💪💪💪
Gadis berpita hitam itu memasuki kelas dengan tatapan sendu, bahu merosot, langkah kaki yang lambat. Tidak ada senyum seperti biasanya. Ia merasa lelah, padahal gadis itu tidak melakukan hal berat apa pun. Mungkin hatinya yang lelah.
“Bocil, lo kenapa?”
Pertanyaan yang mengundang banyak perhatian itu terlontar dari bibir Asa kepada sahabatnya Yaya. Terlihat bahwa Yaya keadaannya tidak baik-baik saja.
“Capek..” lirihnya yang langsung
menelungkupkan kepalanya di atas meja.
“Lo lari-lari ke sini? Apa begimana?” Tanya Asa lagi.“Hati gue yang capek.”
Asa menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya, ia ingin meledak sekarang juga. “Gue udah bilang, stop deketin cowok belagu itu. Dia ga suka sama lo, Yaya!” seru Asa yang kali ini sudah habis rasa sabarnya.
“Dia ga menganggap lo ada! Seharusnya lo tau itu.” Asa langsung memeluk Yaya seusai perkataannya.
“Tapi gue benar-benar suka sama dia” Yaya menghela napas.
Asa diam. Rasanya juga lelah menasehati sahabatnya ini. Asa hanya menenangkan Yaya, sepertinya saat ini bukan nasehat yang di butuh kan Yaya, tetapi hanya dukungan.
“Ada apa nih, pagi-pagi pelukan gitu?” tanya Stev yang baru saja tiba.
“Kenapa? Iri lo?” sewot Asa.
“Dih, ga jelas” jawab Stev.
💗💗💗
“Guys... Perhatiannya sebentar dong!!”
Dayat selaku ketua kelas tengah berdiri di depan teman-temannya.“Ada apa, Yat?” tanya Jeff mewakili pertanyaan mereka semua.
“Gue mau nanya nih. Perihal praktik musik yang di suruh buk Indah itu, persiapan kalian udah mateng belum?” tanya Dayat seraya memerhatikan ekspresi teman-teman sekelasnya.
“Kalau boleh jujur belum begitu sempurna persiapan kelompok gue. Mungkin kelompok yang lain juga.” tanggapan itu dari salah satu teman sekelas mereka, Akbar.
“Bener banget sih. Kalau hari ini di suruh tampil ke depan kayanya belum siap.” kali ini Asa juga menyuarakan pendapatnya.
Karena jujur saja mempersiapkan lagu dan harus bernyanyi bersama tidaklah semudah itu. Nilai lah taruhannya. Belum lagi mencocokkan pendapat tentang lagunya, pembagian lagunya, latihan, dan lainnya.
“Maka dari itu berdirinya gue di sini mau minta persetujuan kalian semua biar praktiknya di undur Minggu depan..”
“Oh kalau itu gue setuju!” Stev menyela ucapan Dayat dengan menggebu-gebu.
“Gue belum siap ngomong..” ujar Dayat menghela napas, bukan hanya Dayat tetapi yang lainnya juga mendesis dan melayangkan tatapan tajam ke arah Stev.
“Hehe, ya maap” ujarnya cengengesan.
“Oke lanjut”“Seharusnya hari ini kita praktiknya. Tapi karena Buk Indah tidak bisa hadir hari ini, beliau meminta untuk kita tetap maju mempraktikkan hasilnya diskusi tentang lagu yang akan di bawakan tetapi melalui video. Yang nantinya video tersebut gue kasih ke Buk Indah, baru deh di nilainya”
“Kalian mau seperti itu atau tidak? Atau mau Minggu depan saja?” tanya Dayat setelah selesai menjelaskan apa yang di katakan guru mereka pagi tadi.Dapat dilihat oleh Dayat bahwa teman-temannya tengah berpikir dan berdiskusi satu sama lain.
“Niat gue Cuma mau meringankan kalian yang belum siap sih. Jadi nanti gue bisa kasih alasan ke Buk Indah biar Minggu depan aja kita praktik. Gimana?”
Usulan Dayat itu mendapat anggukan dari teman-temannya.“Bagus gitu aja, Yat. Jangan sekarang, gue belum siap soalnya.” Yaya kali ini menanggapi.
“Alah bocil. Suara lo kan bagus apalagi yang mau di siapkan?” tanya salah satu teman mereka, Dian.
“Diem lo! Hati gue yang belum siap, kenapa? Masalah buat lo” jawab Yaya dengan nyolot.
“Udah-udah jangan berisik. Berarti setuju kan Minggu depan aja?” tanya Dayat lagi memastikan.
“Iya..” jawab mereka serempak.
Seusai Dayat mengkonfirmasi jawaban teman-temannya, ia langsung pergi keluar sepertinya ia hendak memberi tahu guru mereka.
Sepeninggalan Dayat keluar, kelas menjadi gaduh. Sangat berisik seperti kelas pada umumnya jika tidak ada guru.
Jauh tanpa di sadari mereka semua. Ada hati yang sedang bertanya-tanya, apakah ia melakukan kesalahan atau memang ada kesalahan. Itulah Yang sedang di pikirkan orang tersebut yang ternyata adalah Raga.
Hal itu tertangkap oleh Felix, ia merasa ada kegelisahan yang tampak di mata sahabatnya itu. “Diskusi kemarin ga lancar ya?”
Raga melihat ke arah Felix, “Kenapa?”
“Kayanya ada kendala” jawab Felix tidak jelas.
“Apa sih tai. Ga jelas banget” dengus Raga.
“Lo buat salah sama bocil? Dia kaya ga biasanya tuh.”Raga mengikuti arah pandang Felix yang tengah melihat ke arah gadis yang biasanya setiap pagi selalu mengganggunya tetapi tidak untuk pagi ini.
“Bahkan gue ga tau kesalahan gue di mana” Raga antara bertanya dan berbicara dengan diri sendiri.“Padahal niat gue baik mau nganter dia pulang, tapi malah gue yang di tinggal pulang. Aneh banget.”
“Serius lo mau nganterin dia balik?”
“Jangan-jangan lo udah suka ya sama si bocil?”
Felix menatap Raga takjub.
“Terserah apa kata lo!”
“Eh tapi.. bukannya kemarin kita kumpul bareng Ratu ya.” gumaman Felix itu menyita perhatian Raga dari ponsel yang tengah di genggamnya itu.
“Iya. Kan gue yang nyamperi si Ratu” jawab Raga enteng.
“Jangan-jangan Yaya ngeliat lo lagi berduaan kaya waktu di supermarket terus dia salah paham dan akhirnya dia pulang sendiri.”
“Masuk akal kan?”Raga menganggukkan kepalanya “Jadi karena itu” gumamnya.
Felix yang merasa sudah menyusun teka-teki yang membuat sahabatnya itu bingung telah selesai, ia melangkahkan kakinya begitu saja karena saat ini bel istirahat telah berbunyi.
Felix melihat kembali ke arah Raga sebelum keluar kelas tetapi sahabatnya itu hanya diam seperti orang yang tengah mencerna sesuatu di otaknya. Akhirnya ia benar-benar meninggalkan Raga ke kantin.
“Di supermarket maksud lo?” merasa ada yang janggal Raga bertanya dengan dahi mengerut. Dan dahinya semakin mengerut karena tidak mendapatkan keberadaan Felix di sampingnya.“Tai banget sih gue di tinggal” gerutu Raga.
Salah paham terosssss hihi...
Next..?
KAMU SEDANG MEMBACA
B.U.C.I.N. | End
Teen FictionCinta datang karena terpaksa atau cinta datang karena terbiasa? Teman menjadi pacar, sahabat menjadi pacar, orang asing menjadi pacar dan yang dianggap pengganggu juga menjadi pacar. Pada akhirnya kata Bucin (budak cinta) mewakili masa remaja mereka.