Seharusnya dimanapun Kanya akan tinggal, atau apapun masalah yang sedang dia alami, itu bukan menjadi urusan Brian. Tapi, hal tersebut malah sebaliknya. Kini lelaki dengan paras bule itu sedang terburu-buru menuju rumah Kanya.
Perumahan yang di berikan kepada Brian sebagai bentuk hadiah dari perusahaan yang bekerja sama dengannya ternyata adalah perumahan yang sama dengan tempat tinggal Kanya dan sahabatnya Naira. Setelah ratusan kali menelepon pihak sebelah, akhirnya sambungan telepon tersebut diangkat. Pihak terkait mengatakan bahwa dalam kurun waktu 2-3 hari ini arsitek yang diutus langsung dari Amerika akan segera merenovasi perumahan tersebut, yang dimana secara tidak langsung, bahwa kesepakatan baik antara pihak perusahaan yang bekerja sama dengan Brian dan arsitek serta pemilik perumahan bahkan Brian selaku pihak penerima hadiah, tidak dapat membatalkan segala macam bentuk kesepakatan yang ada. Perusahaan yang bekerja sama dengan Brian mengatakan bahwa ia tidak mungkin membatalkannya, sebab semua biaya sudah mereka bayarkan untuk kelangsungan pembangunan perumahan tersebut.
Sesampainya di lokasi, Brian memakirkan mobilnya, dan dengan langkah yang tergesah-gesah ia keluar dari mobil. Brian mengetuk pintu dan mendapati Naira di sana.
"Kak-"
Belum sempat berbicara, Brian malah melongos masuk ke dalam di ikuti oleh Naira di belakangnya. Di ruang tengah, ada Kanya dan juga seorang perempuan paruh baya yang ia duga adalah pemilik perumahan.
"Kak Brian? Ngapain ke sini?" Kanya bangkit dari duduk nya saat melihat Brian datang.
"Kalau begitu saya permisi miss Kanya, semuanya sudah jelas dan saya sudah transfer uang tersebut ke rekening anda."
"Mam! Mam!" Kanya menggapai- gapai tangan wanita tersebut sampai pada ambang pintu dan ia benar-benar menghilang dari hadapan Kanya.
Brian menyusul Kanya yang tampak frustasi. Perempuan tersebut menutup wajahnya dengan telapak tangan. Mungkin menahan tangis, pikir Brian. Brian menyentuh pundak Kanya dan perempuan tersebut melihat ke arahnya.
"Ada perlu apa kesini?" Ucap Kanya
Brian diam sejenak, menimbang untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Kanya dan Naira. Tapi di sisi lain, ia juga takut Kanya marah kepadanya. Namun ia tetap harus mengatakannya. "Sebenarnya perumahan ini di beli sama perusahaan yang bekerja sama, sama aku."
Kanya memicingkin matanya, dahi perempuan tersebut berkerut saat mendengar ucapan Brian. "Berarti kamu juga beli perumahan ini?!"
"Bukan Kanya. Enggak. Aku gak beli perumahan ini. Yang beli perusahaan yang kerja sama, sama aku. Mereka kasih perumahan ini sebagai bentuk hadiah dari mereka ke aku." Brian menjeda ucapannya saat melihat kerutan dahi Kanya tidak berkerut lagi, dan melanjutkan ucapannya. "Aku gak tau kalau mereka beli perumahan ini, mereka bilang kalau perumahan di sekitar sini akan menjadi investasi terbaik dalam waktu dekat."
Kini Brian melihat ke arah Naira, perempuan tersebut tampak mendengarkan dan tertunduk lesu."Pembangunannya akan memakan waktu yang lama, karena akan di renovasi total." Brian melanjutkan ucapannya.
"Terus kamu ke sini cuma buat jelasin ini?"
"Enggak. Aku mau nawarin kamu dan Naira untuk tinggal di rumah aku, karena kalian berdua gak mungkin nyari kontrakan cuma dalam waktu dua hari. Di rumah masih sisa 1 kamar lagi. Jadi kamu dan Naira bisa pakai."
"Gak perlu kak. Aku sama Naira bisa cari kontrakan yang lain." Tolaknya.
"Nya tapi kan-" Naira menggerutu dalam hati, perasaannya dari tadi ucapannya selalu di potong, gak Kanya gak Brian. Sama saja. Pikirnya.
"Nai!" Kanya melototkan matanya ke arah Naira.
"Akan memakan waktu yang lama untuk cari kontrakan Kanya, kamu tau sendiri kalau divisi kamu lagi sibuk-sibuknya, hal ini akan ganggu waktu kerja kamu. Dan aku sebagai atasan, gak mau kalau sampai hal tersbut terjadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost and lost
Romance[21+] Bagaimana rasanya ditinggal pas lagi sayang-sayangnya? Ditinggal bukan karena ia memilih orang lain. Bukan karena ia sudah bosan. Bukan karena ia ingin istiqomah bukan juga karena ingin fokus belajar untuk ujian. Lalu untuk apa? Dan karena a...