Bab 20

25.5K 2.7K 53
                                    

Aku tak henti memantau skandal yang menimpa Jihan. Sejak tadi malam, Jihan seakan-akan menghilang. Tak ada unggahan terbaru di akun sosial medianya. Tak ada keterangan apa pun sampai saat ini, tetapi tahu-tahu Jihan kini berada di kosanku.

Semua wartawan mungkin akan berbondong-bondong datang ke sini jika tahu sosok yang mereka cari-cari sejak kemarin sedang berada di kamar kosanku saat ini, menyelinap masuk tanpa izin sama sekali.

“Ka-kamu ngapain?”

Aku mengutuk diriku sendiri di dalam hati saat pertayaan yang kuajukan terdengar gagap. Lagi-lagi pertemuan mendadak dengan Jihan berada di luar ekspektasi. Aku bahkan tidak pernah menyangka jika dia akan mendatangiku ke sini usai video seksnya tersebar luar di internet.

Jihan tampak memutar kedua bola matanya, memandang malas ke arahku yang sedari tadi benar-benar tak berpindah dari tempatku berpijak. Punggungnya dicondongkan ke depan dengan siku yang ditugaskan sebagai penopang di atas meja saat dagunya disandarkan pada ujung telapak tangannya.

“Lo udah ngedapetin apa yang gue punya.” Jihan mulai buka suara, terdengar santai walau tetap tersirat intimidasi dalam ucapannya. “Lo udah ngedapetin Aulion. Ngedapetin simpati dari keluarga Aulion. Sekarang gue tanya, apa lagi yang kurang sampe lo nyebarin video sialan itu ke internet?” Di akhir kalimat, suara Jihan naik beberapa oktaf.

Sejenak kebingungan menerjangku. Dahiku berkerut dalam ketika otakku mulai mencoba memahami perkataan Jihan sebelumnya.

Aku menyebarkan videonya yang kini beredar luas di internet?

Dia menuduhku sebagai dalang di balik skandalnya?

Kubuang napas pendek bersamaan dengan tanganku yang sudah lepas dari kenop pintu, berpindah ke pinggangku, membentuk posisi berkacak pinggang.

“Kamu nuduh aku?” tanyaku tak terima.

Persetan dengan rasa bersalahku padanya. Jihan benar-benar tidak sopan. Tiba-tiba menyusup ke dalam kamar kosanku lantas menuduhku melakukan perbuatan yang bahkan tak pernah terpikirkan olehku sama sekali.

Dia menarik kedua tangannya dari atas meja. Punggungnya kembali bersandar pada kursi dengan kedua lengan yang dilipat di depan dada serta sorot matanya padaku yang tidak beralih sedikit pun, tampak memerah dan penuh amarah.

“Memangnya siapa lagi yang punya video itu selain elo?”

Mulutku menganga, tak habis pikir dengan tuduhan tanpa buktinya itu.

“Keluar dari kamarku sekarang,” pungkasku seraya melayangkan jari telunjukku ke arah pintu kamarku. “Kamu nggak bakal dapetin apa pun dengan nuduh aku kayak gitu. Aku nggak pernah ngelakuin itu sama sekali.” Sorakan di dalam kepalaku terdengar heboh tatkala aku berani berbicara setegas itu di depan Jihan.

“Gue udah menang dari Brandon sialan itu, Ra. Gue udah bikin perjanjian hitam di atas putih tentang video itu sama dia. Dan sekarang, cuma lo satu-satunya orang yang bisa dengan bebas nyebarin video itu.” Jihan menunjuk wajahku dengan jari telunjuknya di akhir kalimat dan bangkit berdiri.

“Aku bilang keluar dari sini.” Suaraku pekat akan pengusiran. Benar-benar tak peduli lagi dengan tuduhan-tuduhan tak masuk akalnya itu.

Jihan diam dalam beberapa saat. Tidak mendengarkan pengusiranku sama sekali. Bibirnya mengerut ke depan. Rahangnya mengeras, terlihat begitu emosi denganku.

Namun, sedetik kemudian dia mulai melangkah dari posisinya saat ini, dan aku pun menurunkan jemariku dengan napas yang berangsur-angsur keluar dari mulutku yang terasa kering.

Awalnya kupikir Jihan akan pergi dari kamarku, tetapi begitu tiba di dekatku, dia berbelok dan secepat kilat kedua tangannya digunakan untuk mencekik leherku.

Sweet PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang