62. Terbongkar

699 24 0
                                    

Ara yang belum cukup kuat berdiri membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan teriakannya seolah Tidak didengar oleh Bryan. Melihat endy yang sudah tersungkur dengan Bryan yang masih memukulinya, membuat Ara tidak bisa beridam diri. Ia mencari sesuatu untuk bisa membuat seseorang melerainya. Ia pun mengambil dan menekan beberapa kali tombol yang ada disamping ranjangnya, berharap suster ataupun dokter bisa ke ruangannya segera.

"Bryan, aku mohon..hiks.."

Bryan menghentikan tindakannya dan menatap sinis ke arah Endy yang hampir kehilangan kesadarannya. Wajah penuh lebam dan darah mengalir dari mulutnya.

"kalau aku tahu sejak lama, sudah ku lakukan ini saat itu juga" sinisnya

Endy benar-benar kesulitan mengatur nafasnya, seluruh tubuhnya begitu sakit dan remuk. Ia hanya bisa mengerang saat rasa sakit itu menyerang tubuhnya.

"Bryan, aku mohon bantu Endy. Panggilkan dokter" pinta Ara dengan derai air mata yang membasahi wajahnya

"biarkan saja dia. Lebih baik dia mati, dan tidak bertemu denganmu"

Ara memanggil nama Endy agar ia tetap sadar, beberapa saat kemudian para suster dan dokter Rollan datang ke ruangannya. Rollan yang melihat Endy terkapar dengan luka lebam diwajahnya segera menolongnya.

"Endy, bangun. Bangun, En.."

"dokter, bagaimana keadaan Endy??"

"siapkan ruangan untuk pasien.."

Tanpa menunggu lama Rollan membawa Endy dan beberapa suster keluar dari ruangan. Ia pun bergegas memberikan penolongan pada Endy yang tidak sadarkan diri akibat perbuatan Bryan. Sementara Ara maaih menangis sesegukan di dalam dekapan Mario. Selang beberapa menit setelah kepergian Rollan yang membawa Endy ke ruangan pemeriksaan, Mario masuk ke dalam ruangan Ara dan mendapati anaknya menangis.

"bagaiman kalau Endy-"

"sstt, jangan berpikir seperti itu, Ara. Lebih baik kita berdoa, semoga Endy baik-baik saja.."

Ara tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan Endy saat ini, sementara pelaku yang membuat Endy terluka hanya diam disudut ruangan.
Ara menatap Bryan yang masih bungkam setelah melakukan pemukulan itu.

"seharunya kakak tidak perlu memukulnya seperti itu. Apa yang kakak pikirkan, hah?? Bagaimana kalau Endy sampai mati??" ujar Ara marah melihat Bryan yang seolah tidak menghentikan aksinya

Padahal ara sudah berteriak dan memohon padanya agar tidak memukuli Endy, namun tetap saja ia terus memukuli Endy sampai pingsan.
Mario yang sejak tadi menenangkan Ara pun angkat bicara.

"lebih baik, kau pulang dan renungkan kesalahanmu. Ayah akan menyuruhmu kembali dan meminta maaf pada Endy setelah dia sadar"

"ayah, aku tidak mau minta maaf. Dia pantas mendapatkannya-"

"kita sudah membahas ini, Bryan. Dan ayah mau kau mengerti, biarkan Ara bahagia dengan pilihannya.."

Tanpa mengucapkan sepatah kata Bryan memutuskan untuk pulang, ia kesal dengan Mario yang begitu mudah memaafkan Endy. Padahal Ara sudah hancur dan dirusak olehnya, namun Mario seakan menyetujui hubungan keduanya.

"aargghh, sialan kau Endy" umpatnya

"kau lihat, kan. Baru beberapa hari menjadi anak ayah, dia sudah mempengaruhi ayah. Apa kau yakin jika dia adalah Celia??"

Bryan menghentikan langkahnya, ia menatap sinis ke arah Kim.

"lebih baik kau diam dan memperbaiki hubunganmu dengan Ara.."

Kim tertawa hambar.

"buat apa aku harus mengakui yang memang bukan kebenarannya. Pasti dia sudah merencanakan ini semua, Bryan"

You're Mine (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang