Aulion selama ini benar. Aku selalu takut akan hal-hal yang belum tentu terjadi, atau bahkan tak akan pernah terjadi. Tak ayal ketakutan itu malah membuatku hidup berdampingan dengan imajinasi-imajinasi liar yang tercipta dalam pikiranku.
Pada akhirnya, aku hidup dengan pribadi yang selalu merasa insecure, overthinking, dan tak pernah merasa cukup terhadap diriku sendiri. Padahal, aku punya segalanya yang aku butuhkan. Kekuranganku selama ini berhasil ditutupi oleh kehadiran orang-orang baik di sekitarku.
Kalau kata Aulion, I am enough. Dan ya, seharusnya memang hal-hal positif seperti itulah yang tertanam dalam kepalaku.
Keguguran yang kualami sekitar satu bulan yang lalulah yang menjadi titik balik kehidupanku. Saat ini, aku tidak lagi hidup sebagai Tiara yang selalu merasa kurang. Perlahan-lahan aku mulai mensyukuri setiap detik yang kumiliki di dunia ini. Menikmati setiap momen yang ada dengan perasaan bahagia.
“Kamu apa kabar?”
Pertanyaan itu terlontar dari sosok lelaki yang kini duduk dengan canggung di hadapanku. Dia mencoba menerbitkan senyum, yang malah terlihat kikuk di mataku.
Setelah satu bulan aku berjuang untuk memulihkan kondisi fisik dan mentalku, hari ini aku memutuskan untuk kembali ke dunia luar, menemui seseorang yang katanya sangat ingin bertemu denganku.
Seseorang yang kumaksud adalah mas Rangga, kakak kandung Jihan yang dulunya sangat akrab denganku.
Dia tidak tahu-menahu tentang perselisihanku dengan Jihan karena terlalu lama tinggal di luar negeri. Dan aku masih tak bisa menebak apa tujuannya datang menemuiku saat ini.
“Bisa langsung to the point aja nggak, Mas?” balasku, tanpa menjawab pertanyaan basa-basinya.
Mas Rangga tampak meringis lantas menyesap teh hangat yang dipesannya dengan sedikit tergesa. Aku sampai menaikkan sebelah alisku, merasa heran dengan tingkahnya yang terlihat begitu menjaga sikapnya di depanku. Mungkin ini pertama kalinya aku melihat mas Rangga tak sesantai biasanya. Padahal, dia paling bisa menutupi emosinya, tidak seperti sekarang.
“Mas, are you okay?” tanyaku saat melihat mas Rangga hampir menjatuhkan cangkir tehnya.
“Ah, maaf, Ra,” jawabnya, kembali meringis dan terlihat sangat merasa bersalah padaku.
Aku menghela napas panjang, mengabaikan tingkah laku mas Rangga yang saat ini malah lebih membuatku penasaran ketimbang alasannya datang menemuiku.
“Jadi, Mas Rangga ada perlu apa sampe kita harus ngomong secara empat mata kayak gini?” semburku langsung sembari melipat kedua tanganku di depan dada.
Sejujurnya aku tidak ingin lagi berurusan dengan orang-orang yang punya hubungan dengan Jihan, termasuk mas Rangga. Tetapi Aulion mendesakku untuk setidaknya menerima sekali saja ajakan bertemu mas Rangga yang sudah diwacanakannya sejak satu bulan yang lalu.
Karena Aulion sangat lihai dalam membujukku dan katanya ada sesuatu penting yang harus aku dengar dari mas Rangga, maka mau tak mau aku memutuskan untuk menemuinya hari ini.
“Sebelumnya aku minta maaf banget karena udah ganggu waktu kamu, Ra. Aku juga minta maaf karena nggak tahu-menahu tentang masalah yang terjadi antara kamu dan Jihan. Aku bener-bener kakak yang buruk, ya?” Mas Rangga tersenyum getir di akhir kalimat dan kepalanya pun menunduk perlahan, menatap jemarinya yang mengetuk-ngetuk meja.
Aku menelan ludahku susah payah. Mas Rangga tidak punya salah apa pun padaku. Dia bahkan terlalu baik untuk mendapatkan posisi sebagai kakak kandung Jihan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Partner
Romance[TAMAT - CERITA MASIH LENGKAP] Bagi Tiara, Aulion adalah cinta pertama sekaligus patah hati pertamanya. Bagi Aulion, Tiara selayaknya obat yang tiba-tiba hadir di sela-sela patah hatinya. Keduanya sama-sama menyimpan luka. Lalu, memutuskan untuk ber...