Bab 33

27.4K 2.7K 49
                                    

HAI! Maapin aku yaa baru bisa update sekarang😭😭

Btw ini beneran tinggal beberapa bab lagi. Jad, jadi jangan lupa diramein terus ya kolom komentarnya. Jangan lupa vote juga😘

Selamat membaca❤

•••

Kuseka sisa-sisa air mata yang membasahi wajahku dengan punggung tanganku. Hatiku masih berdebar kencang di dalam sana usai mendengar suara Aulion yang sangat amat kurindukan.

Namun, hal itu bukannya menghapus kerinduanku terhadap sosoknya, rasa rinduku padanya malah semakin bertambah. Timbul hasrat yang kuat untuk menemuinya. Aku ingin memeluknya, mendekap erat tubuhnya yang selalu memberi kehangatan.

“Apa sebaiknya kita menemui Papamu, Nak?” Aku bermonolog sembari mengusap perutku, bertanya pada janin dalam rahimku, berharap dia memberi jawaban akan keraguanku.

Keputusan yang kubuat waktu itu didasarkan pada emosi sesaat. Aku yang sudah terlalu lelah dengan banyak masalah yang mampir, pada akhirnya memilih jalan untuk menyerah, berharap bisa sembuh dengan cara meninggalkannya.

Sayangnya, perkiraanku salah. Menjauh darinya malah menimbulkan luka baru di hatiku. Bukan hanya aku yang terluka, Aulion juga. Dan akulah yang menorehkan luka tersebut dengan sengaja.

“Mama jahat banget sama Papa kamu ya, Nak?” Pertanyaan lainnya kembali terlontar dari mulutku. Masih dengan tangan yang mengelus-elus perutku. Juga senyum getir yang tampil dalam ekspresi senduku.

Aku mengakui jika aku sangatlah egois. Tidak memberikan kesempatan pada Aulion untuk menjelaskan kesalahpahaman yang menjadi penyebab utama retaknya hubungan kami.

Aku tak bertanya tentang perasaannya ketika aku memilih untuk pergi. Aku tak bertanya apakah dia setuju atau tidak. Apakah dia baik-baik saja atau tidak. Semua keputusan kubuat seorang diri.

Aku mengembuskan napas panjang sembari meletakkan kepalaku di sofa. Kedua mataku pun memejam sejenak manakala perasaan bersalah berangsur-angsur memenuhi diriku.

Dalam waktu satu minggu ini, aku memang sudah jauh lebih tenang. Aku mulai bisa mengontrol emosiku yang naik turun. Perlahan aku bangkit dari keterpurukan yang seakan merundungku selama beberapa minggu terakhir.

Barangkali sudah waktunya aku mengakhiri kesendirianku. Aku harus menyelesaikan beberapa masalah yang kutinggalkan begitu saja. Aku harus bertanggung jawab atas apa yang telah kulakukan. Terutama tanggung jawab berupa permohonan maaf terhadap keluarga Aulion yang mungkin merasa tertipu denganku selama ini.

Aku mengangkat kepalaku dari sofa dan menegakkan posisi dudukku. Lantas, kuambil ponsel yang terletak di samping tubuhku untuk melihat jam.

Pukul setengah empat sore, dan aku belum makan siang sama sekali.

Selain bersikap jahat pada Aulion, aku juga begitu jahat pada janinku karena sering telat makan dengan sengaja. Aku benar-benar sosok ibu yang buruk.

Dengan ponsel yang tetap dalam genggaman, aku bangkit berdiri. Berjalan dengan langkah pelan menuju ranjang, menengok bapak yang syukurnya sedang terlelap sehingga aku bisa meninggalkannya sejenak.

Lantas, aku bergegas menuju pintu dan pergi ke kafetaria untuk makan siang. Namun, saat pintu baru saja kubuka, aku dikejutkan dengan kehadiran sesosok wanita paruh baya yang berdiri di depan pintu ruang perawatan bapak dengan sebelah kepalan tangan yang diangkat, seakan-akan hendak mengetuk pintu yang sudah lebih dulu dibuka.

Sweet PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang