Panggilan

12 3 0
                                    

💗💗💗



“Akhirnya kita punya waktu berdua.”
Lala tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban dari pernyataan pacarnya itu.

Saat ini mereka sedang berkencan, itulah yang di katakan lelaki di hadapannya ini ketika berpamitan kepada kedua orangtuanya.

“Gak nyangka aku bakalan jadi pacar kamu. Kok aku mau yah.”

Stev menatap Lala dengan cemberut. “Jadi kamu terpaksa nih pacaran sama aku?” Tanya Stev dengan bibir mengerucut. Lucu sekali kekasihnya ini, batin Lala.

“Lucu banget sih...” Lala mencubit gemas kedua pipi Stev.

Lala menyatukan tangannya dengan Stev. Mereka melangkahkan kaki menyusuri taman yang dekat dengan rumah Lala. Sederhana. Tapi Lala sangat menyukainya.

Banyak orang yang berlalu lalang, bahkan ada banyak anak kecil yang tengah berlarian. Dapat Stev lihat bahwa senyuman Lala tidak pudar sedikit pun.

“Jangan mau punya anak dulu dong, Ayang...” celetuk Stev.

Lala melebarkan matanya menatap ke arah Stev. “Maksud kamu apa!” sentak Lala dan mencubit perut Stev.

“Aduhh.. sakit ayang.” Stev mengaduh.

“Abisnya kamu ngeliatin bocah-bocah itu gitu banget.” Gerutu Stev.

Lala menatap malas Stev. Dia melangkahkan kakinya meninggalkan Stev di belakang. Lelaki itu melebarkan langkah kakinya untuk mengejar Lala.

“Ayang tungguin...” panggil Stev.







💗💗💗






Keadaan sore hari ini tidak terlalu cerah dan tidak terlalu mendung. Yaya menyukai sore hari ini. Apalagi saat ini ia tengah berjalan dengan bergandengan tangan dengan pacar barunya, Raga.

Tiba-tiba saja lelaki itu menghubungi dirinya untuk bersiap-siap. Ia meminta Yaya untuk menemani dirinya ke salah satu toko buku di pusat kota. Karena saat ini dirinya sudah memiliki pacar, Raga mengajak Yaya bukan lagi mengajak Felix seperti biasanya.

“Memangnya Aga sering ke sini ya?” tanya Yaya.

“Hem. Sama Felix.” Jawab Raga singkat.

Yaya memandang rupa Raga dari samping. Ganteng. Satu kata itu langsung terlintas di otak gadis itu saat melihat Raga yang tengah membaca buku di sampingnya.

Raga mengetahui bahwa Yaya sedari tadi tengah memerhatikan dirinya, membuat Raga ingin tersenyum, tapi ia berusaha menutupinya. Sangat senang, karena sudah lama sekali gadis di sampingnya itu tidak menatap dirinya dengan intens seperti saat ini.

“Udah ngeliatin guenya?”
Yaya tersenyum malu. Ia ketahuan.

“Ganteng yah?” tanya Raga singkat dengan senyum jahil.

“Is Aga. Gue malu tau..” Yaya menutupi wajahnya dengan telapak tangan. Raga tertawa pelan dan mengacak rambut gadisnya itu.

“Ada yang mau lo beli gak?” tanya Raga.

Yaya menggelengkan kepalanya, karena memang niatnya hanya ingin menemani Raga bukan mau membeli sesuatu.

Setelah membayar buku yang Raga butuhkan. Mereka memutuskan untuk makan bersama dengan para sahabat Yaya dan juga Felix. Karena sedari tadi para sahabatnya itu meminta ia dan Raga untuk bergabung dengan mereka.

Di sinilah mereka semua saat ini. Di restoran cepat saji yang ada di salah satu mall. Yaya dan Raga adalah orang yang terakhir datang karena jarak toko buku dengan mall ini lumayan jauh.

“Telat banget ya?” tanya Yaya seraya menarik kursi di samping Jo.

“Enggak kok. Kita juga belum pesan makan.” Jawab Jeff.

Raga melihat Felix di seberangnya yang tengah mengobrol layaknya teman akrab dengan Stev dan Odi. Sejak kapan sahabatnya itu dekat dengan sahabatnya Yaya itu.

“Apa?” tanya Felix dengan dahi berkerut ke arah Raga.

Raga hanya menggelengkan kepala dan balik menghadap ke Yaya. Ia mengacuhkan Felix yang tengah menganga tak percaya melihat tingkah Raga.

“Aga mau pesan apa?” tanya Yaya ke Raga yang sedari tadi tengah memainkan rambutnya.

“Ikut punya lo aja.” Jawabnya singkat dan Yaya langsung menyebutkan pesanannya kepada mas-mas pelayannya.

“Masa udah pacaran masih manggil lo-gue.” Celetuk Jeff.

Yaya hanya menyengir, ia juga baru sadar bahwa saat ini ia dan Raga masih menggunakan panggilan itu. Raga menaikkan alisnya menatap Jeff, lalu menatap Yaya. “Lo mau gue panggil apa?” tanya Raga pada akhirnya.

Yaya mengulum senyumnya sebelum menjawab pertanyaan itu. “Terserah Aga aja.” Jawabnya pelan dengan malu-malu. Mereka semua mendengus dan mendecih pelan melihat budak cinta baru itu.

“Gue sama Lala manggilnya ‘Ayang’.” Ujar Stev tiba-tiba.

“Kalau gue manggil Asa ‘Baby’ dong!” ujar Jeff bangga.

“Ay...” Raga mengeluarkan suaranya. “Aya. Nama panggilan sayang gue buat dia.” Raga mengatakan hal itu santai bahkan tatapannya tidak teralihkan dari wajah Yaya.

“Aya. Aga.” Gumam Yaya yang masih di dengar mereka. Dan sekali lagi mereka mendengus dan mendecih karena saat ini pasangan baru itu tengah tatap-tatapan dengan senyum malu-malu.

“Pesanan datang!!!!!” seru Felix membuyarkan hal romantis di depan matanya.

“Sirik banget lo!” seru Raga.

“Tolong sudahi perbucinan ini. Kawan-kawan ku sekalian.” Felix menggeram menatap ketiga pasangan itu.

Pasalnya saat ini tiga pasangan tak kenal situasi itu tengah mengobral kemesraan di depan jomblo seperti dirinya ini. Di sampingnya Stev dan Lala yang tengah suap-suapan layaknya suami istri, bahkan emak bapaknya gak sampai begitu saat di rumah.

Lain halnya dengan Asa dan Jeff yang saat ini tengah berfoto-foto sok romantis di samping kanannya. Sedangkan pasangan baru Yaya dan Raga dapat dilihatnya sang lelaki yang tidak mengalihkan pandangannya dari sang wanita.

Benar-benar perbucinan.

“Gini amat nasib jomblo. Ya Allah..” Felix menggumam dengan wajah cemberutnya. Jo dan Odi hanya menggelengkan kepala.







Kasihan ya Felix yg malang...

Next⏬


B.U.C.I.N. | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang