Bab 22

24.6K 2.6K 34
                                    

HAI! Kita ketemu lagi hari ini💃

Sebelum baca bab ini, aku mau mengingatkan kalo cerita ini temanya lebih dewasa dari cerita-ceritaku sebelumnya. Jadi dimohon untuk bijak ya. Dan buat kalian yang nggak terlalu suka adegan dewasa yang kusuguhkan di bab ini (walaupun penjabaranku di sini nggak terlalu eksplisit), kita ketemu lagi besok😘😘

Selamat membaca❤

•••

“Menikahlah denganku, Ra.”

Otakku mendadak tak berfungsi sebagaimana mestinya. Sempat terbit kekagetan dalam wajahku. Bola mataku terbuka lebar dengan mulut yang menganga sama lebarnya, tetapi tak ada kalimat yang bisa kusuarakan.

Aku hanya mematung bagai manekin.

“Hey.”

Aulion memindahkan tangannya ke wajahku, dan pada saat itu pula aku seperti merasakan sebuah sengatan hingga refleks bangkit dari posisi berbaringku.

Salah satu alisnya terangkat, menatapku kebingungan. Tangannya yang semula dipakai untuk menyentuh wajahku pun masih tetap melayang di udara. Sementara aku mengedip sebanyak dua kali begitu sudah dalam posisi duduk tak jauh dari Aulion. Berusaha keras mengembalikan kewarasanku usai mendengar ajakan menikah dari pria itu.

“Ra?”

Sekelumit kecemasan mulai memenuhi wajah Aulion ketika aku tak kunjung memberi jawaban apa pun selama lebih dari dua menit. Kedua matanya juga menyipit saat memandangku. Serta-merta dia mengubah posisinya, ikut duduk di hadapanku.

“Mas, kamu nggak lagi bercanda, kan?”

Setelah mendapatkan kembali kesadaranku, kalimat pertama yang bisa dengan mudah terlontar dari mulutku adalah pertanyaan tersebut.

Ekspresi Aulion berubah, dipenuhi kelegaan bersamaan dengan helaan napas panjang yang meluncur deras dari bibirnya.

“Apa aku kelihatan bercanda?”

Aulion tak menjawab pertanyaanku, malah balik bertanya. Lantas sorotku kubiarkan memasang fokusnya pada wajah Aulion, yang ekspresinya kerap berubah-ubah. Namun, yang kutemukan dalam wajah tampannya hanyalah bentuk dari keseriusannya.

Dia tak terlihat seperti sedang bercanda sama sekali.

Itu artinya dia baru saja melamarku, bukan?

“Mas ...” Aku kehabisan kata-kata. Semua kalimat yang terlintas dalam benakku seakan tersangkut di sana tanpa bisa kusuarakan. Dan aku kembali berakhir mematung bersama pikiran yang campur aduk.

Aulion mengatupkan mulutnya. Kepalanya miring ke satu sisi dengan mata yang lagi-lagi menyempit saat memandangku, seolah-olah menungguku melanjutkan ucapanku yang belum kuselesaikan.

Aku sungguh tidak bisa berkata apa pun lagi. Benda padat serasa menyumpal tenggorokanku, tak mengizinkanku berbicara sedikit pun.

Tak lebih dari satu menit kemudian, senyum pada akhirnya menyambangi bibir Aulion. Tangannya dijulurkan ke depan, mengambil kedua tanganku untuk dibawa ke dalam genggamannya.

Kami duduk berhadap-hadapan, menatap satu sama lainnya dengan ekspresi yang kelihatan jauh berbeda. Bila Aulion tampak santai dengan cengiran lebarnya, maka aku melakukan yang sebaliknya. Tubuhku masih menegang. Dan aku tampak seperti orang linglung yang tersesat di jalanan.

Tapi ... ya, aku memang sebingung itu.

Aulion tak pernah mau memperjelas hubungan kami. Bertahan dalam hubungan tanpa status bertahun-tahun lamanya. Lalu, tiba-tiba saja dia melamarku. Wajar bila aku merasa sangat shock, bukan?

Sweet PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang