OTW

394 24 2
                                    

Keesokan harinya, Brandon tak dapat fokus pada pekerjaannya. Pikirannya tertuju pada  ucapan Nadine yang penuh dengan ancaman tadi malam. Ia belum memikirkan satupun cara untuk memisahkan Kanya dan Brian. Walaupun, sebelumnya ia sempat mewanti-wanti Kanya yang kini ia ketahui sudah satu rumah dengan Brian, tetapi hidup wanita itu adalah pilihannya sendiri, maka tak ada alasan bagi Brandon untuk ikut campur lebih jauh.

Brandon mengeram, ingin rasanya ia meneriaki Nadine tepat di depan wajah wanita gila itu. Dengan kesal, ia meremas sendiri rambutnya, tak peduli rasa pedih yang timbul setelahnya. Sorot mata lelaki itu menelusuk tajam ke depan. Mencoba memikirkan cara apa yang bisa ia lakukan agar wanita gila itu tak bisa berkutik dan tak mengganggu baik hidupnya sendiri, Kanya, maupun Brian.

Setelah waktu menunjukkan pukul 20:00 malam, Brandon memilih untuk keluar dari gedung perkantoran, walaupun tadi sempat berperang dengan pikirannya sendiri,tapi ia tetap melanjutkan pekerjaannya sampai malam hari. Setelah kembali dari Amerika, Brandon tak punya begitu banyak teman, terkadang ia memilih untuk duduk sendiri di meja bar, lalu pulang setelah merasa cukup dengan waktunya disana. Mungkin kali ini ia akan memilih untuk seperti itu lagi. Meredakan sedikit isi kepalanya yang sudah terkuras habis, dengan beberapa teguk alkohol.

Brandon memasuki salah satu bar yang biasa ia kunjungi, ia memilih duduk pada kursi paling ujung, Brandon menyebutkan satu merk Whiskey mahal kepada seorang bartender untuk ia pesan. Tak lama setelah itu, bartender tadi memberikan pesanan Brandon. Ia langsung mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam dompet dan menyerahkannya kepada bartender tersebut.

"Wah ini kebanyakan mas." Ucap bartender itu setelah menghitung uang yang diberikan Brandon kepadanya.

"Buat mas, ambil aja." Ucap Brandon yang sedikit tersenyum kepada si bartender.

"Makasih banyak lo mas."

"Sama-sama." Balas Brandon.

Setelah menghabiskan beberapa gelas, Brandon yang mampu menakarkan seberapa kuat dirinya untuk kembali ke apartement tanpa supir pun akhirnya memutuskan untuk menyudahi pertemuannya dengan Whiskey mahal yang tadi ia pesan.

Brandon membawa tubuhnya keluar dari bar tersebut dan kembali melajukan mobil menuju apartement. Setelah menghabiskan waktu kurang lebih 30 menit lamanya, Brandon sampai di depan pintu kamar apartemen. Namun ketika akan membuka pintu, tangan Brandon menggantung di udara saat ia belum sempat menekan ibu jarinya pada bardi smart lock apartemen. Ia mendengar suara tangis seorang perempuan yang kini berjalan mendekatinya. Mata Brandon sedikit memicing untuk memastikan bahwa perempuan ini benar-benar tak datang kepadanya. Langkah perempuan tersebut semakin cepat dan mendekat sampai akhirnya tanpa sadar ia sudah menabrak Brandon.

"Maaf." Ucap perempuan itu dengan kepala yang masih menunduk. Koper yang dibawanya ikut menabrak tubuh bagian belakang perempuan itu, saat ia sendiri juga menabrak Brandon.

Brandon memberanikan diri untuk menarik dagu wanita tersebut keatas, sehingga ia bisa melihat dengan jelas bahwa wanita yang menangis dan menabraknya ini adalah  "Anjani" sekretarisnya dikantor.

"Astaga Anjani! Kamu benar Anjani kan?" Brandon menggoncang pelan tubuh wanita itu.

"Pak Brandon?" Tanya nya juga tak kalah tekejut saat melihat Brandon, atasannya di kantor, ada disana.

"Kamu ngapain disini? Bawa-bawa koper segala." Tanya Brandon sambil menunjuk koper yang ada dibelakang tubuh Anjani.

Dan entah arahan dari siapa, saat itu juga orang-orang ramai berlalu lalang melewati koridor apartemen, padahal beberapa waktu yang lalu hanya ada Brandon dan Anjani disana. Dengan otomatis, orang-orang tersebut  langsung memperhatikan Brandon dan Anjani yang tampak seperti sepasang kekasih dengan kondisi si wanita yang ingin pergi dan si pria yang menahannya untuk tetap tinggal. Sungguh dramatis.

Lost and lostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang