Bab 15

30.1K 3.1K 103
                                    

HAI! Ketemu lagi hari ini💃

Masih pada antusias sama cerita ini, kan?

Tapi kemaren nggak asik, ah, target komennya nggak terpenuhi😭 Padahal kalo bab kemaren nyampe 50 komen doang, hari ini aku bakal double update, loh😭

Yaudah, deh, selamat membaca❤

•••

Selepas makan siang, aku dan Aulion memutuskan untuk langsung pulang. Barang-barangku yang tertinggal di rumah juga sudah diambilkan oleh Isna yang dimintai tolong oleh Aulion. Pria itu tak membiarkanku menginjakkan kembali kakiku di rumahku setelah kejadian tadi malam.

Info yang kudapat dari Isna, rupanya malam tadi Aulion langsung menghubungi temannya yang berprofesi sebagai seorang polisi yang bekerja di daerah rumahku. Polisi sempat datang ke sana, tetapi sayangnya saat itu aku sudah pergi sehingga ibu dan lelaki kurang ajar yang dibawanya itu hanya dimintai keterangan singkat saja.

Aku benar-benar tak menyangka Aulion sampai bertindak sejauh itu. Dia bahkan tak melihat langsung bagaimana keadaanku saat itu, hanya mendengar semua percakapan lewat panggilan telepon.

Kami sedang dalam perjalanan pulang saat ini. Barangkali butuh waktu sekitar kurang lebih lima jam perjalanan dengan menggunakan mobil. Namun, baru setengah jam berlalu, Aulion sudah jatuh terlelap.

Pria itu duduk sangat dekat denganku. Kedua tangannya disilangkan di depan dada, sedang kepalanya jatuh bersandar di satu bahuku.

Secercah senyum hadir menaungi bibirku bersamaan dengan satu tanganku yang naik menyentuh kepalanya. Rambut hitamnya yang sedikit ikal terasa halus dalam sentuhanku. Pelan-pelan kuberi usapan di sana sembari memerhatikan wajahnya yang tampak pulas.

Tidak ada satu kata pun dari Aulion yang menggambarkan jika dia merasa kelelahan. Banyak agenda pekerjaan yang harus diselesaikannya minggu ini. Terlebih lagi ketidakhadiranku di sisinya membuatnya bertambah repot. Ditambah lagi dia yang terpaksa harus menyusulku ke sini.

Aulion benar-benar tidak mengeluh sama sekali. Tidak menyalahkanku yang seharusnya lebih berhati-hati. Dia melakukan semuanya dengan tulus. Hanya demi aku. Demi menyelamatkanku dari bahaya yang mengancam.

Dengan membuat gerakan seminim mungkin, aku menunduk perlahan, meraih puncak kepalanya untuk kutanamkan kecupan singkat di sana.

“Terima kasih,” bisikku kemudian.

Bisikanku mengundang pergerakan kecil dari Aulion. Aku diam membatu, waswas jika apa yang kulakukan barusan malah membuatnya bangun. Tetapi rupanya Aulion hanya bergerak sekejap, mengubah posisinya menjadi memelukku. Kepalanya juga semakin dalam masuk ke ceruk leherku.

Senyumku kembali hadir. Segera kuulurkan kembali tanganku ke kepalanya dan mulai mengelus-elus rambutnya agar Aulion makin lelap dalam tidurnya.

Lama-kelamaan, kantuk juga turut menyerangku. Dan aku pun tertidur bersama Aulion di sepanjang perjalanan pulang.

•••

Kami baru tiba di apartemen Aulion pukul setengah delapan malam. Pria itu langsung memesan makanan untuk mengisi perut sekaligus tenaga yang terkuras di sepanjang jalan pulang.

Aku memilih untuk mandi lebih dulu selagi menunggu orderan makanan kami datang. Tubuhku terasa lengket dan gerah. Mandi adalah salah satu cara untuk mengembalikan kesegaran tubuhku.

Tadinya, sih, aku berniat untuk berendam, tetapi perutku tak bisa diajak kompromi. Cacing di dalam sana sudah protes untuk segera diberikan asupan makanan. Padahal, sudah terbayang dalam kepalaku betapa rileksnya tubuh dan pikiranku jika berendam dengan air hangat dan aroma terapi selama beberapa waktu.

Sweet PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang