Kanya membungkus rambutnya dengan handuk, malam ini perempuan tersebut memilih kaus terusan tipis berwarna putih dengan kimono yang berwarna senada untuk dipakainya.Setalah seharian berkutik dengan pekerjaan yang melelahkan, kini Kanya sudah bersiap ke dapur untuk mengisi perutnya yang masih kosong setelah sebelumnya ia mandi.
Namun tampaknya rencana Kanya untuk segera makan dan mengisi penuh perutnya sampai ia tidak sanggup lagi untuk berdiri pupus sudah. Kanya menghembuskan nafas kecewa saat ia tidak mendapati satu pun makanan di atas meja makan. Mungkin karena Naira ada urusan mendadak sehingga ia tidak sempat menyiapkan makan malam. Karena selama Kanya bekerja, Naira memang lebih sering memasak makanan untuk mereka berdua.
"Ting tong ting tong ting tong ting tong"
Belum selesai masalah ia dengan perutnya, kini Kanya kembali di buat kesal saat mendengar bunyi bel rumahnya yang berteriak di depan sana. Kanya meyakini tamu yang memencet bel rumahnya adalah orang yang tidak sabar. Sebab, bunyi bel rumah tersebut tidak berbunyi pada ritme yang seharusnya. Dengan kesal, Kanya membuka pintu rumah dan mendapati Brian berdiri di sana. Lelaki itu tampak sangat tampan dengan baju kaus hitam dan celana krem panjang miliknya. Kanya yang awalnya kesal, seperti terhipnotis saat melihat Brian. Mau dipeluk saja rasanya, mungkin karena sudah seminggu terakhir Kanya tidak melihat Brian.
Namun bukannya menyapa, Brian malah memegang kedua pundak Kanya dan mendorongnya masuk ke dalam rumah. Bahkan hidung Kanya bertabrakan dengan dada Brian. Dari jarak yang sedekat ini, Kanya benar-benar dapat mencium aroma tubuh Brian. Wangi yang sama saat mereka dulu masih berpacaran, Kanya ingat dulu ia sempat memuji parfum yang Brian kenakan sekarang, sebab ia sangat menyukainya. Sepertinya Brian tidak pernah mengganti parfumnya dari dulu.
"Jadi gini penampilan kamu kalau lagi nerima tamu?" Masih dengan memegang bahu Kanya, Brian menatap lekat tubuh di depannya kini. Kanya dengan pakaian tidur yang super tipis dan hanya ada kimono yang juga sama tipisnya untuk membalut tubuh kecil itu.
"Enggak! Aku tadi buru-buru bukain pintu, lagian bunyiin bel kayak mau nagih utang. Tau gak?!" Kanya menyuarakan protesnya mendengar tuduhan Brian . Ia menarik kimono, agar lebih menutupi bagian depan tubuhnya. "Ngapain malam-malam kesini?" Kanya bertanya dan Brian menyadari bahwa ia masih kesal dari nada suaranya.
"Aku bawain ini." Brian mengangkat bungkusan yang ada ditangan kanannya.
Kanya menatap bungkusan itu sebelum akhirnya bertanya. "Ini apa?"
"Makanan sama salep buat luka kamu."
"T-tau dari mana aku belum makan sama tangan aku luka? Lagian aku udah punya salepnya." Jawab Kanya yang masih kesal.
"Gak penting tau dari mana, lagian salepnya bagusan yang ini!" Setelahnya Brian menggenggam tangan kiri Kanya dan membawanya duduk di sofa. Namun anehnya Kanya malah diam saja dan tidak protes sama sekali.
Perlahan Brian meletakkan tangan kanan Kanya yang terkena air panas tadi diatas pahanya. Lalu membuka bungkusan yang dibawa nya dan mengambil salep dari dalam sana. Ia mengoleskannya dengan pelan dan hati-hati, takut menyakiti Kanya.
Kanya merasakan sesuatu yang aneh dari dalam dirinya saat Brian menyentuh punggung tangannya dengan pelan dan mulai mengolesi salep tersebut. Tetapi ini lebih aneh lagi rasanya, saat Brian meniup-niup pelan obat yang tadi ia oleskan diatas luka Kanya. Setelahnya Brian menatap Kanya dan membuat perempuan itu salah tingkah, sehingga dengan cepat Kanya menarik tangannya dari Brian.
"Kenapa bisa kayak gini?" Brian bertanya.
"Hoo... tadi ada orang yang ke dapur terus gak sengaja ngagetin aku, dia pikir aku temannya." Ujar Kanya menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost and lost
Romance[21+] Bagaimana rasanya ditinggal pas lagi sayang-sayangnya? Ditinggal bukan karena ia memilih orang lain. Bukan karena ia sudah bosan. Bukan karena ia ingin istiqomah bukan juga karena ingin fokus belajar untuk ujian. Lalu untuk apa? Dan karena a...