Bab 12

28K 3.1K 83
                                    

Hai! Masih ada yang nungguin cerita ini, kan?

Aku baru bisa nulis lagi nih, guys. Maapin yaa lama😭 Kalo ada typo, tolong tandain, ya. Aku baru sempet baca bab ini satu kali soalnya.

Vote dulu, yuk, sebelum baca. Setelah itu ramekan kolom komentarnya ya😍🤗

Selamat membaca❤

•••

“Ini enak.”

Sederet kalimat pendek yang menelusup ke dalam telinga seketika menghentikanku dari lamunan yang sudah berlangsung selama beberapa saat.

Aku menoleh ke sisi kananku, menemukan bapak yang tengah menyodorkan sesendok puding mangga yang didapatnya dari Jihan. Senyum tersungging di bibirku sebelum kubuka mulutku lebar-lebar dan menerima satu suapan puding dari bapak.

“Enak,” ucapku sembari mengunyah puding tersebut dengan senyum yang tak kunjung luntur. Sementara bapak kembali menunduk untuk melahap pudingnya dengan rakus.

Dalam beberapa menit ke depan, fokusku terus terpusat pada bapak. Kunyahanku pun perlahan memelan dengan senyum yang akhirnya sirna dari wajah.

Kondisi bapak tidak jauh berbeda dari yang terakhir kali aku lihat. Meskipun masih sulit berkomunikasi secara dua arah dengannya, yang penting bapak masih mengenaliku sebagai putrinya. Dia tidak mengamuk saat berada di dekatku dan bisa bersikap santai.

Sisa-sisa kunyahan puding dalam mulutku akhirnya kutelan dengan susah payah karena tenggorokanku tiba-tiba terasa tercekat. Satu tanganku kemudian kuangkat, berlabuh di sisi kepala bapak.

Sentuhanku sempat membuat bapak menghentikan kegiatannya sejenak. Dia mendongak, melihatku dengan pandangan bingung yang hanya kubalas dengan senyum tipis. Tanpa menolak atau bersuara, bapak kembali menikmati puding mangganya.

Kuberi usapan-usapan kecil di rambut bapak yang baru saja dipotong cepak. Sementara manikku berlabuh pada wajah bapak yang semakin hari semakin tampak renta. Keriput mulai menghiasi garis-garis wajahnya.

Hatiku serasa diremas kuat-kuat ketika menyadari jika bapak sudah semakin tua dan berkemungkinan akan menghabiskan sisa hidupnya di rumah sakit jiwa.

Rasanya menyesakkan.

Sungguh.

•••

Aku baru saja tiba di rumah setelah menghabiskan waktu selama beberapa jam bersama bapak. Keberadaan ibu tidak lagi kutemukan. Dan aku berharap dia tak akan kembali ke rumah sebelum aku pulang di hari minggu nanti.

Hari sudah malam saat aku berada di rumah, dan hal pertama yang kulakukan adalah mandi, membersihkan badanku yang terasa lengket karena seharian ini berada di luar ruangan. Ditambah pula dengan matahari yang siang tadi begitu terik.

Tak lebih dari setengah jam aku sudah selesai mandi. Tubuhku juga sudah terbalut piyama serba panjang dengan handuk kecil yang masih melilit rambutku yang basah sehabis keramas.

Sepanjang perjalanan dari kamar mandi menuju kamar tidurku, aku tidak mendapati sosok ibu sama sekali. Tanda-tanda kehadirannya pun tak terlihat. Mendadak helaan napas lega terlontar begitu saja. Sepertinya malam ini aku bisa tidur dengan nyenyak.

Sweet PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang