18. Hukuman (21+)

4.3K 41 0
                                    

Tanpa menunda lagi akhirnya Arven membawa Bianca menuju ke ruangan kesehatan. Dimana Bianca menunjukan ruangannya ada dilantai dua.
Melihat kepergian Arven, membuat Ara dan Safira berlari keluar dari perpustakaan. Mereka tidak boleh membuang kesempatan itu untuk kabur dan menemui Bryan.

"ayo, Ara. Kita harus cepat" ucap Safira menarik tangan Ara

Mereka berdua pun berlari menuju pintu gerbang yang masih jauh dari sana, namun tidak membuat mereka menyerah. Mengabaikan tatapan aneh dari mahasiswa lainnya, mereka masih berlari melintasi lapangan basket yang cukup luas di depan mereka.

Bruukk

"arrgghh.." erang Safira dan Ara yang jatuh terduduk di lapangan basket

Safira mendongakan kepalanya menatap pria yang menabraknya dengan keras. Disana ia melihat dosennya yang menatap kearah mereka berdua, serta seorang pria asing.

"apa yang kalian lalukan?? Kalian sedang lomba lari??"

Safira dan Ara menatap ke arah pria yang masih berdiri di depannya, bahkan Ara sudah mematung di tempatnya. Apalagi melihat seringaian pria didepannya, membuatnya sulit bernafas dan gemetar.

.....

Braakk

"awwhh.."

Ara mengusap sikunya saat menabrak lantai kamarnya, masih dengan isak tangisnya yang memilukan ia mengabaikan rasa sakit itu dan menjauhi pria berbahaya di depannya.
Endy menatap sinis ke arah Ara, setelah salah satu sahabatnya membodohi Arven dan membuatnya lengah menjaganya. Ia membawa paksa Ara kembali ke rumah, mengabaikan rontakan dan tangisan Ara yang meminta dilepaskan.

"dasar, jalang kecil. Beraninya kau membodohi Arven, kau pikir kau akan berhasil? Hah??"

Endy mencengkram dagu Ara dengan kuat, mengabaikan ringisan yang keluar dari bibir Ara. Air mata kembali jatuh namun seolah tidak ada artinya bagi Endy, membuat pria itu semakin menyiksanya.

"sekarang nikmati hukumanmu, sayang"

"jangan..ku mohon Endy, jangan lakukan itu" pinta Ara

Endy menarik paksa tubuh kecil Ara ke arah ranjangnya, di baringkannya secara paksa dan tidak lupa mengikat kedua tangan ara di atas kepala ranjang. Entah sejak kapan Endy menyiapkan tali itu, namun dengan kuat ia mengikat kedua tangan Ara. Tidak hanya kedua tangannya, tetapi juga kakinya dikaitkan dengan sebiah besi panjang disetiap ujungnya memiliki bulatan seperti borgol. Kedua kaki Ara di masukan dan di kunci dengan kuat.

"hentikan, aku mohon, Endy.."

"kita lihat, apa kau masih ingin kabur setelah ini??" ucap Endy dengan seringaiannya

Ara memggerakan tangan dan kakinya yang terikat, namun hal itu membuat alat yang mengikat kakinya membuat panjang besi itu semakin panjang. Membuat paha Ara semakin terbuka lebar dan menunjukkan pakaian dalamnya.

Shit!!

"ini asalah batang teleskopik, dimana setiap gerakan akan menyebar lebih luas.." Ucapnya sembari menyentuh batang besi yang terpasang dipergelangan kaki Ara

Endy menaiki ranjang dan mengusap lembit wajah Ara, mengecup sekilas bibir manisnya sebelum memberikan pelajaran pada wanitanya.

"ap..apa yang kau lakukan, jangan lakulan itu Endy. Aku mohon"

"sstttss.. Kau akan menikmati hukumanmu sayang. Dan aku akan memberimu hukuman yang nikmat jika kau mengulangi lagi kesalahanmu"

"aku minta maaf, aku tidak ada maksud membohongi Arven-"

"oh..sayangnya aku tidak percaya dengan jalang kecil sepertimu. Kau tetap harus dihukum, Ara.."

Endy merobek pakaian ara dengan kasar, bahkan saat ini bra dan celana dalamnya sudah nampak dibalik robekan pakaiannya. Mengabaikan permohonan Ara, Endy melancarkan aksinya diatas tubuh Ara. Mencecap semua bagian tubuh Ara dan tidak lupa meninggalkan tanda kepemilikannya.

Ara menahan desahannya dengan kuat, ia tidak ingin mengeluarkan menjijikan itu dan akan membuat Endy tersenyum menang. Ia tidak ingin membuat Endy besar kepala dengan desahannya, seolah ia menikmati apa yang Endy lakukan pada tubuhnya.

Endy melepaskan pagutannya pada bibir Ara, ciumannya merambat ke leher dan berhenti di kedua payudaranya. Puting itu kembali menegang, membuat Endy tidak sabar mengulumnya. Tubuh Ara bergerak dengan gelisah saat sensasi itu membakar tubuhnya. Ia tidak tahan dengan reaksi yang ia rasakan, rasanya ia ingin tenggelam dalam arus kenikmatan itu. Jika saja pria yang menjamah tubuhnya ini bukan pria brengsek, yang memgambil keperawanannya mungkin ia akan mendesah nikmat menyebut nama prianya.

"mendesahlah, aku ingin mendengar kau menyebut namaku. Jangan buat aku seolah bercinta dengan mayat.." sungut Endy

"dalam mimpimu" ujar Ara marah

Endy menyeringai melihat keangkuhan Ara, mungkin mulutnya menolak tetapi tubuhnya seolah mendamba sentuhannya.

"baiklah, jangan salahkan kalau aku akan membuatmu mendesah dan menyebut namaku berulang kali"

Endy kembali melumat puting Ara dengan kuat dan kasar, tidak ada kelembutan disana. Seolah Endy ingin memberikan hukuman pada Ara dengan keras, tangannya pun tidak tonggal diam. Dengan sekali sentak ia berhasil merobek celana dalam ara, menyajikan bagian intim Ara yang nampak mengkilap karena basah.

"bersiaplah, sayang"

Ara mengejang saat merasakan hembusan hangat dibagian intinya, disana Endy sedang menggoda miliknya dengan lidah panasnya. Sapuan lembut seperti usapan bulu halus menyerang intinya, ujung lidah pria itu seolah menari-nari dipusatnya.

"Emmm.." erangan kecil lolos dari bibirnya

Membuat Endy tersenyum menang, ia pun semakin semangat menggerakan lidahnya disana. Bahkan semakin dalam dan mulai menusuk ke inti Ara, memancing cairan hangat itu datang. Sementara tubuh Ara semakin melengkung dengan indah, membusungkan dadanya saat sensasi geli menyerang intinya.

"haahhh.." ia sudah tidak bisa menahan desahannya

Ia tidak sanggup menolak kenikmatan yang Endy berikan, bahkan perutnya seolah diremas dan sesuatu seolah terdorong ingin keluar. Ia tidak bisa menahannya lagi, bahkan kakinya sudah menekan kepala Endy dengan kuat.

"aahhh.." lolong Ara saat gelombang itu datang menyerangnya

Tubuhnya bergetar merasakan gelombang itu, ia merasa lemas dengan apa yang baru saja ia dapatkan. Sementara Endy membersihkan sisa cairan itu dengan begitu semangat, mengabaikan lenguhan nikmat Ara yang mengalun lembut ditelinganya.

Endy mendongakan kepalanya dan menatap Ara yang masih lemas akibat pelepasannya. Ia pun mencium bibir Ara dengan kasar, bahkan Ara masih bisa merasakan cairannya disela-sela ciuman mereka.

"kau lihat, kau pasti kalah, Ara.."

Ara menatap tajam ke arah Endy yang masih berada diatas tubuhnya, dan lihat saja senyum kenangan pria itu membuatnya muak.

"kembalilah berulah, jika kau ingin aku menghukummu lebih parah dari ini. Menurutlah jika kau tidak ingin melihatku berubah menjadi monster, Ara.." ujar Endy penuh peringatan

Ara hanya mendengus tidak suka mendengar ucapannya, ia memilih memalingkan wajahnya dari pada melihat senyum Endy yang memuakan. Endy melepaskan semua ikatan ditangan serta pada kaki Ara, setelah itu ia memilih keluar dari kamar Ara dan kembali mengurusi pekerjaannya.

Hohohoooo...
Author ngak tahu sih nama pastinya alat yang dipakai, itu diambil dari salah satu film barat yang berbau bdsm🤭🤭 jadi jangan berpikir yang aneh2 ya🤣🤣🤣

You're Mine (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang