Bab 31

25.6K 2.7K 245
                                    

DOUBLE UPDATE! Seneng, nggak?

Udah siap untuk ramein bab ini, kan? Hayuk komen yang banyak dan jangan lupa vote juga🤩🔥

Selamat membaca❤

•••

Beberapa menit selanjutnya tak ada lagi pembicaraan di antara kami. Hanya suara tangisku yang mengisi ruangan ini, yang perlahan-lahan mulai memelan dan sirna. Kemudian aku mengambil napas panjang sebelum menarik diriku dari dekapan Aulion.

Jarak kembali hadir di antara kami walau tak terlalu jauh. Kedua tangan Aulion masih terulur ke depan, seakan tak menginginkanku pergi dari pelukannya, tetapi dia juga tak melakukan apa pun. Hanya menatapku dengan frustrasi dan telapak tangannya lambat laun mulai membentuk kepalan saat aku tak memberi respons akan sikapnya tersebut.

Aku memilih diam sejenak, menjatuhkan telapak tanganku di sisi dahiku. Ringisan pelan lolos dari mulutku ketika kupijat kecil bagian tersebut. Rasa pening menyambar kepalaku tanpa ampun. Juga kedua mataku yang kian perih.

“Ra?”

Keheningan itu diputus oleh suara Aulion. Ketika kepalaku kembali naik dan menatap ke arahnya, dia masih menampilkan raut waspada dalam wajahnya. Kedua tangannya juga sudah jatuh di sisi tubuhnya dengan kepalan yang sama.

“Aku udah kirim surat resign ke bagian HRD.” Lagi-lagi ucapanku mengundang kekagetan di kedua bola mata Aulion. Dan pada saat itu aku mulai kembali mengancingkan kemejaku yang sempat terlupakan olehku.

Dia berkedip padaku. “Kamu ... beneran mau pergi?” Suaranya nyaris tak terdengar di telingaku karena dia berkata dengan sangat pelan.

Aku mengusap wajahku terlebih dahulu sebelum membuat anggukan untuk menjawab pertanyaannya.

“Kamu nggak usah khawatir, aku udah minta Mbak Dena buat gantiin aku sampai tim HRD ngerekrut sekretaris baru buat kamu.”

“Tiara.” Dia berbisik, tetapi suaranya terdengar penuh keputusasaan, juga permohonan.

Aku hampir tak bisa bernapas melihatnya yang tampak semenderita itu. Aku tak tahu saat ini Aulion sedang bersandiwara atau tidak, yang jelas aku ikut merasa sakit melihatnya seperti itu. Dan aku mencoba sekuat tenaga untuk bertahan dalam pendirianku.

“Jangan pergi,” katanya dengan penuh kelembutan.

Meski samar, aku dapat melihat kedua matanya tampak berkaca-kaca hingga aku terpaksa membuang pandanganku darinya sejenak agar tidak terpengaruhi oleh rasa peduliku yang sempat hadir.

“Aku minta maaf kalo aku punya salah sama kamu. Dan aku bakal jelasin hal apa pun yang ngebuat kamu jadi seperti ini.” Kali ini Aulion terdengar tegas dan bertekad.

Aku belum berani menatap langsung ke arahnya, mencoba untuk mengendalikan emosiku yang tak stabil terlebih dahulu. Aku menelan ludah, mensugesti diriku agar tetap tenang. Dan sekuat mungkin menahan tangis yang hendak kembali ambil bagian.

Saat ini aku tidak butuh penjelasan apa pun darinya. Aku sudah terlanjur lelah dengan semua hal yang menimpaku belakangan ini. Yang ingin kulakukan hanyalah pergi. Sendirian. Menenangkan diriku yang terserang stres.

Sweet PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang