50. Luka

678 18 0
                                    

Ara mengeryit bingung saat mendengar ucapan Endy yang begitu lirih. Ia tidak tahu apa yang dipikirkan Endy saat ini, apalagi mendengar gerutuannya.

"memang sejak dulu kau gila" ucap Ara tanpa sadar

"ahhh... Coba lihat sekarang, dia menghinaku. Sepertinya aku butuh dokter, untuk menghilangkan bayangannya.." ucap Endy geram

Bayangan?? Apa maksud Endy?? Apa???

"jadi kau menganggapku khayalan??" tanya Ara

Endy masih sibuk dengan pemikirannya dan mengabaikan pertanyaan Ara.
Merasa diabaikan, Ara melancarkan aksinya dan membuat Endy tersadar.

Rasa menyengat dilengannya membuat Endy berteriak dan mengusap lengannya, warna merah pun begitu jelas terlihat dikulit lengannya. Ara tertawa melihat Endy yang berteriak kesakitan akibat cubitan kerasnya dilengan pria itu.

"kau-"

"apa?? Masih menganggapku bayangan atau ilusi mu??" ketus Ara

Endy menutup mulutnya kembali saat ingin mengumpat, ia memperhatikan Ara dari atas sampai bawah. Ia tidak sadar jika apa yang ia lihat adalah sosok Ara yang nyata.

Ini bukan ilusi. Tapi...

Seolah mengingat sesuatu, Endy menarik Ara dan membawanya ke kamarnya. Setelah menutup pintu kamarnya ia kembali menatap Ara yang masih terkejut dengan tindakannya.

"apa yang kau lakukan disini??"

Ara mencelos melihat Endy yang kembali bersikap datar dan dingin.

"aku-"

Tok tok tok

Ara dan Endy menoleh ke arah pintu, terdengar Liana sedang memanggil namanya. Baik Endy ataupun Ara kelimpungan, karena tidak ingin hubungan mereka diketahui Liana ataupun Roy. Sebelum Liana masuk ke dalam kamarnya, Endy kembali menarik tubuh Ara dan bersembunyi dibalik tirai jendela kamarnya.

Ceklek

Endy menekan tubuh Ara dan membuat tubuhnya terhimpit tubuh Endy dan jendela. Dengan posisi seperti ini membuat Ara bisa mendengar detak jantung Endy yang cepat, seperti detak jantungnya saat ini.

Liana membuka pintu kamar Endy dan mengedarkan pandangan ke ruangan kamar.

"kemana anak itu.." keluhnya

Melihat kamar Endy yang kosong membuat Liana kembali mencari keberadaan ara yang tiba-tiba menghilang. Setelah meletakan kotak obat dan segelas air minum, liana mencari keberadaan ara disekitar rumah.

Hufft

Endy menghela nafas lega saat liana sudha keluar dari kamarnya, ia menunduk melihat Ara yang masih dipeluknya dengan erat. Tubuh mungil yang selalu pas didekapnya kini begitu melengkapi kekosongannya beberapa hari ini. Degup jantungnya pun berdetak tidak karuan saat gejolak didalam tubuhnya menginginkan tubuh Ara lebih.

Sementara Ara yang berada didekapan Endy, mampu mendengar detak jantung Endy yang berdetak cepat. Sama seperti detak jantungnya saat ini. Farfum Endy menguar diindra penciumannya, membuat percikan gairah diantara mereka begitu menguasai atmosfir sekitar.

Kesadaran Ara membuatnya mendorong tubuh Endy yang masih mendekapnya, ia menyibak tirai jendela yang menutupi tubuh mereka dan melihat keluar.
Aman. Aku harus pergi sebelum tante Liana datang.

Greeb

Ara terpekik pelan saat merasakan punggungnya menghangat, dimana Endy yang tengah memeluknya dari belakang. Deru nafas pria itu pun menerpa kulit lehernya, dan membuat Ara semakin meronta.

"Endy, aku harus keluar dari sini.."

Ara melepaskan diri dari dekapan Endy dan meninggalkannya yang masih terdiam. Ia tidak ingin Liana ataupun bawahan Endy melihatnya berada di dalam kamar tuan rumah.

Dengan mengendap pelan, Ara menuruni tangga dan berjalan perlahan menuju ruang tamu.

Liana masih mencari keberadaan Ara ditaman samping, dengan kotak obat yang berada ditangannya.

"kemana Ara, apa dia pulang??" gumamnya

Huffft

Ara menghela nafas lega saat ia sudah berada diluar gerbang kediaman Endy, dengan rasa lega yang begitu membuncah ia memeutuskan untuk pulang.

Endy memutuskan keluar dari kamarnya dan tidak sengaja bertemu dengan Liana.

"kamu baru keluar kamar??" selidik Liana melihat Endy yang baru saja keluar dari kamarnya

"i..iya. Kenapa mama menatap Endy seperti itu??" ujarnya gugup

"mama mencari Ara, kau lihat gadis diruang tamu?? Mama mencarinya dari tadi, tapi dia tidak ada..."

Endy mengeryit saat mendengar Liana menyebut nama Ara. Apa mereka saling kenal?

"aku tidak lihat" ucap Endy datar

"mama jadi hutang budi sama dia.." keluh Liana

Endy semakin penasaran dengan hubungan Liana dan Ara, bahkan Liana sampai mengatakan jika ia memiliki hutang budi dengannya. Apa yang sudah ia lakukan sampai membuat Liana sepeduli ini dengan orang baru. Endy tahu sifat Liana yang akan bersikap dingin dan ketus dengan orang yang baru pertama kali ia temui, namun melihat sikap mamanya kali ini membuatnya penasaran dengan apa yang sudah Ara lakukan.

"Endy, ini darah siapa?? Kamu luka??"

Teriakan Liana menarik kesadaran Endy, ia pun melihat dirinya sendiri dan menemukan noda darah dibagian kemejanya. Darah. Endy tahu jika itu bekas darah, tetapi ia tidak ingat itu darah milik siapa dan mendapatkan noda itu dimana. Karena seharian ia hanya sibuk diruang kerjanya.

"ini..ini bukan darah. Tadi.. Aku tidak sengaja mengotori kemejaku dengan saos" kilah Endy

"sepertinya kau harus menikah, biar ada yang mengurusmu, nak" ujar Liana prihatin dengan sang anak

"sudahlah, ma. Aku bisa melakukannya sendiri apa yang aku mau"

"terserah kau saja. Mama semakin sedih kalau mengingat Ara, oh..ya ampun. Semoga lukanya tidak parah dan semoga ia mengobatinya" ucap Liana dengan sedih

"luka? Maksud mama-"

"mama tadi hampir saja dirampok penjahat. Tapi untungnya Ara menolong mama dan dia terluka, saat pria itu menodongkan pisau. Perampok itu gagal karena mama berteriak minta tolong. Makanya mama membawa Ara kemari dan mengobatinya, tapi dia sudah pergi... Endy kau mau kemana??"

Teriakan Liana diabaikan oleh Endy, karena saat ini ia harus menemukan Ara secepatnya. Ia pun menghubungi Nico untuk mencari keberadaan Ara disekitar komplek.


Hampir saja ketahuan🤭🤭🤭

You're Mine (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang