39. Apartement

670 22 0
                                    

Dering ponsel milik Endy membuat Ara mengerang protes, karena ia baru saja tertidur nyenyak saat menjelang pagi. Sejak Endy mendekapnya, ia tidak bisa memejamkan matanya. Pergerakan Endy yang ada disebelahnya membuat Ara kembali memejamkan matanya.

Endy meraih ponselnya yang berbunyi nyaring, dengan kesal ia menerima panggilan tersebut yang sudah mengusik tidur nyamannya. Raut wajahnya berubah datar setelah menerima panggilan diponselnya.

"Arven, aku ada tugas. Lakukan hari ini, jangan sampai kau meninggalkan satu apapun.."

Ara yang masih memejamkan matanya berpura-pura tidur hanya bisa terdiam dengan benak yang dipenuhi dengan pertanyaan. Ada apa dengan Endy yang terlihat begitu panik, setelah berbicara dengan seseorang dari panggilan ponselnya.

Apa ada sesuatu yang terjadi??

Cup

"bangunlah, atau mau ku cium lagi"

Ara memaksakan matanya terbuka saat mendengar ancaman Endy, bahkan kecupan ringan dikeningnya masih terasa.

"aku akan menemui Clairy, bersiaplah aku akan mengantarmu ke suatu tempat" ujar Endy dan melangkah keluar dari ruangan

Ara masih mematung ditempatnya, ia tidak bisa mencerna apa yang diucapkan oleh Endy. Bahkan saat ini ia bingung harus melakukan apa.

Selang tiga puluh menit setelah mengurus biaya administrasi perawatan Ara, Endy kembali ke ruang perawatan.

"sudah siap??" tanyanya yang diangguki oleh Ara

Melangkah pelan dibelakang Endy demi menghindari tatapan memuja para perawat ataupun wanita yang ada dilorong rumah sakit, membuat Ara enggan berjalan disebelah Endy.
Endy yang sedang fokus dengan ponselnya pun terhenti saat mengetahui jika Ara berjalan terlalu pelan dibelakangnya. Tanpa menghiraukan tatapan memuja dari sekitar, ia meraih pinggang ara dan menjajarkan langkahnya dengan langkah pelan Ara.

"eh-"

"kau jalan atau apa? Lamban sekali. Apa ini taktikmu, agar aku bisa menggendongmu, begitu??" bisik Endy

"jangan menuduh sembarangan, aku tidak aaa"

Dengan sigap Ara mengalungkan tangannya pada leher Endy, dimana pria itu dengan tiba-tiba menggendongnya ala bridal style. Tidak ingin mendapat tatapan tajam dari sekitar, ia memilih menyembunyikan wajahnya didada bidang Endy.

"aku tahu, kau pasti menyumpahi ku kan?" sinis Endy

Ara mendengus pelan dan memilih menikmati irama detak jantung Endy yang berdetak cepat. Untuk saat ini tempat yang aman adalah dada bidang milik Endy, meskipun tatapan tajam sekitar tidak membuatnya takut hanya saja ia ingin satu hari bebas dari tatapan mematikan dari wanita penggemar Endy.
Ara yakin jika mereka semua tahu sikap menyebalkan pria ini, pasti mereka tidak akan sudi menatap memuja apalagi bermimpi ingin menjadi kekasih Endy.

"sepertinya kau nyaman diposisi seperti ini?"

"lepaskan aku, ini bukan salahku atau kemauanku. Ini semua ulahmu sendiri, aku tidak memintamu untuk-

Dukkk

"aarrgghh"

Ara meringis kesakitan saat pantatnya mendarat dengan bebas dihalaman parkiran rumah sakit. Untung saja tidak ada orang yang melihat, bisa dipastikan ia tidak akan pernah menginjakkan kakinya dirumah sakit itu lagi.

"kau-"

"apa lagi??" tantang Endy

Ara menghentikan protesnya, ia pun bangkit dari duduknya dan masuk ke dalam mobil. Sementara Endy hanya tersenyum tipis melihat wajah kesal Ara, sungguh semakin membuatnya manis dan membuatnya bisa mengalihkan sedikit dari kepenatannya hari ini.

"ini kan bukan jalan pulang-"

"aku akan menunjukan suatu tempat, diam dan jangan banyak bertanya. Karena akan ada waktunya aku menjelaskan" sela Endy

Lagi-lagi Ara mengutuk pria disampingnya ini, sikapnya selalu berubah-ubah layaknya bunglon. Terkadang ia akan bersikap manis yang berujung dengan membuat hati dan pikirannya bingung setengah mati, terkadang sikap jahil yang selalu bisa membuat ia marah. Dan saat ini wajah datar bahkan berbicara irit kepadanya. Tanpa memikirkannya lebih jauh, Ara kembali memperhatikan jalanan yang ada di depan.

Beberapa menit kemudian mereka tiba disebuah gedung tertinggi dan mewah dikotanya. Bahkan Ara tahu total lantai yang ada di gedung ini, lebih dari tujuh puluh lantai dan menjadi salah satu gedung yang dicari para investor. Dimana gedung yang dijadikan apartemen dengan segala fasilitas mewah dan canggih, menjadi daya tarik beberapa orang kelas atas. Ara memalingkan wajahnya kearah Endy yang masih duduk tenang disebelahnya.

"ayo turun.."

Ara dan Endy pun memasuki loby gedung tersebut, setelah mendapatkan kunci ia membawa Ara menuju ke lift dan menuju ke lantai enam puluh tujuh. Sebuah ruangan yang terdiri dari dua kamar, ruang tamu, dapur dan ruang kerja tersuguhkan di depan mata mereka. Entah berapa puluh dolar yang dikeluarkan Endy hanya untuk menyewa apartement tersebut.

"itu kamarmu, mulai saat ini kau tinggal disini"

Deg.

Ara menatap nanar ke arah Endy, apa dia sudah menemukan seseorang yang memang ia cintai. Sampai harus membawanya ke apartemen miliknya? Rasa sesak kembali menyerangnya, bukan karena alerginya kambuh, melainkan sesak yang begitu menyiksanya bahkan air matanya seolah dipaksa keluar saat ini juga. Sekuat tenaga ar5a bersikap biasa, mungkin ini awal dia akan bebas dari Endy.

"semua kebutuhanmu sudah ada dikamar, Sela akan datang setiap pagi dan pulang saat siang. Semua kebutuhanmu akan disiapkan olehnya, Arven juga akan bertugas seperti biasa.." jelas Endy panjang lebar

"kalau kau butuh sesuatu kau bisa-"

"aku tidak butuh apa-apa. Aku mau istirahat.." sela Ara datar

Tanpa memperhatikan tatapan bingung Endy, Ara membuka pintu kamar yang akan ia tempati. Entah berapa hari atau bulan ia tidak tahu, ia merebahkan tubuhnya yang lelah. Lelah dengan perubahan sikap Endy, bahkan saat ini Endy seolah membuangnya setelah adegan romantis dirumah sakit. Namun saat ini Ara kembali dihempaskan dengan kenyataan, dimana ia yang hanya menjadi mainan Endy saat pria itu bosan atau marah.

Setetes air mata lolos begitu saja, ia berharap sesak yang ditimbulkan segera hilang. Dan ia bisa bangkit kembali menjadi Ara yang tegar dan kuat, sebelum ia mengenal Endy ataupun Bryan.

Endy menatap dengan pandangan datar ke pintu kamar Ara, ia melihat sorot kesedihan dimata Ara saat ia mengatakan jika Ara harus tinggal disini. Tetapi Endy tetaplah Endy, ia tidak akan peka dengan perasaan seorang wanita. Memahami seorang wanita cukuplah sulit, lebih baik ia berpikir keras untuk memenangkan tender daripada harus memikirkan wanita.

Diliriknya jam tangan dimana menujukan waktu beberapa jam lagi ia harus ke bandara, setelah menghubungi Sela ia memutuskan untuk segera ke bandara.




Hemm... Sebenarnya ada apa nih, kok tiba2 Ara dipindahkan ke Apartemen?? Apa ada hubungannya dengan si wanita yang menjadi kekasih Endy???

Kepoin terus ya guys
Next part, jangan lupa vote dan coment😘😘

You're Mine (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang