Chapter 16

12.1K 1.1K 10
                                    

Masih ada yang nungguin cerita ini?

Btw aku mau tau dong tanggapan kalian sama cerita ini.

Jujur saja, ini pertama kalinya aku buat cerita dengan konflik yang cukup berat.

Aku juga takut banget gak bisa lanjutin cerita ini, apalagi pembacanya juga sedikit banget. Votenya juga sih 😊

Tapi gapapa, semoga ini cerita bisa lanjut sampai akhir.

___________________________________

Ini baru hari kedua setelah Alwar di bawa menginap oleh Omanya. Namun bagiku rasanya sudah sangat lama, lama sekali, sehingga aku setiap waktu merindukan bocah kecil yang selalu menjadi penyemangat dalam hidupku.

Aku ingin menemuinya, memeluknya dengan erat, namun aku tidak berani walau hanya untuk menampakkan diri di rumah itu. Aku tidak ingin bertemu dengan Abidzar. Entahlah, mungkin karena terlalu sering ia sakiti, sehingga ingin melihat wajahnya saja aku sudah muak. Kalian boleh mengatakan kalau aku terlalu berlebihan, tapi ini memang yang aku rasakan saat ini.

Bertahun-tahun aku di sakiti, setelah berpisah juga masih disakiti, lalu kesan baik apa yang harus aku ingat lagi ketika kesan buruknya lebih mendominan di dalam kehidupanku?

Dia sering kelayapan dengan teman-teman nya sehingga sering melupakan kami, aku maafkan. Dia berzina di belakangku, lalu aku memaafkan kembali demi anak kami, namun apa yang aku dapat? perlakuan buruk kembali.

Hidup memang terkadang sesulit ini, kita sudah berusaha untuk melakukan yang terbaik, namun semesta seperti tidak perduli dengan apa perjuangan yang sudah dikorbankan.

Atau apakah ini cara Tuhan untuk membuatku lebih dewasa lagi dalam menjalani kehidupan? kalau memang iya, maka aku akan mencoba menerima setiap apa yang aku alami di masa lalu dan di masa yang akan datang.

Mungkin aku harus melihat sebuah masalah jangan hanya dari sisi kiri saja, tapi sesekali perlu melihat dari sisi kanan. Siapa tahu kebaikan dan alasan kenapa masalah itu di datangkan justru hanya bisa dilihat dari sisi kanan saja, bukan dari kiri. Karena itu jugalah, kita harus sering di perintahkan untuk selalu berbaik sangka terhadap sesuatu hal.

"Jangan ngelamun lagi dong buk" aku tersentak ketika pengasuh Alwar kini ikut duduk di sebelahku. Aku memang selalu sedekat ini dengan orang-orang yang bekerja denganku di rumah ini. Semuanya sudah aku anggap seperti saudari kandungku sendiri.

"Lagi mikirin hidup mbak, makanya sampai melamun kayak gini" aku tersenyum hangat menanggapi pengasuh Alwar.

"Mikirin hidup boleh aja buk, tapi jangan sampai menyakiti diri sendiri" peringatnya dengan tegas. Aku faham betul kenapa ia mengatakan seperti itu, pasalnya sejak pagi aku belum ada makan nasi. Mandi saja belum, aku hanya duduk berdiam diri di depan tv, terkadang memperhatikan ART ku yang sedang sibuk mondar-mandir untuk mengurusi banyak hal.

Intinya penampilanku cukup kacau siang ini.

"Minta aja buk biar Alwar dipulangkan kesini"

"Gak bisa mbak, apa kata Abidzar sama ibunya nanti kalau saya meminta Alwar untuk di pulangkan?"

"Yah mau bagaimana lagi, ibuk kan sudah sangat merindukan Alwar".

Aku tersenyum geli melihat wajah khawatirnya. "Gapapa. Hanya perlu menunggu 5 hari lagi, maka saya akan bertemu dengan Alwar untuk waktu yang tidak tentukan"

"Kalau begitu ibu jangan murung begini terus dong"

"Oke baiklah" mau tak mau aku mengiyakan permintaannya. Pengasuh Alwar senang bukan main, ia tersenyum lebar, sangat lebar malahan.

BEKASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang