Bagian 1 dari Hidupku

2.1K 174 3
                                    

Aku masih waras, aku tidak gila. Dua kalimat ini terus aku ucapkan berkali-kali dalam hati sembari menutupi kedua telingaku. Meski aku juga sudah menutup pintu kamar, aku masih bisa mendengar pertengkaran ayah dan ibu tiriku. Aku tidak tau pasti apa yang mereka ributkan tapi yang aku tau mereka selalu membahas soal pekerjaan.

Ibu tiriku berteriak dengan sangat keras sementara ayahku berusaha menenangkannya dengan kalimat yang tajam. Aku bisa melihat diantara mereka tidak ada kasih sayang seperti saat ayah bersama ibu kandungku.

Shit! Aku harus menghapus kalimat terakhir itu didalam kepalaku. Ayah tidak akan suka jika mengetahuinya. Sejak ayah menikah lagi, ia terus menerus memaksa aku untuk tidak mengingat tentang ibu kandungku yang sudah membuang dan memberikan aku padanya. Hah....memberikan. Bukankah aku akan ayah?

Kau selalu saja membela anak haram itu?!

Kau sendiri bahkan belum bisa memberikanku keturunan! Hanya Gema yang bisa meneruskan bisnis ini!!

Senyuman menyedihkan yang ada diwajahku tertuju pada diriku sendiri. Jadi, ayah hanya memikirkan bisnisnya. Dia tidak sungguh-sungguh menyayangiku. Meski sudah terlalu sering aku mendengar mereka bertengkar tapi aku tetap tidak terbiasa. Aku masih sangat kecewa dan tentu saja ingin mengamuk disaat yang bersamaan.

Dengan jemari yang gemetar ini, aku membuka lengan holdie yang membalut tangan kiriku. Barcode, kebanyakan orang memberi luka ini dengan nama itu. Seseorang yang mengalami hal yang sama sepertiku pasti paham.

Aku menutup lagi lengan bajuku dan beranjak dari meja belajarku. Aku membuka jendela yang mengarah langsung ke balkon kamarku. Ah, aku pernah berfikir untuk terjun saja dari sini tapi dengan rendahnya rumahku, tidak mungkin aku akan mati. Yang ada kedua orang tuaku akan semakin memanas dan kakakku pasti akan sangat sedih.

Suara ayah dan ibu tiriku tidak terlalu terdengar, kepalaku sedikit lebih baik dari kebisingan ini. Aku menatap awan yang berjalan sangat lambat diatas kepalaku. Jika aku tidak dilahirkan, apa ayah dan ibu tidak akan bercerai?

Lagi dan lagi, menyalahkan diri sendiri. Kemudian nada deting skype mengusikku dan aku segera beranjak kesana. Itu pasti kakakku.

"Gema, apa yang sedang kau lakukan?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gema, apa yang sedang kau lakukan?"

"Formal sekali, Kak. Aku sedang istirahat saja. Kau sudah selesai dengan pekerjaanmu?"

"Yah, belum. Tapi aku masih bisa meninggalkannya"

"Jangan terlalu lelah, Kak", lalu aku bisa melihat senyuman Kak Rasya yang sangat manis itu.

"Apa kau ada waktu akhir pekan? Kau mau jalan-jalan?" tanya Kak Rasya dengan sangat antusias.

"Aku ada, Kak. Tapi..." jawabku yang sangat menggantung.

"Ayah. Hm, aku akan menelfonnya malam ini dan akan membujuknya agar tidak memaksamu belajar terlalu keras. Kantung matamu sudah sangat mengerikan"

Aku tertawa sebentar, "Terima kasih, Kak. Bagaimana kabar ibu?" tanyaku dengan sangat santai walaupun jemariku semakin gemetar hingga aku harus menyembunyikannya didalam lengan hoodieku yang mulai kebesaran.

"Ibu baik-baik saja. Dia juga sangat merindukanmu" jawab Kak Rasya dengan suara yang sangat tulus.

"Benarkah?", aku tidak ragu. Hanya saja, aku memiliki trauma akan sosok ibu.

"Kau bisa bertemu dengannya akhir pekan. Aku akan membujuk ayah" janji Kak Rasya.

"Terima kasih, Kak"

"Iya, sama-sama. Ya sudah kakak akan menghubungimu nanti. Sampai jumpa dan jangan lupa membeli kaos, Gem. Kau selalu memakai hoodie atau jaket yang besar. Kau harus memakai baju santai sesekali"

"Ini aku santai, Kak" sanggahku yang membuat Kak Rasya mendengus kesal.

"Ishh. Ya sudah. Sampai jumpa, Gem"

Aku hanya melambaikan tangan dan menutup panggilan kami. Aku tidak mungkin memakai kaos santai karena barcode yang ada dilenganku sudah sangat mengerikan. Lagipula berat badanku juga sudah sangat berkurang dari sebelumnya, karena itu setiap baju yang aku pakai selalu kebesaran.

Ada yang menggangguku lagi. Alarm ponselku yang menunjukan jam dimana aku harus belajar. Baiklah, aku akan melakukannya.

Aku akan memaksa otakku untuk memanas lagi sampai tengah malam nanti. Kemudian aku akan tertidur dengan obat yang untungnya sudah aku sempat aku beli. Kemarin aku kehabisan obat itu dan aku tidak tidur semalaman.

Okay, paksa kepalamu malam ini, Gem. Paksa! 

GEMA || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang