Aku Bukan Pilihan

1.4K 77 13
                                    

Setelah menangis di pelukan Vanka selama kurang lebih 30 menit sesak di hati Alma lumayan berkurang. Vanka tidak bertanya apapun meskipun rasa penasarannya amat besar akan apa yang terjadi pada sahabatnya. Namun Ia tahu yang Alma butuhkan sekarang hanyalah bahu untuk bersandar dan pelukan yang menenangkan.

Alma berjalan keluar dari pintu lift menuju unit apartemen Dennis dengan langkah tenang sambil mempersiapkan diri bertemu sang suami. Saat perjalanan pulang Dennis meneleponnya jika sudah berada dirumah. Ia tidak ingin Dennis menaruh curiga kalau-kalau dirinya bersikap berbeda. Meskipun rasanya sangat sulit tapi Alma tetap berusaha bersikap tenang.

"Bismillah..". Ucapnya saat akan membuka handle pintu apartemen setelah sebelumnya menempelkan acces card.

"Assalamualaikum...". Ucap Alma dengan senyum tersungging di bibir.

"Waalaikumsalam..". Terdengar jawaban Dennis dari arah dapur yang kemudian disusul Alma berjalan kesana.

"Loh kakak masak? Kakak belum makan malam? Sini biar aku yang lanjutin Kak." Ucap Alma sedikit panik melihat suaminya memasak sendiri.

"Tadinya mau makan diluar, tapi nggak enak kalau nggak ada kamu mending dirumah aja sama-sama sendiri ini. Eh nggak taunya dapet bonus kamu udah pulang jadinya bisa nemenin Kakak makan". Ucap Dennis dengan cengirannya yang menggemaskan di mata Alma membuat hatinya menghangat.

" Kan Kakak bisa ajakin Dika makan dulu tadi sebelum pulang. Ini udah hampir jam delapan malam lho kak, jangan kebiasaan telat makan ih."

"Iya, iya maaf sayang...kamu kalo ngomel kok tambah cantik sih?". Goda Dennis dengan mengedipkan sebelah matanya seketika membuat pipi Alma merona.

"Isshh....Kakak nih godain terus. Yaudah sini miggir biar aku lanjutin."

"Nggak usah sayang, kamu duduk aja disitu tungguin kakak abis ini juga udah kelar. Cuma bikin omlette sama nasi goreng begini aja jago kakak mah. Dulu waktu kuliah di luar kakak udah biasa masak sendiri".

"Kakak masak sendiri disana?". Tanya Alma penasaran secara tuan muda Wijaya yang bahkan bisa menyewa chef terkenal hanya untuk makan malam malah memilih memasak dengan tangannya sendiri.

"Iya lah..kan kakak harus ngirit. Papa memfasilitasi kebutuhan kakak termasuk tempat tinggal, kendaraan dan uang saku secukupnya aja buat makan doang. Jadi kakak harus masak buat ngirit jadi uangnya bisa buat main sama temen-temen. Bahkan kakak juga kerja part time bareng Dika di salah satu club milik teman kampus kita. Lumayan buat nambah uang jajan."

"Serius? Hebat lho kalian kuliah sambil kerja part time. Aku nggak bisa bayangin gimana repotnya bagi pikiran dan waktu. Aku aja pulang kuliah sampe rumah yang di kepala cuma makan, tidur sama baca jurnal nyiapin buat materi kuliah besoknya. Apalagi pas udah mulai preklinik sama koas rasanya pengen sabtu-minggu repeat aja harinya". Gerutu Alma membuat Dennis terkekeh dan mengusap hijab di puncak kepala Alma.

"Papa emang nggak pernah mau memanjakan mas Arya ataupun kakak. Papa bakalan memenuhi seluruh kebutuhan kami. Tapi kalau masalah keinginan, kita harus punya alasan yang kuat kenapa menginginkan hal tersebut. Kalau dirasa menurut alasannya nggak tepat ya nggak bakal di accept. Jadinya kita harus usaha sendiri buat dapetin yang kita inginin tanpa bantuan papa. Tentunya tetap dalam awasan beliau. Si Kinara aja tuh sekarang yang kebanyakan di manja, apa-apa diturutin sama Papa Mama. Kalau dulu aku sama mas Arya boro-boro." Alma tergelak mendengar dengusan Dennis yang iri terhadap adiknya sendiri.

" Ya emang nggak bisa dipungkirin sih Kak, Hati Ayah ke anak cewek tuh lebih berat daripada ke anak cowok. Pasti Papa juga jauh lebih protektif daripada ke Kakak sama Mas Arya. Jauh di lubuk hati Nara juga pasti sedikit risih dibegituin"

The Accidental ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang