Raga menatap kosong makanan di hadapannya, “Ay.. suapin.” Pintanya sembari mendorong piring yang berisi nasi dengan ayam bakar itu ke arah Yaya.
“Kamu kenapa? Sakit ya?” Tanya Yaya sembari menyuapi Raga.
Raga hanya menggeleng, moodnya hari ini sedang tidak bagus. Lantaran dirinya kurang tidur tadi malam karena bermain game bersama Felix.
Yaya menyuapi Raga dengan telaten, sebenarnya ia ingin memarahi kekasihnya itu. Tapi di lihat dari raut wajah Raga membuat Yaya mengurungkan niatnya.
“Dua suap lagi. Pinter banget, anak siapa sih.” Ucap Yaya sembari mengelus kepala Raga dengan sayang.
Raga berdecih pelan, Yaya selalu memperlakukan dirinya seperti anak kecil. Yah walaupun senang tetap saja rasanya menggelikan.
Makanannya sudah habis, Raga langsung meminum air mineral. Sebenarnya perhatian Raga sedari tadi mengarah pada wajah Yaya yang memerah di bagian pipinya.
Ingin bertanya tapi ia sedang malas ngomong, tapi penasaran juga.
“Pipi kamu kenapa itu merah-merah.” Pada akhirnya Raga bertanya.
Yaya meraba pipinya yang memang sejak pagi seperti nyut-nyutan, “Ga tau, dari pagi kaya sakit gitu. Merah banget ya?” tanya Yaya.
Raga mengangguk samar dan tangannya membelai pipi Yaya yang terdapat tonjolan kecil yang memerah, “Kayanya mau timbul jerawat.” Gumam Raga yang masih bisa di dengar Yaya.
“Serius?” Yaya panik, selama ia hidup sangat jarang jerawat hinggap di wajahnya. Kalaupun ada pasti karena mau datang bulan, sedangkan ia baru saja selesai menstruasi dua hari yang lalu.
“Gapapa, tetap cantik.” Raga menenangkan kekasihnya.
Walaupun moodnya hancur Yaya tetap salah tingkah mendengar ucapan kekasihnya. Ia menatap Raga dengan bibir yang terkulum menahan senyum.
💗💗💗
Keesokan harinya pagi-pagi sekali Yaya sudah terbangun karena melaksanakan shalat subuh setelah itu ia lari pagi mengelilingi komplek perumahannya.Sesampainya di rumah ia langsung berjalan ke dapur, membuka lemari set yang tergantung di dinding ia mengambil jus buah kemasan untuk di minumnya.
Sambil menunggu badannya dingin dan keringatnya sedikit berkurang Yaya bermain ponsel di meja makan.“Si Eneng lagi apa?”
Yaya membalikkan tubuhnya dan tampak seorang wanita yang umurnya berkisar lima puluh tahun ke atas. Yaya biasa memanggilnya bik Ijah, pembantu rumah tangga yang bekerja di rumahnya.
“Baru siap lari pagi, bik. Ini Yaya lagi minum jus.” Jawab Yaya dengan senyum manisnya.
Bik Ijah mendekat ke arah Yaya, “Eneng mau di masakin apa untuk sarapan?” tanyanya sembari membuka kulkas.
Yaya tampak berpikir sejenak, “Em, kayanya sup ayam enak deh bik.” Jawabnya.
Bik Ijah mengacungkan jempolnya dan segera mengeluarkan bahan-bahan yang dibutuhkan dari kulkas.
“Ada yang bisa Yaya bantu bik?” Yaya menawarkan diri dengan mendekat ke arah bik Ijah.
Bik Ijah menatap anak majikannya yang sudah di asuhnya sedari bayi, alisnya mengernyit “Eneng pipinya lagi ada jerawat, mau bik Ijah buatin jamu biar kempes itu jerawatnya.” Ucap bik Ijah yang menunjuk pipi Yaya dan lupa untuk menjawab pertanyaan gadis itu tadi.
Mata Yaya membulat saat mendengar kalimat yang keluar dari mulut bik Ijah. Ia berlari ke arah ponselnya yang ada di meja makan dan berkaca di layar ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
B.U.C.I.N. | End
Teen FictionCinta datang karena terpaksa atau cinta datang karena terbiasa? Teman menjadi pacar, sahabat menjadi pacar, orang asing menjadi pacar dan yang dianggap pengganggu juga menjadi pacar. Pada akhirnya kata Bucin (budak cinta) mewakili masa remaja mereka.