Bersalah

6 2 0
                                    

Tak terasa sudah dua hari Raga tidak melihat batang hidung gadis yang selalu mengusik hari-harinya. Benarkah gadis itu takut akan dirinya sejak kejadian dua hari yang lalu, menerka-nerka hanya itu yang bisa Raga lakukan dari tadi.

“Kenapa lo?” Felix menyenggol siku Raga.
“Engga” jawabnya singkat.

“Gue merasa bersalah. Lo mau nemenin gue gak?” Tanya Felix lagi.

“Kenapa? Kemana?” Tanya Raga heran.

“Gara-gara ucapan gue si bocil sakit, udah dua hari dia gak masuk. Sumpah gue nyesel banget, padahal waktu itu gue gak bermaksud bohong ke dia.” Felix bercerita dengan tatapan sendu yang semakin membuat Raga bingung.

“Bocil? Siapa?”

“Yaya. Naraya.” Jawab Felix.

“Lo ngomong apaan sih ke dia. Gara-gara lo dia datang ke rumah gue nangis-nangis gak jelas sampai buat bunda salah paham.” Raga yang sudah mengerti arah pembahasan mereka langsung meluapkan kekesalannya kepada Felix.

“Dan asal lo tau. Habis pulang dari rumah lo dia langsung sakit bahkan sampai di opname sampai sekarang!” ujaran Felix membuat Raga mematung.

“Lo marah-marah sama dia sampai semurka itu, bahkan orang tua dan sahabatnya aja gak pernah ngomong dengan nada tinggi ke dia. Asal lo tau Ga.”

Hanya diam. Yah, hanya itu yang Raga lakukan. Memorinya kembali pada waktu ia mencecar gadis itu habis-habisan, ia baru ingat bahwa wajah gadis itu benar-benar ketakutan bahkan saat pulang ia menolak tawaran sang bunda untuk mengantarnya pulang dan tidak hanya sampai situ aja bahkan gadis itu juga tidak melihat ke arah dirinya.
Benar kata sang bunda, dirinya telah membuat Yaya ketakutan.

“Pulang sekolah gue mau jenguk Yaya. Mau minta maaf. Kalau Lo masih punya perasaan lo bisa ikut gue.” Ucap Felix.

“Tapi gue gak maksa..” imbuhnya lagi.

Raga hanya menganggukkan kepalanya. Meyakinkan diri dan hatinya bahwa ia harus meminta maaf.





💗💗💗





Mereka berdua, Felix dan Raga sudah berada di rumah sakit tepatnya di depan ruang inap Yaya yang pintunya terbuka sedikit.

Dari luar sudah tampak bahwa di dalam sana Yaya tidak seorang diri melainkan ada kedua sahabatnya. Saat tangan Felix ingin membuka lebar pintu tersebut mereka mendengar sesuatu percakapan yang membuat mereka mengurungkan niat untuk masuk.

“Mau sampai kapan lo ngurung diri di rumah sakit, Ya?” tanya gadis yang mereka yakini adalah suara Asa.

“Lo gak usah takut. Ada kita-kita yang bakalan jagain lo ” ujar gadis satu lagi, yang mereka ketahui adalah suara Lala.

“Dari awal udah gue bilang jangan suka sama lelaki kaya dia. Yang ada nantinya lo yang terluka dan liat sekarang, benar kan kata gue.” ucapan Asa yang menggebu-gebu itu seperti menghantam ulu hati Raga. Ia tau siapa lelaki yang di maksud Asa. Sudah pasti dirinya.

“Udah Sa. Tenangkan diri lo. Jangan buat Yaya semakin takut” Lala mencoba sabar.

“Maaf...” lirih Yaya pada akhirnya.

Suara lemas itu masih bisa di dengar oleh Felix dan Raga. Dan itu berhasil membuat hati mereka berdua berdesir sakit.
Felix melangkah menjauhi ruang inap Yaya. Dirinya belum sanggup mendatangi gadis itu. Sama halnya dengan sahabatnya itu Raga mengikuti langkah Felix.
Mereka sudah berada di dalam mobil.

Hening.

Felix menghembuskan napas kasar, “Bahkan lo berhasil nyakitin dia bukan di hati doang tapi di mentalnya juga.” ucapan Felix itu mampu membuat Raga membatu untuk kesekian kalinya.

“Gue gak maksud gitu,” lirih Raga.

“Gue harus apa, Lix” ujar Raga lagi. Ia menatap Felix putus asa.

“Gue juga gak tau harus apa.” jawab Felix mengacak rambutnya. Walaupun gadis itu selalu membuatnya kesal tidak dapat di pungkiri bahwa gadis itu cukup menghiburnya di waktu-waktu tertentu dengan tingkah ajaibnya.




💗💗💗





Hampir dua Minggu berlalu, Yaya sudah kembali bersekolah. Tapi ada satu yang belum kembali ke diri gadis itu. Senyum cerianya. Seakan hilang terbawa arus ombak tinggi.

Sebisa mungkin para sahabatnya meyakinkan dirinya bahwa lelaki yang masih tersimpan rapi di dalam hatinya itu tidak akan mendekati dirinya lagi. Mereka juga selalu menemani Yaya ke mana pun gadis itu pergi.

Silih berganti mereka menyempatkan waktu untuk menginap di rumah gadis polos itu. Tidak ada masalah dengan izin dari orang tua mereka karena sudah mengenal satu sama lain.

“Malam ini gue gak bisa nginep di rumah Yaya.” Ujar Asa.

“Gue juga. Gimana dong?” tanya Lala gusar.

“Gue udah gak kenapa-napa kok. Bisa tidur sendiri.” ujar Yaya meyakinkan para sahabatnya.

“Kalau ada apa-apa atau perlu sesuatu lo harus hubungi kita, ya” ujar Stev yang di jawab anggukan oleh Yaya.

Sepulang sekolah mereka masih bisa menemani Yaya bahkan beramai-ramai memenuhi kamar gadis itu. Hanya sekedar mengobrol dan makan bersama agar gadis polos itu dapat melupakan kejadian itu.

“Ya” panggil Lala.

“Beneran gak apa-apa kan malam ini lo sendiri?” Lala masih merasa cemas.

“Gue gapapa Lala...” jawab Yaya setenang mungkin.

“Jadi nanti malam apa aja yang bakal lo lakuin?” tanya Jeff ingin memastikan.

“Mungkin nonton Drakor sambil ngemil. Terus kalau bosen main hp, atau tidur cepat aja kali ya” ujar Yaya panjang lebar.

“Ya udah. Biar ini gue pergi ke supermarket beli cemilan lo sama makan malam buat lo” ujar Odi yang sudah bersiap-siap ingin pergi.

“Haa ide bagus itu, Di” ujar Stev.

“Sekalian makanan untuk kita juga ya” tambahnya lagi.

“Loh, gue kira kalian udah mau pulang.”

“Entar sore aja, Ya.” Jawab Asa mewakili para sahabatnya.

“Oke.”

“Odi pergi bareng siapa?” tanya Yaya.

“Sama gue” jawab Jo.

“Mau nitip gak?” tanyanya.

“Apa aja kita makan kok, Jo. Yang penting halal” jawab Stev dengan cengiran bodohnya.

Jo tidak menjawab. Ia hanya melengos pergi begitu saja tanpa mau capek-capek menanggapi sahabat bodohnya itu.








Kalau kira-kira cerita pertama ku ini sudah banyak yang baca, pengennya ngucapin makasih banyak-banyak dari sekarang🥰

Penulis pemula sih jadi gak berharap banyak. Cuma ingin menuangkan ide-ide di aplikasi wattpad ini. Jika ada yg membaca ya Alhamdulillah kalau gaada yg baca berarti belum beruntung.

Simpel banget jari ini ngetik. Xixi

B.U.C.I.N. | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang