Kanya meyakini bahwa seseorang yang yang berbohong akan terus berbohong untuk menutupi kebohongan sebelumnya. Dan ia melakukan itu sekarang. Setelah keluar dari ruangan Brian dengan angkuhnya, kini perempuan itu berada di dalam toilet dan terpaksa menahan tangisnya sendiri.
Lagian siapa suruh untuk tidak jujur pada perasaan sendiri? Kanya tau akan hal itu. Namun, untuk menyimpan semua hal yang selama ini ia tutup rapat, maka berbohong pada Brian akan perasaannya menjadi pilihan untuk saat ini.
Kanya mengipas ngipaskan tangannya ke arah mata, agar air mata nya tidak jatuh karena tak ia izinkan begitu.
"Relax. Take a deep breath Kanya"
Ia bermonolog dalam hati sambil mempraktekkan ucapannya tadi. Perlahan nafasnya mulai teratur dan ia pun mulai tenang. Kanya tidak menyangka bahwa pengaruh Brian terhadapnya masih sangat kuat, padahal mereka tidak berhubungan lagi sejak empat tahun ke belakang.
Kanya berdiri dan pergi meninggalkan toilet, ketika dirasa dirinya sudah cukup tenang. Kanya kembali ke kubikel kerja dan memulai lagi pekerjaan yang sempat tertunda. Perempuan itu berharap bahwa masalah tadi tidak akan mengganggu konsentrasinya dalam bekerja.
_______________________________
Waktu sudah menunjukkan pukul 21.00 malam. Seorang lelaki masih dengan semangat memukul samsak tinju di depannya. Entah energi dari mana, setelah satu jam lamanya ia tak henti memukul samsak tersebut.
Peluh sudah membasahi seluruh tubuh Brian, melihat samsak tinju di depannya, ia malah membayangkan wajah Anthoni, direktur keungan di kantornya.
Brian menjatuhkan badannya ke lantai ruangan gym khusus di rumahnya. Ia sedikit terkejut dengan sensasi dingin dari lantai tersebut, seperti mengingatkan kembali Brian perkataan Kanya tadi siang. Seperti bukan dia saja yang berbicara, pikir Brian.
Dengan malas, Brian bangkit dan pergi menuju kamar. Sepertinya di guyur air dingin akan jauh berkali-kali lipat mengingatkannya pada perkataan Kanya tadi, tapi ia akan tetap melakukannya.
Sehabis mandi, Brian turun ke lantai bawah. Wajahnya tampak muram dan hanya di tekuk, menyadari hal tersebut, Adnan yang bersiap dan menunggu Brian untuk menyantap makan malam pun menjadi heran melihat lelaki tersebut.
"Kayaknya sih tadi siang lo santai aja ngusir Kanya nyuruh balik kerja. Sekarang kok malah burem gini?" Adnan bertanya kepada Brian yang kini sudah duduk berhadapan di meja makan dengannya.
"Bi Siti mana?"
Bukannya menjawab pertanyaan Adnan, Brian malah mempertanyakan keberadaan bi Siti.
"Udah tidur paling." Bibir Brian hanya membulat sebagai jawaban atas perkataan Adnan barusan. Lalu mengambil makanan yang terhidang di depannya dan memindahkannya ke piring.
"Bri, lo mau sampai kapan kayak gini? Dulu pas Kanya gak ada, lo cariin. Sekarang dia udah di depan mata, malah lo biarin. Tapi abis itu lo jadi gini, gue kayak liat Brian empat tahun lalu tau gak?"
Gerakan Brian terhenti saat mendengar ucapan Adnan barusan. Ia tidak menyela ucapan sahabatnya itu, tapi ia juga tidak membenarkan. Biarin? Menurutnya ia tidak benar-benar membiarkan Kanya begitu saja, hanya saja Brian bingung harus bagaimana menghadapi perempuan itu. Ia takut ketika ia mengejar Kanya lagi, perempuan itu akan berlari lebih jauh dari yang sebelumnya.
Brian memejamkan matanya sejenak sebelum akhirnya berbicara. "Gue cuman bingung Nan, kalau nanti gue ngejar dia lagi, dia malah lari bahkan kabur kayak yang udah-udah. Tapi kalau gue biarin, gue juga yang takut kalau dia emang udah gak ada rasa sama gue."
Adnan kembali menyuapi makanan ke dalam mulutnya. Ia manggut-manggut tanda mengerti maksud dari Brian. Sebelum akhirnya berkata. "Pelan-pelan, tapi pasti Bri."
_______________________________
"Nya udah dong nangisnya, lo gak jahat kok. Lo lakuin itu buat kebaikan lo dan orang-orang yang pernah berhubungan sama lo juga kan?"
Naira mengusap-usap punggung Kanya yang masih terisak di sampingnya. Perempuan itu tak hentinya menangis. Saat tiba di rumah, Kanya langsung menangis dan memeluk Naira yang sedang asyik menonton tv show kesayangannya. Naira terkejut bukan main, tetapi ia yakin bahwa ini mungkin ada hubungannya dengan Brian.
Dan firasat Naira memang benar, Kanya menceritakan kejadian tadi siang kepada Naira. Kanya tak henti menyalahkan dirinya. Ia merasa bahwa ia sudah jahat kepada Brian. Pergi meninggalkan lelaki itu tanpa memberikan alasan dan sekarang ia seperti menyeret paksa Brian untuk jatuh ke bumi setelah kejadian kemaren malam membuat Brian berharap bahwa ia akan menggapai langit bersama Kanya.
"Semua orang yang gue sayang, pasti bakal gue sakitin Nai." Dalam tangisnya Kanya masih berucap kepada Naira, sakit sekali ia rasakan, mengingat bahwa ia telah mempermainkan perasaan Brian. Ia tau bahwa ciuman Brian kepadanya bukan hanya sekedar ciuman. Ciuman tersebut juga mengalirkan rasa rindu yang mendalam antara dirinya dan Kanya. "Abigail mati karna gue! Brian sakit hati juga karna gue Nai!" Kanya berteriak lalu menangis dan akan terus seperti itu ketika ia mengingat semua hal tentang Abigail dan Brian.
"Kanya, dengerin gue yaa. Abigail pergi bukan karna salah lo. Lo gak salah! Dia pergi karna memang belum saatnya buat lo sama dia bareng-bareng!" Naira menggenggam tangan Kanya. "Udah yaa, sekarang lo tenang dulu, gue ambilin lo obat, sebentar."
Naira pergi ke kamar milik Kanya dan mengambil bungkusan obat yang bertuliskan "anti depresan" diatasnya. Naira berbelok ke arah dapur sebentar untuk mengambilkan air putih, lalu dengan cepat kembali ke sofa untuk memberikannya kepada Kanya.
Kanya meneguk obat dan air putih dari Naira. Nafasnya yang tadinya tidak teratur akibat menangis, perlahan terasa lebih baik.
"Gue antar ke kamar lo ya, abis itu istirahat. Setengah jam lagi gue shift Nya."
"Gapapa, gue bisa sendiri, lo siap-siap dulu sana."
"Bener gak papa?"
Kanya hanya mengangguk dan tersenyum kepada Naira sebagai jawaban.
Satu jam pun berlalu dan kini Kanya sedang tertidur, akibat dari obat anti depresan yang tadi ia minum. Empat tahun lalu Kanya di diagnosa mengidap depresi berat oleh salah seorang psikolog. Rasa kehilangan Abigail membuat ia dirundungi rasa bersalah yang sangat dalam. Ditambah dengan perasaannya pada Brian, yang tak pernah hilang hingga detik ini. Namun karena pilihannya pula lah membuat hubungan mereka menjadi berantakan.
_______________________________
Ada yang penasaran kenapa Kanya sampai di diagnosa depresi berat? Ada yang tau siapa Abigail?
Yuk baca terus ceritanya sampai tamat ya geng!❤️
Author kasih yang ganteng dulu deh ya biar pada gak mumet mikirin si Kanya hehe
Source: pinterest
Ya gini lah kira-kira penampilan bang Bri abis mandi tadi😌
Love you,
Xoxo
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost and lost
Romance[21+] Bagaimana rasanya ditinggal pas lagi sayang-sayangnya? Ditinggal bukan karena ia memilih orang lain. Bukan karena ia sudah bosan. Bukan karena ia ingin istiqomah bukan juga karena ingin fokus belajar untuk ujian. Lalu untuk apa? Dan karena a...