Sebuah Awal

10 2 0
                                    

Jika di cerita kisah mereka sebuah akhir tetapi lain halnya di realita, hal ini adalah sebuah awalan baru yang menjadikan mereka pribadi yang lebih baik lagi kedepannya.

"Pesawat kalian jam berapa sih?" Tanya Yaya yang mulai jengah menunggu di bandara pada saat ini.

"Sebenarnya sih dua jam lagi." Jawab Salma dengan wajah meringis.

"Jadi ngapain kita di kumpulin jam segini. Ya Allah, tiga jam di bandara. Gila banget kalian tuh." Jawab Lala yang sama-sama frustasi.

"Kalau lo?" Tanya Raga ke arah Jo.

"Satu jam lagi." Jawabnya singkat.

Hanya menghela napas yang dapat mereka lakukan. Pasalnya pagi-pagi sekali tepatnya jam 7 mereka semua di telepon oleh Odi dan Jo, mereka berkata bahwa keberangkatan pesawatnya sebentar lagi. Mau tak mau mereka langsung bergegas bahkan Yaya yang masih sangat ngantuk langsung di gendong Raga ke dalam mobil.

"Gue belum mandi gara-gara kalian!" Seru Yaya dengan wajah garang.

"Ya maaf. Memangnya lo gak mau ngabisin waktu bareng kita?" Tanya Odi yang mengusap rambut Yaya.

"Tapi gak di bandara juga kali, Odi." Ucap Asa.

Hanya mengangkat bahu acuh yang di balas Odi dan Jo.






💗💗💗






"Jo, jangan lupain gue... Hiks...."

Sedari tadi tangisan si Bocil Yaya tidak berhenti di karenakan sebentar lagi Jo akan meninggalkan kota yang mempertemukan dirinya dengan sahabat-sahabat yang mengisi sebagian masa mudanya itu.

Jo melerai pelukan erat Yaya, "Mana mungkin gue ngelupain adik gue yang imut ini." Ujarnya seraya menghapus air mata Yaya.

Lala dan Asa tak mau ketinggalan untuk berpelukan ria sebelum sahabatnya itu menaiki pesawat.

"Jangain Salsa ya." Pesan Asa yang bergantian memeluk Jo.

"Sering main ke sini ya Jo sekalian bawa Salsa." Jo mengangguk dalam dekapan Lala.

Dan satu persatu dari mereka mulai memeluk Jo.

"Dada Jo!!!" Seruan Yaya membuat Jo berbalik sebentar dari laju jalannya. Lelaki itu melambaikan tangannya dan perlahan hilang dari pandangan mereka semua.

"Masih ada dua jam lagi. Makan dulu yuk. Aya belum sarapan." Karena jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, sebagian dari mereka juga belum ada yang sarapan dan usulan dari Raga itu langsung di anggukkan mereka semua.

"Odi, lo harus selalu jagain sahabat gue ini ya." Aisya masih saja menempel pada Salma dan terus memberi wejangan kepada Odi layaknya seorang ibu.

"Tanpa lo suruh pasti di jagain Odi bahkan neneknya Salma juga di jagain. Udahan nangis nya." Ujar Stev yang mulai jengah. Kalau tadi yang menangis meraung-raung Yaya kali ini kembaran tak seirasnya, Aisyah.

"Jangan bacot Stev. Lo makan aja noh, bubur ayam yang udah di aduk kayak t*i." Balas Aisyah dengan tatapan sengit.

Stev langsung membesarkan kedua bola matanya, ia lagi makan bubur dan gadis tak berperasaan ini malah mengucapkan kata t*i. Untung saja Stev buka tipe penjijik dan begitu juga dengan yang lainnya, malah mereka sedang menertawakan ekspresi kesal Stev.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 11, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

B.U.C.I.N. | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang