Bab 29

24.5K 2.8K 148
                                    

YUHUUU! Ketemu lagi💃

Jangan lupa vote dan komen yang banyak. Aku maksa, nih😋

Selamat membaca❤

•••

Sesampainya di rumah sakit, aku langsung disambut dengan kabar jika bapak harus segera menjalankan operasi karena penyakit jantungnya. Aku tidak lagi berpikir panjang, langsung menandatangani beberapa dokumen persetujuan operasi bapak, ditemani oleh Aulion yang tak pernah lelah berada di sisiku.

Aku sempat bertemu Ian dan Anya, menyapa singkat dan mengucap banyak terima kasih sebelum meminta keduanya untuk pulang dan beristirahat. Kini hanya ada aku dan Aulion.

Setelah selesai dengan surat-surat tersebut, aku segera menghampiri bapak yang sedang berada di ruang ICU. Sayangnya siapa pun tak diperbolehkan masuk hingga aku hanya bisa memandanginya lewat jendela kaca yang tembus ke dalam.

Terlihat jelas oleh mataku bapak yang tengah berbaring tak sadarkan diri di atas ranjang. Alat-alat medis terpasang di hampir seluruh tubuhnya. Dan mataku dalam beberapa menit hanya berfokus pada mesin EKG, berharap jika jantungnya akan terus berdetak.

Satu telapak tanganku menempel di kaca, sementara yang satunya lagi tetap berada di sisi tubuhku dengan kepalan erat. Tiba-tiba air mata menetes. Bahuku pun naik turun ketika isak tangisku mulai menguar.

Aku kehilangan kendali. Ketakutan. Kecemasan. Semua bergelung menjadi satu dalam tubuhku. Hatiku juga terasa perih sekali di dalam sana.

“Bapak pasti baik-baik aja.”

Interupsi datang dari Aulion, yang entah sejak kapan berdiri di sisiku. Lalu, kurasakan tanganku menghangat ketika dia menggenggamnya. Dan seketika emosiku terlepas secara keseluruhan. Tangisku bertambah kuat dengan lutut yang terasa lunglai.

Aulion langsung membungkusku ke dalam pelukannya. Hidungnya tenggelam dalam rambutku seiring dengan dekapannya yang kian erat. Satu tangannya kemudian bergerak di sekitar punggungku, memberi tepukan lembut untuk menenangkanku.

Aku gagal mengendalikan diri. Dan dalam beberapa waktu hanya kuhabiskan dengan menangis. Membasahi kaus Aulion dengan linangan air mataku.

•••

Menjelang tengah malam, bapak sudah dipindahkan ke ruang operasi. Aku dan Aulion juga ikut berpindah tempat, sama-sama menunggu di depan ruang operasi dengan keadaan yang begitu kacau. Terutama aku.

Mataku sembap karena terlalu banyak menangis. Pandanganku jadi mengecil dan meninggalkan rasa perih di kedua pelupuk mataku.

“Kamu makan ya, Ra?” pinta Aulion, yang sedari tadi duduk di sebelahku dan terus menggenggam tanganku.

Netraku berpaling dari lampu di ruangan operasi yang sudah berubah hijau ke arah Aulion. “Aku nggak selera makan, Mas.”

Tangisanku bukan hanya berefek pada kedua mataku, tetapi juga tenggorokanku yang kini terasa kering meski sudah bolak-balik minum. Suaraku pun berubah serak dan nyaris hilang.

Aulion menggeser posisi duduknya menjadi miring menghadap ke arahku. Kedua tanganku sudah masuk dalam genggamannya. Kepalanya sedikit menunduk untuk menatap ke dalam mataku.

Sweet PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang