sekali lagi sebelum menutup pintu mobil. "Ayah bakal sering-sering jenguk Alwar nanti" setelahnya, Abidzar mulai menjauh dari area mobil karena kami akan segera berangkat.

"Ucap salam sama ayah dulu sayang" perintahku pada Alwar.

"Dadah ayah. Assalamualaikum"

"Wa'alaikum salam nak" hingga kami menghilang dari are perumahan, Abidzar tetap setia menatap kepergian kami. Tangannya tetap melambai pada Alwar meskipun Alwar tidak melihatnya.

"Bapak kasihan banget yah bu" ucap Art ku yang masih saja menatap ke arah belakang.

"Mau bagaimana lagi bi, hidup harus tetap berjalan kan?"

"Setelah ini jangan bersedih lagi yah bu, lupakan masa-masa sulit itu. Semoga dengan pindahnya ke rumah baru, maka kebahagiaan yang baru juga ikut serta datang menghampiri"

"Aamiin. Terima kasih mang Imam"

"Sama-sama atuh bu"

🥀🌹

Sesampainya di rumah, aku menatap tidak percaya akan dua orang yang sedang sibuk adu mulut di depan rumah.

"Sarah, dia?" tunjukku pada Neandro yang sudah mengembangkan senyuman lebar di samping Sarah.

"Aku juga gak tau Lin. Nih anak tiba-tiba aja main nyelonong kemari sewaktu aku bilang kalau kamu pindahan hari ini" lagi, Sarah menyikut perut Neandro untuk kesekian kalinya.

"Kan aku udah bilang Sar, untuk sementara ini jangan bawa dia ke sini" aku tidak tahu harus bicara apalagi. Neandro ini termasuk anak yamg nekat sekali. Padahal sudah berkali-kali aku mengatakan agar tidak berkunjung ataupun menemuiku lagi. Bukan apa-apa, media saat ini sangat tidak bersahabat denganku, setiap hari mereka selalu saja mencari berita yang tidak ada kebenarannya sama sekali.

"Dia yang datang sendiri Lin" Sarah menatap garang Neandro.

"Aku benar-benar minta tolong banget sama kamu Nean, please jangan temui aku saat ini. Hidupku sudah sangat kacau, jadi tolong jangan tambahi lagi" aku menggendong Alwar masuk kedalam rumah. Ia sempat ketiduran ketika di dalam perjalanan tadi.

"Aku datang kesini cuma untuk menolong kamu mengemas barang Zeline, tidak ada maksud lain"

"Sudah ada banyak orang yang akan menemani dan membantuku untuk membereskan rumah dan juga mengemas barang, jadi kamu tidak di butuhkan lagi disini"  aku meletakkan Alwar di atas sofa. Kamar Alwar ada di atas, dan aku tidak mungkin mengantarnya sementara masih harus meladeni Neandro.

"Jadi kamu mengusirku?" tanyanya dengan tidak percaya.

"Iya, aku mengusirmu. Oleh karena itu, silahkan pergi dan kalau bisa jangan datang lagi" Neandro menatapku dengan tidak percaya.

"Baik" Neandro memasang senyum terpaksa. "Aku pergi dulu, selamat sore" selah pamitan dengan Sarah, Neandro menaiki motornya lalu meninggalkan area rumahku.

"Kamu kok jahat banget sama Nean sih Zeline" Sarah mendudukkan dirinya diatas sofa. "Kalau kamu memang kurang suka sama dia, please jangan berkata kasar kaya tadi"

"Kalau nggak gitu, Nean gak bakalan mau pergi Sar. Aku juga sebenarnya kurang enak bicara kasar seperti tadi padanya, tapi apa boleh buat, ini demi kebaikan bersama. Aku tidak ingin melibatkannya di dalam pertikaian hidupku saat ini"

Aku tidak tahu pasti, tapi cepat atau lambat akan ada reporter yang diam-diam datang ke lingkungan rumahku saat ini. Aku bukannya berlebihan, tapi ini adalah sebuah fakta, mereka akan sangat gencar mencari berita tentang Neandro. Dan aku tidak suka dan tidak mau kalau Neandro di sangkut pautkan dengan kerusakan rumah tanggaku saat ini.





Maaf yah kalau tidak bisa sering up, soalnya saya masih harus ngurus naskah cerita SEKAR dan SEHANGAT KOPI SUSU





Terima kasih

Nur 💚

BEKASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang