“Gak tau malu banget sih Ratu ular itu.”
Asa memasang wajah yang benar-benar ingin muntah setelah mendengar cerita Yaya tentang percakapan antara pacarnya dan Ratu.Sepulang sekolah Raga langsung mengantarkan Yaya pulang ke rumah dan di sana lelaki itu menceritakan semuanya tanpa ada yang di tutupi. Baik perasaannya yang dulu ataupun yang sekarang pada Ratu.
“Segitu cintanya dia sama Aga sampai gila gitu.” Balas Yaya.
“Itu bukan cinta. Tapi memangnya dianya aja yang gak ngotak.” Asa mencerca
habis-habisan walaupun tidak ada orang yang tengah mereka bicarakan.“Tapi gue salut sih sama Raga yang gak goyah karena cinta pertamanya hadir di hubungan kalian.” Ucap Lala.
“Kenapa harus goyah? Kan Aga udah bilang sayang sama gue.” Jawab Yaya yang melihat ke arah Lala dengan heran.
Asa menghembuskan napas kasar, “Polos banget si otak lo. Heran gue.” Ujar Asa tak habis pikir.
“Maksudnya gimana sih?” tanya Yaya yang kebingungan dan menatap ke arah Lala dan Asa bergantian.
Lala menarik bahu Yaya untuk berhadapan dengannya. Jika Asa sudah kehabisan stok sabarnya maka Lala masih menyimpan banyak rasa sabar untuk mengahadapi sahabatnya yang satu ini.
“Jadi gini. Cinta pertama si Raga kan cewek itu dan dia pernah dengan bodohnya rela di jadikan pelampiasan biar tetap dekat sama si Ratu.” Penjelas Lala di dengarkan dengan serius oleh Yaya. Dan kalau boleh jujur saat ini Asa tengah menahan tawanya karena melihat wajah sahabatnya yang sangat serius itu seperti tengah mendengarkan petuah dari guru besar. Haha.
“Yang gue maksud tadi adalah kalau aja si Raga belum terlalu sayang sama lo udah pasti perasaan dia goyah dong karena cewek yang di cintai nya dulu malah melirik dia balik, makanya gue bilang salut sama dia. Udah paham?” Yaya menganggukkan kepala dengan mulut yang berbentuk bulat menggumamkan kata ‘Ooo’.
“Sebenarnya itu juga yang buat gue takut. Tapi karena Felix bilang gue harus percaya sama Aga, makanya gue gak terlalu mikirin itu walaupun tetap aja rasanya takut.” Penjelasan Yaya yang di akhirinya dengan helaan napas.
Asa bangkit dan duduk di tengah-tengah kedua sahabatnya itu, “Udah-udah sekarang kita happy happy aja. Hem... Ngomongin apa ya enaknya.” Asa mengetukkan jarinya di dagu seolah berpikir.
“Liburan!” ujar Lala antusias.
Asa menukikkan alisnya menatap Lala. “Perasaan gue aja atau memang liburan kali ini lo terlalu antusias?”
Yaya seakan membenarkan ucapan Asa, ia menganggukkan kepalanya samar. “Lala sesenang itu ya?” tanyanya juga.
“Hem gimana ya... Impian gue itu awalnya liburan bareng kalian dan juga para lelaki itu karena pada saat itu kan gue nyimpen perasaan untuk Stev jadi memang gue udah menantikan liburan kali ini.” Balasnya panjang lebar seraya tersenyum lebar yang sangat jarang di perlihatkan nya.
“Di tambah lagi sekarang kita udah punya pasangan masing-masing. Lengkap deh rasa senang gue.” Lala memandang Yaya dan Asa masih dengan senyum yang terpatri di bibir tipisnya itu.
Seakan senyum Lala tertular, Yaya juga menyunggingkan senyumnya. “Senang deh liat Lala hari ini banyak bicara.” Ujaran polos itu keluar begitu aja dari mulut Yaya.
Lala meringis malu dan Asa hanya menggeleng terkekeh.
Sepulang Asa dan Lala dari rumahnya Yaya merasa sepi lagi. Ia sangat-sangat menyukai keramaian. Sungguh. Walaupun kedua sahabatnya itu pulang setelah Maghrib tetap saja ia merasa kesepian lagi.
Tiba-tiba gadis berbaju tidur pink itu menegakkan kembali tubuhnya dari tiduran. Mengambil ponsel dan ia menelepon nomor sang kekasih. Menunggu beberapa detik dan sambungan itu tersambung.
“Halo Aga!”
Seruan senang itu dibalas kekehan dari seberang sana.
“Ada apa Ay?”“Aku pengen makan popcorn yang di bioskop. Temenin beli yuk..” ujarnya harap-harap cemas dengan menggigit bibir bawahnya.
“Tunggu aku dalam waktu sepuluh menit bakalan ada di sana.” Jawab Raga yang langsung memutuskan sambungan telepon mereka.
Yaya berjingkrak-jingkrak kesenangan. Ia lantas pergi ke cermin yang ada di kamarnya dan ia memerhatikan wajahnya. Lumayan lah, gumamnya. Ke kamar mandi sejenak gadis itu menuntaskan panggilan alamnya.
Tak lama ponselnya berbunyi tanda pesan masuk. Ternyata Raga sudah ada di bawah. Tanpa memperdulikan apa pun gadis itu langsung berlari keluar kamar dengan senyum yang mengembang.
“Aga!!” serunya senang saat membuka pintu rumah.
Raga membalikkan badannya dan menatap gadisnya. Senyum kecil itu terbit di bibir Raga, ia memerhatikan gadisnya dari bawah ke atas. Melihat Yaya mengenakan pakaian tidurnya serta boneka kecil yang masih dalam dekapan tangannya. Imut. Satu kata yang langsung ada di benaknya.
Merasa di perhatikan Yaya mengerutkan keningnya lalu pandangannya turun menjelajah dirinya sendiri dari bawah ke atas.
“Aa-aku lupa ganti baju.” Ucap Yaya gugup saat ia mengetahui kebodohannya yang belum bersiap karena sedari tadi ia hanya berjingkrak tidak jelas seraya mondar-mandir kesenangan. Belum lagi panggilan alam yang memanggil dirinya tadi.Raga mendekat ke arah Yaya yang masih tergugup malu dan tanpa di sangka ia melepaskan jaket yang ia kenakan kemudian menyampirkan ke bahu kecil gadisnya. “Pakai ini biar gak dingin.” Ucapnya pelan.
Selagi Raga mengancingkan jaketnya, Yaya mengulum senyumnya. “Makasih Aga.” Gumamnya kecil.
“Tt-tapi gapapa kalau aku pakai ini? Kamu gak malu?” Raga menaikkan alisnya bingung.
“Aa-aku pengen popcorn yang ada di bioskop. Dan bioskop kan ada di mall, kk-kamu nanti malu.” Tambahnya lagi dengan gugup.
Raga mengelus rambut ikal Yaya. “Kamu cantik.” Ucapnya jujur.
“Ayo.” Tarikan di tangannya membuat Yaya tersadar dari keterkejutan.
“Aku bawa motor. Kita pakai mobil kamu ya. Aku gak mau kamu kedinginan.” Tanpa menunggu balasan pacarnya Raga berjalan ke bagasi Yaya. Gadis itu hanya mengikuti ke mana langkah Raga seperti anak kucing.
⏬
⏬
Jangan lupa ⭐
KAMU SEDANG MEMBACA
B.U.C.I.N. | End
Teen FictionCinta datang karena terpaksa atau cinta datang karena terbiasa? Teman menjadi pacar, sahabat menjadi pacar, orang asing menjadi pacar dan yang dianggap pengganggu juga menjadi pacar. Pada akhirnya kata Bucin (budak cinta) mewakili masa remaja mereka.