Andai saja aku tak berjanji pada Lara untuk ikut mengantarnya ke bandara siang ini, aku pasti tak akan repot-repot keluar dari kos setelah kemarin mendekam seharian di dalam kamar.
Aku benar-benar tidak keluar kamar sama sekali. Untuk makan siang dan malam saja aku hanya menyantap mi instan yang kumasak ala kadarnya. Ponsel sengaja kumatikan sejak aku masuk ke dalam kamar setelah pertengkaranku dengan Aulion. Aku hanya menggunakan laptop untuk menonton drama dan melakukan hal apa pun yang menarik dan bisa membuat pikiranku teralihkan dari kejadian jumat malam kemarin.
Pagi ini ponselku kembali kunyalakan. Kubiarkan tergeletak di atas kasur selagi menunggu notifikasi yang masuk sementara aku bergegas mandi. Aku berjanji pada Lara untuk datang di pagi hari, menghabiskan waktu beberapa saat bersamanya. Hitung-hitung sebagai salam perpisahan karena setelah ini Lara akan tinggal di luar negeri untuk menyelesaikan kuliahnya.
Tubuhku jauh lebih segar setelah mandi. Aku mematut diriku di depan cermin terlebih dulu sebelum mengenakan baju. Tatapanku jatuh pada kedua mataku yang kelihatan sembab. Malam itu aku benar-benar mengeluarkan seluruh air mataku. Ditambah lagi dengan aku yang sengaja menonton film sedih dan membuatku menangis tersedu-sedu selama satu harian penuh.
Benar-benar kurang kerjaan.
Setidaknya efek dari menangis kemarin membuatku merasa jauh lebih baik. Rasa sakit itu memang belum hilang, tetapi sekarang sudah bisa kuatasi dengan baik. Bibirku sudah bisa kembali mengukir senyum tanpa paksaan. Aku juga sudah siap bila harus bertemu dengan Aulion nantinya.
Lalu, pandanganku turun ke bawah, jatuh pada leherku yang terdapat bekas kemerahan yang hampir pudar. Masih agak kelihatan karena kulit putih pucatku sangat kontras dengan warna dari bekas tersebut.
Ya, itu adalah bekas ciuman Aulion jumat malam kemarin. Selalu seperti itu. Dia seperti vampir yang kerap menghisap dan menggigit leherku seperti mangsanya sampai menghasilkan bekas.
Aku menyentuh kiss mark tersebut secara perlahan. Tersenyum getir setelahnya. Barangkali itu adalah bekas ciuman terakhir Aulion di tubuhku. Entah kenapa aku malah tidak ingin menghilangkan bekas tersebut.
Menggelengkan kepala, aku menyadarkan diriku untuk tak bersikap bodoh dan berhenti menjadi budak cinta Aulion.
Setelah tubuhku dibalut oleh pakaian, aku kembali pada ponselku. Kuperiksa satu per satu pemberitahuan yang masuk. Ada begitu banyak pesan dan panggilan yang kudapat. Yang paling banyak muncul tentu saja nama Aulion, tetapi aku tak menghiraukannya sama sekali dan lebih memilih untuk membalas pesan lainnya.
Aku menganggap hubunganku dengan Aulion sudah selesai.
Aneh.
Padahal, sejak awal kami memang tidak memulai apa pun. Tak ada lagi yang perlu dilanjutkan. Mungkin nantinya akan sulit bagiku untuk melupakannya atau menganggap dirinya hanya sebatas bosku saja, tetapi aku akan tetap berusaha semaksimal mungkin. Setidaknya aku akan mencoba untuk membahagiakan diriku sendiri.
•••
Aku datang ke rumah Lara dengan menggunakan ojek online. Hanya butuh sekitar lima belas menit saja untuk sampai ke tempat tujuan. Dan kini aku sudah berada di depan kediaman keluarga Atmaja yang begitu mewah.
Seperti biasa, satpam yang berjaga sudah mengenalku dengan baik dan tanpa basa-basi langsung membukakan pintu pagar untukku. Dengan senyum ramahnya, pria yang kutaksir berumur sekitar empat puluhan akhir itu menyuruhku untuk segera masuk. Katanya, sih, kehadiranku sudah ditunggu-tunggu sejak tadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Partner
Romance[TAMAT - CERITA MASIH LENGKAP] Bagi Tiara, Aulion adalah cinta pertama sekaligus patah hati pertamanya. Bagi Aulion, Tiara selayaknya obat yang tiba-tiba hadir di sela-sela patah hatinya. Keduanya sama-sama menyimpan luka. Lalu, memutuskan untuk ber...