“Cie.. Jo sebentar lagi bakalan temu kangen sama Salsa...”
Sudah sedari pulang sekolah tadi bocil satu ini tidak ada habisnya menggoda Jo yang membuat mereka tidak berhenti untuk ikutan menggoda juga.
Karena bulan ini suda memasuki bulan-bulan ujian yang setelah itu akan ada libur semester. Dan setiap libur semester Jo akan bertemu dengan kekasihnya. Yah, seorang Jo yang dingin itu sudah memiliki kekasih.
Namanya Salsa, yang merupakan sahabat dari Yaya, Asa dan Lala juga. Tapi semenjak memasuki SMA Salsa lebih memilih untuk sekolah di luar kota meninggalkan Jo dan para sahabatnya.
“Gak nyangka gue, hubungan Jo sama Salsa bakalan bertahan lama.” Asa nyeletuk di keheningan usai godaan yang terlontar dari mulut Yaya tadi.
“Iya ya kan. Kok bisa Salsa tahan sama Jo yang irit bicara.” Lala menambahi ucapan Asa seraya menyenderkan tubuhnya ke bahu Stev.
“Semoga aja Salsa di sana gak tertarik sama cowok lain.” Ucapan Yaya membuat mereka melihat ke arahnya dengan horor.
“Mulut lo!” ujar Jeff yang meraup mulut Yaya tiba-tiba.
“Iih Jeff! Tangan lo jorok!” Yaya membersihkan mulutnya dengan gumpalan tisu.
“Berisik banget sih!” suara dingin Jo membuat mereka terdiam. Mereka tahu bahwa Jo sedang tidak marah, karena memang cara bicaranya seperti itu.
“Mau makan. Beli nasi sana Jeff.”
“Gampang banget itu mulut nyuruh gue!” cebik Jeff yang menjauhi Yaya.
“Yah ini kan lagi di rumah lo. Sebagai tuan rumah yang baik seharusnya lo traktir kita makan.” Jawab Yaya enteng.
“Iya Beb. Aku juga laper tau.” Asa menimpali ucapan Yaya dengan memasang wajah memelas ke arah Jeff yang di mata lelaki itu sangat menggemaskan dan akhirnya cubitan mendarat di pipi Asa.
“Mau makan apa?” tanya Odi pada Yaya yang berada di sampingnya.
“Mau Kfc, tapi ayamnya tiga.” Ujar Yaya yang mengangkat tiga jarinya ke hadapan Odi.
“Yang lain?” tanya Odi lagi.“Samain aja semua. Yuk..” Jeff berdiri dan mengajak Odi untuk pergi keluar bersama.
Saat ini mereka tengah berada di kediaman Jeff. Hanya untuk menghabiskan waktu bersama, terlalu bosan kalau kumpul di rumah Yaya terus, jadi mereka memutuskan untuk ke rumah Jeff.
“Rumah Jeff sama rumah gue keadaannya sama. Sama-sama sepi.” Perkataan Yaya mengundang mata para sahabatnya ke arah dirinya.
“Kan kita-kita selalu ngumpul jadi jangan ngerasa sepi lagi, bocil.” Jawab Stev.“Yah iya, kalau lagi ada kalian mana terasa sepi.”
Asa mendekat ke arah Yaya dan menyenderkan kepalanya ke punggung kecil Yaya. “Kalau lo kesepian kenapa gak ajak si Raga ke rumah?” tanya Asa.
“Iya juga sih. Gue belum pernah bawa Raga ke rumah.” Jawab Yaya yang menggaruk pelipisnya.💗💗💗
“Aga, aku laper. Kamu ke sini dong..”
“Kalau laper ya makan ngapain telepon aku, Ay.”
“Iish Aga!”
Yaya mematikan sambungan teleponnya. Kenapa Raga tidak peka sih kalau saat ini dirinya hampir mati kebosanan. Hanya berguling-guling di atas kasur sambil memainkan ponsel. Itu-itu saja yang di lakukan Yaya sedari tadi.Maksud Yaya menelepon kan hanya basa-basi, padahal hatinya yang memang ingin bersama Raga. Yah walaupun dirinya memang belum makan.
Masih menggerutu, Yaya berjalan ke arah lemarinya dan mengambil jaket kemudian dompet. Ia berencana akan makan di luar seorang diri.
“Naik mobil atau jalan ya..”
Yaya menuruni tangga sambil bergumam tidak jelas. Bingung mau mengendarai mobil atau berjalan kaki saja. Tak sadar ia sudah berada di teras rumah dan masih menggerutu sembari mengunci pintu rumah.
“Mau ke mana?”
Yaya tersentak kaget. Ia memutarkan badannya melihat ke asal suara yang ternyata Raga, lelaki itu sudah berada di belakangnya dengan tampang datar.
“Kamu ngagetin aku tau!!” seru Yaya yang masih mengelus dadanya.“Ngapain kamu ke sini?” tanya Yaya dengan wajah cemberutnya.
“Duduk. Makan.” Jawab Raga yang sudah duduk di kursi yang tersedia di teras rumah Yaya.
Yaya memalingkan wajahnya dari Raga. “Udah gak laper. Makan aja sendiri.”Mendengar nada merajuk itu Raga
terkekeh kecil. “Yakin?” tanyanya menggoda.
Yaya masih bergeming. Malas melihat ke ara Raga.
“Ya udah kalau gitu aku pulang aja.” Raga berdiri dari duduknya dan siap melangkahkan kakinya.“Gak boleh!” seru Yaya yang berlari menghadang langkah Raga.
Raga menaikkan satu alisnya seraya menatap datar ke arah gadisnya yang saat ini tengah merentangkan kedua tangannya agar ia tidak bisa jalan.
“Gak boleh pulang.” Ujarnya pelan, terkesan lirih.
Raga memajukan langkahnya dan memeluk tubuh Yaya. “Gak akan pulang kalau gak kamu suruh pulang.” Bisik Raga.
Yaya mematung di tempat. Sudah di peluk dan di tambah lagi dengan bisikan yang membuat hatinya panas dingin. Lengkap sudah.
“A-aga.” Cicit Yaya dalam pelukan lelaki itu.
Raga segera melepaskan pelukannya dan melihat kondisi wajah pacarnya itu. Sangat merah dan.. terlihat menggemaskan.
“Ayo...”
Raga menarik lembut tangan Yaya dan menuntunnya ke kursi teras yang di dudukinya tadi. “Makan.” Ucap Raga yang menyodorkan kotak yang berisi nasi goreng.
Yaya mengulum senyumnya. “Makasih Aga.” Ucapnya malu-malu.Yaya memakan nasi gorengnya dengan khidmat sampai tidak menyadari sepasang mata tajam itu tengah memerhatikan setiap gerak-geriknya sedari tadi.
Karena merasa di perhatikan Yaya mendongak dan ia bertemu langsung dengan wajah datar Raga serta senyuman kecilnya, walaupun tidak seperti senyum melainkan sebuah seringai kecil. Namun, di balas dengan senyum menggemaskan gadis itu.
“Aga gak makan?” tanyanya heran.
“Aku udah.” Raga mengusap pipi Yaya yang menggembung karena makanan yang masih ada di mulutnya.
Sudah tak terhitung entah berapa kali Yaya salah tingkah di buat Raga. Tersenyum, yah hanya tersenyum yang bisa ia berikan untuk lelaki itu malam ini.
Bahkan sampai Yaya sudah menghabiskan makanannya Raga masih menemani dirinya hingga pukul sepuluh malam. Yaya tidak menahannya untuk pulang, hanya saja tingkah gadis itu membuat Raga mengurungkan niatnya untuk pulang cepat.
“Aku udah boleh pulang?”
Yaya mengerjapkan matanya. “Aga udah mau pulang ya?” bukannya menjawab Yaya malah kembali bertanya dengan raut tidak enak karena sepertinya dirinya ketahuan tengah menahan lelaki itu untuk tidak pulang sedari tadi.
“Setiap malam aku pasti ke sini. Jangan sedih Ay..” jawab Raga yang mengetahui bahwa gadisnya sangat kesepian di rumah seorang diri.
“Bener?”
Raga mengangguk sebagai jawaban. Di usapnya kepala Yaya dengan sayang dan ia memberikan senyuman terbaik kepada gadis yang sudah ia cintai itu.
“Da... Aga...” Yaya melambaikan tangannya dengan antusias kala Raga sudah berada di motornya.
Kemudian gadis itu masuk ke dalam rumahnya dan menuju kamar untuk membersihkan diri setelah itu menyelami alam mimpi.
Maaf kalau typo bertebaran
Jangan lupa ⭐
Follow aja entar di follback okeyy.
KAMU SEDANG MEMBACA
B.U.C.I.N. | End
Teen FictionCinta datang karena terpaksa atau cinta datang karena terbiasa? Teman menjadi pacar, sahabat menjadi pacar, orang asing menjadi pacar dan yang dianggap pengganggu juga menjadi pacar. Pada akhirnya kata Bucin (budak cinta) mewakili masa remaja mereka.