Chapter 12

967 94 66
                                    

Malam itu adalah badai salju langka yang tidak terlihat selama beberapa dekade terakhir di Ibukota Cha, tapi pada hari kedua, badai itu tiba-tiba berhenti.

Salju tebal menumpuk hingga lutut dan dalam cuaca dingin seperti ini, bahkan pedagang yang paling rajin pun lebih suka mengubur diri di tempat tidur yang hangat daripada mempertaruhkan tubuhnya dalam kedinginan untuk mendirikan kios. 

Orang yang ditugaskan untuk membunyikan gong saat jaga malam yang melewatkan waktu, buru-buru bangkit. 

Matahari belum terbit dan langit belum terang tapi dia telah mengencangkan jaket usang di punggungnya dan melangkah ke salju. 

Dengan langkah mantap, dia melewati pintu utama kediaman Pangeran Dae. 

Pintu utama kediaman Pangeran Dae sedikit terbuka dan hanya terlihat setengah kata 'Berbahagia’ di pintunya (sejenis karangan bunga ucapan semoga berbahagia atas pernikahannya atau sejenis kata-kata ucapanlah, sisa dari badai salju). 

Orang yang membunyikan jam malam tidak melihat satupun penjaga dan hatinya merasa agak aneh. Orang-orang di kediaman Pangeran Dae sangat ganas dan jahat, dan dia telah dimarahi oleh mereka berkali-kali, tapi sangat aneh jika tidak melihat mereka hari ini. 

Setelah melihat setengah dari kata ‘Berbahagia’, tiba-tiba dia sadar. Kemarin adalah hari kediaman Pangeran Dae menyambut Istri nya, jadi mungkin para penjaga juga diberi hadiah makanan dan minum sampai mabuk. 

Memikirkan masa depan Nona Muda yang menikah di kediaman Pangeran Dae, lelaki tua itu menggelengkan kepalanya dan hendak berjalan mengabaikan pintu utama kediaman Pangeran Dae. Kebetulan angin dingin bertiup membuat pintu yang berat berdecit dan celah melebar. 

Orang yang bertugas itu sangat terkejut. Pintu berderit dan sedikit bergetar, dan tanpa disadari, dia tiba-tiba memiliki perasaan aneh yang datang dari hatinya. Dia juga tidak tahu bagaimana perasaan ini bisa terbentuk, jadi dia berdiri di depan pintu untuk waktu yang lama sampai seorang pedagang yang keluar dan orang sekitar melihatnya dan menyapa, "Lee tua, apa yang kau lakukan di depan pintu?” 

Orang yang bertugas untuk membunyikan jam malam itu melompat dan tiba-tiba dia mengerti apa arti perasaan aneh itu. 

Di siang hari bolong, tidak peduli betapa mabuknya seseorang tadi malam, bagaimana mungkin tidak ada suara sama sekali dari kediaman? Bahkan jika semua orang mabuk dan tertidur lelap, akan tetap ada suara anjing atau burung peliharaan, tapi itu sangat sunyi, seolah-olah tempat itu adalah kuburan. 

Tangannya agak gemetar tapi dia tidak bisa menahannya dan mengambil dua langkah ke depan. 

Ketika dia baru saja mencapai pintu, aroma kuat yang pekat menyapu hidungnya, hampir membuatnya terhuyung-huyung. 

Orang yang bertugas itu mendorong pintu tapi pintu utama kediaman Pangeran Dae tidak terbuka. Ketika seseorang melihat ke bawah, di antara celah pintu yang gelap, ada sepotong es padat yang menempel di sana..

Kemungkinan besar karena angin dan salju tadi malam, es itu membeku dan tersangkut di pintu. 

Orang yang bertugas membunyikan jam malam menatap dengan mata lebar dan mundur dua langkah sebelum berteriak, teriakan itu membut orang-orang di jalanan melihatnya. 

Dengan sinar fajar, bongkahan es yang jernih itu menjadi sangat jernih. Itu adalah darah pekat kental yang telah membeku menjadi potongan es.

Dari celah pintu bisa dilihat aliran sungai es tapi aliran itu terhenti di depan pintu. Seolah-olah mereka sedang dikejar dan berjuang untuk hidup tapi terputus dari rute oleh jarak sebuah pintu. 

Lavender's BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang