Bagian 15 : Kekeliruan

506 100 7
                                    

Beberapa hari yang lalu.....
Trauma Gema kembali menyerang karena Gema mendapati seseorang yang tidak dikenal dan sangat asing mengawasinya saat ia sedang melukis di halaman dan tepat pada saat itu tidak ada siapapun di rumah. Ia ingat betul pesan dari semua kakaknya untuk selalu waspada dan menjaga diri saat sendirian. Gema kemudian berteriak kepada seseorang yang memakai topi, masker, dan jaket hitam itu, "Hei!!", lalu pemuda itu malah kabur dan menghindar darinya. Sadar akan adanya bahaya yang mungkin menyerang dirinya atau kakak-kakaknya, Gema mengejar pemuda yang postur tubuhnya hampir mirip dengan Rasya itu.

Gema sadar ia sudah berlari terlalu jauh hingga sekarang ia berada di kaki bukit. Gema mengatur nafas sejenak karena tenaga yang terkuras oksigen dalam paru-parunya juga tidak beraturan. Saat itulah dia lengah dan kemudian sebuah balok kayu memukul belakang kepalanya hingga Gema pingsan.

Pria yang menutupi wajah itu menatap Gema sejenak. Ia melirik kesegala arah tanpa menolehkan kepalanya. Dia rasa ini adalah tempat yang aman untuk dirinya dan Gema. Topi dan maskernya ia buka dan disanalah wajah seorang Randy terlihat. Seorang ayah yang harusnya melindungi dan menyayangi Gema kini terlihat lebih dari pada kasih sayang dan rasa melindungi itu sendiri.

Setengah jam lamanya, Randy harus menunggu Gema untuk sadar dari pingsannya. "Kau sudah bangun?" tanya Randy sambil memperhatikan Gema yang masih mengumpulkan kesadaran sembari berusaha lepas dari solatip yang mengikat badannya. "Kau tau ini dimana?" tanya lagi Randy yang tentu saja tidak ada jawaban dari Gema.

Pemuda itu diikat dengan sangat kuat pada pohon dan kedua kakinya juga diikat dengan posisi yang kurang nyaman. Randy tersenyum sedikit sambil menundukan kepalanya, "Lihatlah akibat kekacauan yang kau buat Gema. Kau sudah berhasil menjadi anak durhaka untuk ayahmu sendiri" ujar Randy yang kemudian mengangkat wajahnya untuk menatap Gema dengan tatapan kemarahan.

"Kau ingat hanya ada ayah yang akan selalu bersamamu, Gema. Kau juga harus ingat ayah yang selama ini merawat dan membesarkanmu dengan kerja keras. Apakah itu masih menjadi pertanyaan bagimu? Sebesar apa kasih sayang ayah padamu?", kemudian Randy tertawa kencang dan tentu tidak ada yang mendengarnya.

"Terkadang ketika kau terlalu baik pada seseorang, dia justru akan membalasmu dengan kejahatan dan kesedihan, benar kan, Gema?", Randy menatap Gema dengan tatapan tajam dan kemudian sebuah bogeman yang menyakitkan menyerang perut dan pipi kiri Gema berkali-kali hingga Gema tidak memiliki kesempatan untuk memperbaiki posisi duduknya.

BUGH! BUGH! BUGH! BUGH!

Randy berbaik hati untuk melepaskan ikatan pada tangan dan kaki Gema. Dia sudah tau bagaimana Gema ketika sudah melemas karena pukulan dan luka lebam dari kedua tanyannya. Entah berapa kali Gema menjadi sasaran dari tangan kasar ayahnya. Namun memang sehari-hari Gema sudah seperti sarung tinju saat tinggal bersama Randy.

Penyiksaan Gema kali ini tidak terlalu sakit karena Gema yang sudah terbiasa namun yang mengejutkan Randy datang bersama mantan istrinya. Tatapan Gema berubah sendu. Ia tidak percaya bisa melihat ibunya yang sangat ia rindukan.

Marta menyamakan tingginya dengan Gema yang masih tersungkur. Tatapan Marta sangat mengintimidasi. Tidak ada sorot keibuan atau tatapan kasih sayang disana. Marta dengan cepat mencengkram dagu Gema dan berkata dengan berbisik, "Kau harus dihukum, Gema. Karenamu Rasya meninggalkan rumah dan membuatku susah payah. Memang, aku seharusnya menuruti tetua keluargaku dulu. Kau adalah anak pembawa sial dan tidak seharusnya aku lahirkan" ucapnya.

Tidak ada siapapun yang meminta untuk dilahirkan. Gema juga sudah sangat ingin mati dihari-hari lalunya. Sekarang, ibu kandungnya sendiri mencibirnya dan mengatakan bahwa dirinya adalah anak sial. Kesialan seperti apa yang dibawa Gema sampai kedua orang tuanya sebenci itu padanya?

Gema memejamkan matanya sedikit lama karena rasa panas dan juga air mata yang mendesak keluar. Tidak ada satu kata pun yang bisa dia ucapkan. Kepalanya langsung teringat pada perceraian kedua orang tuanya, beban dan juga desakan ayahnya untuk menjadi yang terbaik di sekolah, semua pukulan dan kata kasar yang dilontarkan ayahnya, semua cibiran orang-orang disekitarnya.

Kepala Gema dibuat pening namun badannya masih terlihat sehat hanya kedua matanya yang tampak sayu dan melemah. Marta masih memperhatikan itu, "Kau tidak akan bisa mengubah apapun, Gema. Disaat kau berusaha untuk sembuh pun, kau akan tetap bertahan dengan kegilaanmu" ucap lagi Marta dengan tatapan tajam dan mengejeknya.

"Ke-Kenapa? Kenapa Bunda melakukan ini?", tanya Gema dengan tergagap. Ekspresi Marta berubah terkejut dan menatap mantan suaminya dengan sedikit mengangkat alisnya. Randy akhirnya tertawa keras karena pertanyaan yang menunjukan kebodohan Gema.

"Kau pikir ada orang yang menyayangimu, Gema? Tidak ada. Rasya sebenarnya juga tidak menyayangimu" ucap Marta dengan nada ejekan.

"Jangan sebut kakakku dengan nada bicara seperti itu!", suara Gema akhirnya meninggi ketika nama kakaknya disebut. Gema akhirnya menemukan kekuatan untuk berdiri dan menatap kedua orang tuanya. "Apapun yang kalian inginkan tidak akan kalian dapatkan dengan cara seperti ini!"

Randy mendekat pada Gema dan menatap putra bungsunya dengan tatapan tajam. Dengan sebuah pisau yang tajam ia menggores tangan kananGema dan meninggalkan luka begitu panjang disana. Berkali-kali Randy melakukannya dan membiarkan Gema menjerit karena rasa perih yang menjalar pada tubuhnya.

"AAAARRHHHH!!!"

"Ternyata tangan ini sudah hampir sembuh, ya?" tanya Randy sambil menahan tubuh Gema yang mengejang karena menahan sakitnya.

Tanpa memberi kesempatan, Martha menyalakan rokok dan membiarkan Gema terbakar karenanya. Marta menyakiti lengan kiri Gema sedikit demi sedikit dengan meninggalkan luka bakar akibat putung rokok yang masih terbakar.

"AAAARRGGHHHH!! ....... AAAAAARRRHH HENTIKAAAAANNNN!" teriakan Gema terus berulang memecah kebisuan di kaki bukit yang tentu semakin dingin dan menusuk kulitnya. Gema sudah terbiasa dengan pukulan dan juga ngilunya luka lebam tapi Gema tidak pernah terbiasa dengan api yang menyulut kulitnya atau pisau yang begitu tajam dan dengan ukuran yang panjang.

"Tidak akan ada yang bisa menolongmu, Gema. Tidak Ada!" ucap Randy dan ia kemudian sedikit menekan pisaunya didekat lipatan lengan Gema yang mengakibatkan darah mengalir dengan mudahnya dari sana.

Gema mulai berkedip pelan dengan mulut sedikit terbuka yang berusaha menghirup oksigen lebih banyak karena lelahnya menahan kesakitan. Tatapan Gema mengosong dengan wajah yang memucat. Marta mengangguk pada Randy dan kemudian mereka menghentikan penyiksaan pada putra bungsunya itu.

Selama setengah jam Gema dihadiahi dengan luka dan penyiksaan dari kedua orangtuanya membuat Gema kehilangan tenaga dan keseimbangan. Gema terkulai dengan posisi badan menghadap ke kiri. Luka menganga dari pisau ayahnya itu terhimpit oleh tanah dan badannya sebagai tumpuan. Panas pada lengan kanannya mulai membuat badannya gemetar.

"Kita akan bertemu lagi, Anakku. Jika kau tidak datang maka Rasya dan semua kakakmu yang disana akan menerima siksaan yang sama atau lebih dari yang kau rasakan saat ini" ancam Marta sambil menjambak rambut Gema yang membuat wajah Gema mendongak dan terpaksa Gema menatap sumber traumanya saat ini. Orang yang teramat ia rindukan justru menjadi orang yang paling ingin Gema menderita.

Randy melemparkan ponsel pada Gema, "Kami akan menelfonmu jika kami ingin bertemu, Gema. Ingat kau masih menjadi darah dagingku", lalu langkah kaki itu meninggalkan Gema yang masih berjuang melawan luka fisik dan luka batin yang ia dapatkan malam ini.

-Rasya dan Gema-



Souyaa

Hallo kak, bagaimana dengan chap ini? Maaf sekali karena harus menunggu dan menunggu terus 🙏🏻🥹

GEMA || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang