49. Rampok

636 20 0
                                    

"ck. Darimana pemikiran itu, pa?? Dan apa?? Jenny?? Apa hubungannya denganku??" tanya Endy kesal

"jangan membohongi papamu, nak. Papa yakin jika bukan karena Jenny, tuan Jeremy tidak akan mau menjalin kerja sama denganmu" ucap Roy

"harus berapa kali Endy katakan, ini bukan karena Jenny ataupun hal lainnya. Tuan Jeremy menyetujui kontrak kerjanya karena memang ini menguntungkan baginya. Jadi singkirkan pikiran papa mengenai Jenny"

"lalu siapa yang sudah membuatmu seperti ini??"


......

Ara menghentikan langkahnya saat melihat seorang pemuda sedang menarik tas milik wanita paruh baya. Mengabaikan kedua sahabatnya ia mendekati wanita itu dan menolongnya dari aksi perampokan.

"setahkan tasnya, atau mati!!" bentak seorang pria dengan penutup wajah

Liana terus berontak mempertahankan tas miliknya, ia pun berteriak meminta tolong sekitar yang memang cukup sepi.
Pria itu terus menarik tas Liana dan mengeluarkan pisau kecil yang berada disakunya.

"hentikan.."

Perampok itu pun menghentikan aksinya dan menatap bengis ke arah Ara yang sudah menggagalkan aksinya.

"siapa kau, berani sekali menghalangiku"

Ara maju ke depan dan melindungi wanita yang menjadi korban, meskipun ia sendiri takut dengan pria seram di depannya. Namun ia tidak akan diam saja melihat seseorang dalam kesulitan.

"aku akan berteriak, agar orang-orang memukulimu" ucap Ara

Pria di depannya hanya tersenyum sinis dibalik topengnya, dengan mengabaikan peringatan Ara, ia mendorong tubuh Ara dan kembali menarik tas yang menjadi targetnya.

Tidak bisa dibiarkan.

Entah keberanian dari mana, Ara memukul kepala pria itu dengan kuat. Dan aksinya berhasil membuat pria itu semakin geram dan mendekatinya.

"beraninya kau!!"

Pria itu mengayunkan pisau kecilnya ke arah Ara, dan mengenai lengan kirinya.

"aarrgghh.."

Ara menringis kesakitan saat lengannya terluka bahkan mengeluarkan darah yang sudah merembes ke bagian lengan bajunya. Melihat kejadian itu membuat Liana berteriak meminta tolong.
Beberapa orang yang baru melintasi tempat itu pun segera mendekati mereka, dan membuat si pria melarikan diri.

"ayo nak, ikut tante.."

Ara mengangguk dan dibantu Liana masuk ke dalam mobilnya. Selama diperjalanan Liana membantu Ara menekan luka pada lengannya.

"kita harus ke rumah sakit, darahnya tidak bisa berhenti" ujar Liana panik

"tidak perlu tante, ini hanya luka kecil. Sebentar lagi pasti kering.."

"kau yakin??"

Ara mengangguk yakin, ia tidak ingin menyusahkan orang lain.

"kalau begitu, kamu ikut tante pulang. Biar tante obati di rumah, ya.."

Tanpa bisa menolak, Ara pun menyetujui permintaan Liana. Perjalanan menuju rumah Liana mengingatkan Ara pada perjalanan menuju ke mansion Endy. Mengingat nama pria itu membuat Ara semakin sesak, ia begitu merindukan Endy. Apapun yang sudah pria itu lakukan, Ara seolah mudah memaafkannya. Karena ia menyadari bahwa dirinya telah jatuh cinta pada Endy, pria brengsek yang sudah membeli tubuh dan hidupnya. Pria yang membawanya pada kesakitan dan cemoohan orang-orang sekitar. Bahkan mendapat julukan jalang dari teman kampusnya.

Gerbang di depan membuat tubuh Ara menegang, ia menoleh ke arah Liana yang tersenyum ke arahnya.

"ini rumah anak tante.." ucap Liana

Mobil yang mereka tumpangi pun berhenti tepat dihalaman rumah Endy, Ara semakin bingung harus keluar atau pergi dari sana. Ia tidak ingin Liana mengetahui siapa dirinya sebenarnya, ia tidak ingin Liana menganggapnya seperti wanita murahan seperti Kim ucapkan.

"ayo, Ara. Kita masuk.."

"em.. Tante, ak..aku.."

"lukamu harus segera dibersihkan, biar tante bantu.."

Tanpa bisa menolak, Ara hanya bisa pasrah saat Liana membimbingnya masuk ke dalam rumah. Ia berharap jika di dalam tidak ada Nico, Sela, ataupun Endy.

"tunggu disini, tante ambilkan kotak obat dan minum"

Ara memperhatikan seluruh ruangan, ia merindukan suasana rumah ini. Rumah yang sudah beberapa bulan tidak dikunjunginya, rumah yang setiap sudutnya memiliki kenangan tersendiri bagi ara.

.....

Endy menatap datar Roy yang masih memberondonginya dengan pertanyaan yang sama.

"dia bukan siapa-siapa, pa.."

"kau pembohong ulung, nak. Papa mu ini sudah menyelami asam garam dunia. Papa tahu jika bukan karena wanita, kau tidak akan seperti ini. Jadi siapa dia??"

"suatu saat nanti kalian akan tahu siapa dia. Endy harus pergi, ada urusan diluar"

Endy meninggalkan ruangan kerjanya dan memilih untuk menghindari Roy, yang selalu mennayakan wanita yang sedang dekat dengannya.

Langkah endy terhenti saat ia memasuki ruang tamu, dimana ia melihat sosok Ara sedang duduk disana.

"oh..ayolah. Sebenarnya aku ini kenapa?? Tidak bisakah aku berhenti memikirkannya. Bahkan sekarang, lihatlah. Dia sedang duduk disana..ck aku sudah gila sepertinya" gerutunya

Ara menoleh ke arah Endy yang sedang menatapnya, ia tidak tahu sudah berapa lama pria itu menatapnya disana tanpa menghampirinya.

"Endy..."

Endy tersadar dari lamunannya, berusaha menghilangkan sosok Ara yang saat ini tengah menatapnya.

"sialan. Bisa tidak kau enyah dari pikiranku"

Lagi-lagi Endy menggerutu tidak jelas. Melihat Endy yang bergumam tidak jelas membuat Ara melangkah mendekatinya.

"Endy.."

Endy tersentak saat ara menyentuh pundaknya, ditatapnya wajah Ara yang tepat berada di dekatnya. Endy menggelengkan kepalanya, ia semakin mengutuk sosok khayalan Ara yang semakin membuatnya gila.

"sepertinya aku mulai gila"



Gawat nih, bisa-bisa ketahuan sama orang tua Endy😲😲
Kira-kira apa ya yang bakalan dilakuin Endy, biar ngak ketahuan🤔🤔

You're Mine (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang