24. Finger on Dinner

4.8K 129 0
                                    

Rosita mengantar Renata ke sebuah balkon Roof Top, tempat awal ia bertemu dengan Darren di tempat ini.

Dine set sudah tersedia di sana. Sebuah meja segi empat yang pas untuk mereka berdua. Lengkap pula dengan dekorasi bertema romantik.

Entah kenapa pula Darren repot-repot melakukan ini? Apa dia selalu seperti ini? Ya, meski tentu saja bukan dia yang repot. Darren hanya perlu memerintahkan, dan anak buahnyalah yang mengerjakan kemudian.

No effort untuk lelaki sepertinya.

Dentuman stileto yang khas dari tempo dan cara berjalan Renata pun terdengar. Darren segera menyunggingkan senyuman menawannya. Bahkan tanpa berpaling ia sudah tahu Renata telah tiba.

Malam ini wanita itu akan hancur dalam kuasanya. Ia ingin menatap Renata dalam keadaan yang anggun sebelum benar-benar berantakan oleh hasratnya yang mengamuk.

“Silakan, Nona Renata.” Rosita berucap demikian sembari menarikkan kursi di depan meja Darren. Sebuah tempat spesial untuk Renata.

Wanita itu tetap memasang harga diri dan keangkuhannya dengan mengangkat dagu setinggi-tingginya saat melihati Darren. Tatapannya tajam dan juga tegas.

Sementara Darren tersenyum penuh kemenangan. Tak peduli bagaimana pun wanita ini memandangnya, ia tetap saja berada pada sisi yang diuntungkan.

“Silakan, Renata.” Darren berucap lagi. Seakan menghormati wanita di depannya. Namun, dengan penuh ledekkan.

Oh, Renata tahu arti munafik di wajah itu. Ia menjamu, untuk menghancurkan seseorang seperti kemarin.

Renata pun duduk di sana dan tak melepaskan tatapannya. Mencoba bernapas dengan sebaik mungkin.

“Tampaknya kau sangat suka melihatiku seperti itu,” ujarnya sambil menopangkan dua siku di atas meja, jemarinya saling mengunci di depan wajah. Asyik menatap sang Beautiful Mafia di depannya itu.

Jujur, Mata Renata, sikap angkuh dan wajah cantik itu tak pernah bosan untuk ia tatap lama. Pas dengan semua seleranya. Bahkan melampaui itu.

Dituangkan pelayan yang lain anggur merah ke gelas mereka. Saking heningnya, bahkan tuangan wine tersebut terdengar dengan jelas di masing-masing telinga kedua pemimpin besar tersebut.

Darren mengangkat gelasnya kemudian. “Kau terlihat cantik malam ini. Gaunnya sangat cocok denganmu. Kau suka pilihanku?”

Well, Renata ingin mengatakan suka. Bahkan ia kagum dengan pilihan Darren, tapi tentu saja ia terlalu gengsi untuk mengatakannya. Dan malah balas berucap, “Sebaiknya kau tahu ..., apa pun yang berasal darimu, kupakai dan kulakukan dengan terpaksa.”

Darren terkekeh lagi. Sungguh wanita yang tak mau kalah. Tapi begitulah Renata dengan segala keangkuhannya.

Tak lama setelah tawanya berakhir. Darren pun mengulurkan gelas itu ke arah Renata. Meminta bersulang.

Dengan tatapan diam dua detik, akhirnya Renata menurut dan mengambil gelas yang sudah terisi wine di sampingnya. Berkelahi bukan saat yang tepat malam ini. Belum lagi, bila yang terjadi adalah seperti sarapan tadi. Darren bisa saja balas menyerang dan memaksa. Lalu Renata terpaksa kembali pada kondisi yang tak berdaya.

Ting!

Bunyi dentingan pelan antara permukaan gelas kaca yang saling membentur tersebut terdengar.

Renata menyesap pula anggur merah dari sana. Wangi alkohol bercampur manis, dingin dan sedikit pahit terasa di lidah dan lehernya. Menyegarkan mulut serta napas di dalam. Ini perpaduan rasa terbaik. Darren tidak sembarang pula memilih anggur.

THE BEAUTIFUL MAFIA (EROTICA ROMANCE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang