it will rain

121 11 7
                                    

"Gimana?"

Adnan menggelengkan kepala saat Brian yang berdiri di depannya kini tampak lebih panik dari sebelumnya. "Kata orang yang cari juga ga ketemu. Gue yakin dia ga bakal cari tempat tinggal jauh dari tempat terakhir gue anter dia kemaren." Kini Adnan ikut panik saat tadi ia di beri tahu bahwa orang suruhannya belum mampu menemukan keberadaan Kanya. "Pesawat lo Pagi?" lanjutnya bertanya.

Brian hanya menjawab pertanyaan Adnan dengan anggukan pasrah bersama dengan harapan yang masih digenggamnya agar bisa secepatnya bertemu dengan Kanya.

"Gue cari sendiri" putus Bryan tiba-tiba.

"Kemana Bri? lo kan tau ini bukan kota kecil, don't wasting your time and energy. Lo juga udah dari kemarin-kemarin nyariin dia, tapi apa? Ga ketemu kan? Udah lo disini aja, orang suruhan gue pasti nemuin Kanya." Cegah Adnan.

Adnan memasukkan hp ke dalam saku celana sambil kembali duduk dan menatap wajah Brian, meyakinkannya untuk tetap mencari Kanya lewat bantuan orang lain.

"Sampe kapan? Sampe dia bener-bener ninggalin kota ini? Terus gue setengah gila lagi buat nemuin dia?" Jawab Brian sambil menatap dalam wajah Adnan. "Ga, gue ga bisa, gue akan pergi kemana pun, sampe gue bawa pulang Kanya." Lanjutnya sambil mengambil kunci mobil.

Selang beberapa langkah, Brian memutar badannya dan berkata "Gue perlu alamat terakhir lo antar Kanya kemaren, share ke gue, right now".

Dan kali ini tubuh tegap itu benar-benar pergi meninggalkan rumah untuk mencari keberadaan wanita yang beberapa hari kemarin sudah membuatnya kecewa.

0000000

Mungkin ini sudah makanan yang ke 4 yang dimakan oleh Kanya, namun hasilnya tetap sama, perutnya terasa diaduk-aduk, sehingga menyebabkan mual dan berujung muntah.

Kanya mengganti makanannya, karena ia tahu bahwa diawal kehamilan, ia pasti akan seperti ini. jadi Kanya berinisiatif untuk mencoba banyak makanan, sampai ia menemukan makanan yang membuat rasa mualnya mereda. Namun, sayang beribu sayang, rasa mual tersebut malah makin menjadi-jadi.

Wanita itu keluar dari kamar mandi setelah membasuh mulut dan wajahnya. Kanya duduk ditempat semula dan mengambil sepotong apel. Mungkin, lebih baik jika ia mengganjal perutnya dengan beberapa potong apel terlebih dahulu. Ia membawa tangannya untuk mengusap-usap perut yang kini sudah tumbuh janin di dalam sana.

"Heiii, i need you to be calm, okay? Biarin mama makan sedikit aja, biar kita sama-sama sehat." Ucapnya lembut pada perutnya sendiri. Kanya tahu hormon diawal kehamilan memang seperti ini, tetapi kali ini ia bahkan tidak mampu memasukkan barang sedikitpun makanan ke dalam perutnya, kecuali beberapa potong apel yang masih berusaha ia kunyah.

Mungkin sudah suapan yang ke 3, Kanya memakan apel itu dengan amat sangat perlahan. Ia sudah merasa cukup lebih tenang dari sebelumnya. Apa karena tadi ia bernegosiasi dengan si jabang bayi? Entahlah, yang jelas kini wanita itu sudah bersandar di sofa ruang tamu dengan kaki lurus diatas meja. Kanya mengeluarkan salah satu test packnya kemarin. Untuk benar-benar meyakinkan bahwa ia hamil, Kanya mencoba beberapa macam test pack, dan hasilnya tetap sama. Ia menatap hasil garis dua disana, Kanya menghirup udara dengan banyak, mencoba bernafas agar tetap tenang. Perlahan ia mencoba memejamkan mata, tapi bayangan wajah Brian seketika muncul saat matanya terpejam. Apa yang sedang dilakukan Brian diluar sana? Apa malam ini ia akan pulang larut lagi? Apa Brian makan dengan baik akhir-akhir ini? Terakhir kali wajah yang menenangkan itu malah memberikannya tatapan marah dan tak suka. Pasti pria itu sangat membencinya sekarang, tapi hal apa yang bisa ia lakukan? Karena dengan memberi tahu Brian mengenai kehamilannya adalah ide yang buruk, pikirnya. Sedikit demi sedikit kesadaran Kanya menurun, menuntunnya beristirahat sejenak untuk tidur. Namun, baru saja matanya benar-benar akan terpejam, suara ketukan pintu membuat Kanya harus kembali memaksakan diri untuk berdiri dan menggenggam erat test pack ditangannya.

Lost and lostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang