Bab 24

24.2K 2.7K 65
                                    

SATU LAGI UNTUK HARI INI!

Jangan lupa diramein loh ya kolom komentarnya. Aku udah bela-belain double update, nih. Awas aja kalo enggak, aku mau ngambek aja😭😭

Selamat membaca sayang-sayangku❤

•••

“Ya, ampun! Ini anak ngapain, sih, nelponin mulu.”

Kuubah pandanganku ke sumber suara, mendapati Lana yang tengah mendumel sambil mengotak-atik ponselnya.

“Dia lagi dideketin sama seniornya tuh, Ra. Tapi Lana-nya nggak suka.”

Manikku kembali berputar, kali ini berlabuh pada bunda yang baru buka suara, menghapus rasa penasaranku terhadap Lana yang tampak sekesal itu.

Sebelah alisku terangkat. “Kenapa emangnya, Bun?”

“Katanya seniornya itu annoying banget,” jawab bunda seraya mengedikkan kedua bahunya dengan senyum yang muncul di sudut-sudut bibirnya.

Aku mendengkus geli, kemudian melarikan kembali pandanganku pada Lana yang kini tengah memaki-maki seseorang yang sedang meneleponnya. Gadis itu benar-benar terlihat frustrasi dengan gangguan dari senior yang katanya menaruh hati padanya itu.

Seperti yang sudah direncanakan sejak jauh-jauh hari, aku kini berada di kediaman Atmaja, sedang mengepak beberapa makanan dan camilan untuk dibawa menginap di vila pribadi milik keluarga Aulion.

Dan di sinilah aku sekarang, bertugas membantu bunda dan Lana mengemas makanan dan camilan di dapur rumahnya. Sedang para lelaki berada di halaman depan, menyiapkan barang-barang yang juga dibutuhkan selama menginap.

Pagi tadi aku juga berhasil menang dari Aulion. Setelah meyakinkannya selama kurang lebih satu jam, pria itu pada akhirnya tidak jadi membawaku ke rumah sakit. Toh, perutku juga sudah tak terasa sakit lagi sejak bangun pagi tadi.

Setelah sekian lama, akhirnya aku bisa menang melawan sikap otoriter Aulion. Dan itu membuat suasana hatiku sangat bagus hari ini.

“Udah semua, Bun?” tanyaku dengan netra yang mengarah pada meja makan, menyaksikan makanan dan camilan yang sudah berada dalam bungkusan-bungkusan tertentu.

“Udah, beres,” jawab bunda, tersenyum lebar dengan kedua tangan yang terangkat ke atas, sebatas dadanya. “Abis ini tinggal dibawa ke mobil aja.”

Aku mengangguk, ikut tersenyum seperti halnya bunda. Lantas, kurapikan meja makan dan membawa peralatan dapur yang kotor ke bak pencuci piring.

“Taruh situ aja, Ra. Nanti biar Mbak Ani yang nyuci,” papar bunda, menghentikanku yang hendak mencucinya langsung.

Ucapan bunda langsung kuturuti. Sempat kucuci kedua tanganku terlebih dahulu sebelum kembali ke meja makan. Bunda dan Lana sudah sama-sama membawa beberapa bungkusan ke depan, hendak meletakkannya ke dalam mobil.

Tadinya aku juga berniat untuk menyusul bunda dan Lana dengan ikut membawa barang yang masih tersisa, tetapi urung ketika sesosok perempuan yang kukenal dekat memasuki ruang makan.

“Mbak Tiara!”

Pekikan bernada girang itu langsung kusambut dengan senyum sumringah. Sosok yang kukenal bernama Anya itu buru-buru menghampiriku dan memelukku singkat.

Sweet PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang