Rasya kembali menginjakan kakinya di rumah setelah mengantar Gema. Rasya awalnya tenang tiba-tiba menanyakan hal yang sebenarnya sudah kesekian ia tanyakan pada ibunya, "Kenapa sangat sulit untuk Gema tinggal bersama kita, Ibu. Tiga tahun dan ibu sama sekali tidak pernah menanyakan bagaimana keadaannya?" tanya Rasya dengan nada bicara yang sangat kesal terhadap ibunya sendiri.
Ibu kandungnya yang bernama Marta sedari tadi hanya duduk tenang namun ketika Rasya menanyakan perihal Gema, Marta langsung mengubah sorot kedua maniknya lalu berucap dengan nada yang kesal pula, "Selalu seperti ini saat kau selesai bertemu dengan anak itu" ucapnya.
"Anak itu? Dia putramu, Ibu!!" kesal Rasya yang sudah mencoba memahami ibunya namun Rasya tetap tidak menemukan titik terang.
"Semuanya sudah selesai saat ayah menceraikan ibu dan itu juga termasuk hak asuh Gema. Jadi, jangan pernah tanyakan hal ini lagi pada ibu, Rasya!" kekeuh Marta yang kemudian melangkah meninggalkan sulungnya.
"Dan juga kasih sayang ibu pada Gema, apa itu juga sudah hilang dari dalam diri ibu?" sarkas Rasya yang mulai berkaca.
Marta membalikkan badan dan menarik nafas sejenak sebelum bertitah, "Rasya, kehidupan Gema sekarang adalah tanggung jawab ayah. Kasih sayang ibu saja tidak cukup untuk membawa Gema kembali. Kau boleh bertemu dengan Gema tapi tidak untuk menanyakan apakah ibu bisa memenangkan hak asuh Gema atau tidak. Pernikahan ayah dan ibu sudah berakhir dan ibu tidak ingin membuat perkara dengan orang yang sudah menghianati keluarga!"
"Aku harap yang aku lihat adalah kebohongan saat Gema berkali-kali mengabaikan kontak mata, saat Gema tiba-tiba melamun dan jemarinya gemetar hebat saat kami sedang dikeramaian. Aku juga berharap apa yang ibu katakan tadi juga merupakan kebohongan"
Rasya berjalan mendekat pada ibunya lalu berkata dengan suara pelan, "Ini bukan soal kasih sayang atau hak asuh atau bahkan tanggung jawab. Ini soal keegoisan ayah dan ibu yang kemudian mengabaikan kedua putra kalian kehilangan rumah tempat mereka pulang, Ibu"
Marta tertampar dengan kalimat Rasya tetapi dia hanya terdiam sambil menatap dalam kedua mata elang Rasya yang menunjukan kekecewaan yang teramat dalam.
"Aku juga tidak segan membawa Gema untuk meninggalkan ayah dan ibu jika salah satu diantara kalian terus membiarkan adikku menderita seperti sekarang!"
Bukan Marta yang pergi tetapi Rasya yang lebih dulu menaiki tangga rumah dan menutup pintu kamarnya dengan sangat keras.
***
"GEMA!! GEMA BUKA PINTUNYA!! GEMA!!"
Gema hanya terdiam dengan pandangan kosong sembari duduk dibelakang pintu dengan tujuan agar ayahnya tidak memaksa masuk kamarnya.
Pandangannya yang masih kosong itu beredar ke semua sudut kamarnya. Semua lukisan yang ia buat menghilang, kamarnya berantakan, dan semua peralatan melukisnya rusak. Ah, ayahnya pasti sudah tau hobinya yang satu itu.
Meski Gema mengambil kuliah arsitek tapi sesungguhnya bakat yang dia miliki berasal dari ibunya, melukis. Itulah yang membuat ayahnya murka kali ini. Gema dipaksa untuk jauh dari hal yang sangat menyenangkan sekaligus hobi yang menenangkan rindu pada ibu kandungnya.
"GEMAA!!"
Ia menyerah, Gema memutuskan untuk membuka pintu kamarnya karena dia sadar tidak ada gunanya bersembunyi dari ayahnya.
BUGH! BUGH!
Kedua sisi wajah Gema tidak pernah selamat dari bogem mentah dari ayahnya. "Dasar anak dungu, kau masih saja melakukan hal tidak berguna seperti ini!" kesalnya.
"Kenapa? Ayah takut tidak akan ada yang menggantikan ayah diperusahaan?" tanya Gema dengan suara yang rendah dengan maksud yang sarkastik.
Pria bernama Randy itu begitu marah dengan bungsunya. Tangannya yang kasar menjambak rambut Gema namun putranya itu tidak mengeluh sakit. Agaknya, Gema sudah terbiasa dengan sentuhan kasar darinya.
"Gema, kau harus bisa membuktikan tanpa ibumu, kau bisa seperti Rasya bahkan lebih! Jangan terus mengingatnya atau melakukan hal yang sama seperti dia!!"
"Ayah merasa malu karena ayahlah orang yang menghancurkan keluarga ini?" sekali lagi, sarkas Gema pada ayahnya.
Tanpa pikir panjang, Randy langsung membawa Gema lebih seperti menyeret putranya sendiri dengan menjambak rambutnya.
Ruang kerja Randy seperti neraka untuk Gema. Karena disinilah tempat ia akan menerima hukuman. Dengan satu gerakan, Randy yang sudah kalap mengambil tongkat golf dan mengayunkannya dengan penuh tenaga ke tubuh Gema yang masih belum berdiri.
Randy tidak peduli ia mengenai sisi mana dari tubuh Gema. Yang ia pedulikan adalah kata maaf yang seharusnya terucap dari Gema atas tindakan dan kata-katanya. Jika Gema tidak segera meminta maaf maka pukulan dan siksaan itu juga akan terus berlanjut.
"Anak bodoh! Dungu! Tidak berguna! Dasar anak tidak punya otak!" dan lain sebagainya. Gema yang tidak berdaya hanya bisa menutup telinga sekaligus wajahnya. Hinaan itu, rasa sakit dan juga hukuman yang ia dapatkan tidak pernah berakhir.
Fikiran Gema melayang pada kesimpulan yang mengerikan, jika aku mati maka semua baru akan berakhir.
- Rasya dan Gema -
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMA || END
Fanfictionada kalanya redup dan ada kalanya bersinar dan Gema tidak bisa membedakannya @okt2021