The Only Way, is Me!

11.9K 401 2
                                    

Votenya dong, Kak. 🥰
Pencet dan Follow 👉  Liemey_Ivi juga, yuk, Kak.

Makasih 🙏 Markijut~ Mari kita lanjut~

***

Eldhan tersenyum ketika melihat Renata masih bisa merespons dengan baik, walau hanya berupa anggukkan. Sungguh, ia pun sangat menyayangkan hal ini bisa terjadi. Mereka terjebak di situasi yang sangat tidak menguntungkan. Penyerangan hanya akan membuat mereka kehilangan anggota lebih banyak lagi, terlebih jika nyawa Raylie yang harus menjadi taruhannya.

Sungguh, Eldhan tak ingin mengambil risiko itu, ia sudah hidup mengabdi pada klan Loise, bahkan sejak dirinya dan Renata masih kecil. Ia tahu wanita yang dilayaninya itu tak akan pernah membuat Raylie berada dalam bahaya.

Sang beautiful mafia kembali menegakkan tubuhnya. Ia berusaha untuk tak gemetar, baik karena takut, atau pun karena dingin yang menusuk. Sungguh pun, iklim mediterania di San Fransco tengah membawa kabut dingin musim panas saat ini, menurunkan suhu udara menjadi lebih parah dari musim salju. Tulang-tulangnya mulai ngilu karena mengejang. Renata hampir menggigil, sampai akhirnya bergegas kembali untuk masuk ke mobil.

“Heeeeeeh.” Renata melepas napas panjangnya. Penghangat mobil sudah dinyalakan Eldhan sejak tadi. Begitu masuk, Renata merasa benar-benar nyaman, suhu panas mengembalikan aliran darahnya ke laju normal. Ruam merah pun kembali terlihat di pipinya yang tirus.

Mengetahui sang pemimpin sudah berada di dalam, beberapa mobil penggiring pun mulai jalan lebih dulu. Ada pula yang standby menunggu di posisi belakang. Formasi untuk menjaga ketua klan mereka agar tetap dalam kondisi aman dan terproteksi.

***

Renata pulang dengan hati berkecamuk. Bahkan wajah cantik itu terus menegang memikirkan apa yang harus ia lakukan selanjutnya.

Sepanjang perjalanan, otak cerdasnya terus memikirkan jalan keluar. Namun, tak didapatkannya satu pun solusi atas masalah ini.

Perjalanan itu pun berakhir saat Renata sampai ke kediamannya. Tempat itu terletak di salah satu area tinggi San Fransco. Bukan markas utama, tapi menjadi tempat istirahat ternyaman, di mana ia bisa memandang wilayahnya dari sana.

“Nona Renata, kita sudah tiba,” beri tahu Eldhan saat melihat Renata melamun.

“Hmm.” Renata hanya menjawab dengan gumam. Pandangannya tak bertujuan.

Eldhan pun segera turun dari mobil. Ia membukakan pintu untuk sang pemimpin, kemudian mengulurkan tangannya dengan gentle.

Renata berpegangan di sana, kemudian turun dari mobil dengan perlahan. Ia terdiam sejenak. Hanya bergeming. Wanita berwajah tegas itu tak langsung masuk ke rumah megahnya, meski para penjaga berjas sudah berjejer di sepanjang jalan masuk, siap menyambut sang ketua dengan bungkuk hormat.

Renata melebarkan pandang. Kepalanya bergerak dari timur ke barat. Melihat ke arah wilayah milik The Wolves yang semakin meluas. Kelompok yang kini begitu agresif itu, perlahan-lahan menaklukkan klan-klan kecil di tempat ini. Semakin memperkecil dan mengurung wilayah miliknya.

Diembuskan Renata napas panjangnya dengan resah.

Haruskah ia benar-benar ke sana? Pergi menukar tubuh dan kehormatan, demi menyelamatkan nyawa orang-orang yang berlindung dalam naungan klan Louise?

Juga Raylie, seseorang yang ia jaga dengan sumpah atas hidupnya.

Semua harga itu harus ia bayar dengan kehormatan.

Tapi, bukankah semua ini adalah tanggung jawab juga sebagai seorang pemimpin?

Tanggung jawab yang sudah begitu lama dibebankan pada Renata sejak ia masih kecil.

THE BEAUTIFUL MAFIA (EROTICA ROMANCE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang