Bagian 26 : Kejadian Sebenarnya

430 73 3
                                    

Rasya, Sahir, Yoga, Ares dan Naresh sedang melihat dan mendengarkan percakapan ayah dan ibu Rasya bersama Gema yang masih terlelap nyaman dengan alat rumah sakit. Rasya lega karena pekerjaannya lebih mudah. Ayah dan ibunya itu justru saling menjatuhkan. Walaupun kejadian itu mengharuskan Gema turun tangan dan kembali mengingat trauma dihadapan media.

"Awalnya aku ingin ayah dan ibuku kehilangan harta mereka. Tapi dengan cara seperti ini justru lebih baik" Ucap Rasya setelah video itu selesai.

"Aku bisa memblokir semua kartu mereka, Rasya" Usul Ares dengan sangat yakin.

"Video ini juga sudah cukup sebagai bukti, Rasya. Polisi dan kejaksaan tidak akan menyelidiki dari mana asal video ini karena lebih seperti cctv" Tambah Naresh.

Yoga dan Sahir tidak perlu menambahkan karena perjalanan Rasya menghadapi orang tuanya sudah hampir selesai. Sekarang, Rasya lah yang harus menuntaskannya sedangkan yang lain hanya membantu.

"Aku akan memulai laporannya" Keputusan final Rasya akhirnya disampaikan olehnya. Ia langsung mengambil coat dan tas miliknya. "Kak, aku titip Gema. Aku pasti pulang malam karena laporan ini" Ucap Rasya pada Yoga.

"Pasti, Rasya" Jawab Yoga.

Pemuda dengan mata sipit dan kulit putih pucatnya itu melihat semua sahabatnya pergi melewati pintu ruang rawat Gema. Yoga lega ini semua hampir berakhir.

"Gem, kau dan Rasya berhasil" Ucap Yoga pelan sambil mengenggam tangannya. Sesaat kemudian Gema tersadar dan membuka mata perlahan.

"Apa yang kau rasakan, Gem?" Tanya Yoga khawatir.

"To-long air, Kak" jawab Gema masih terbata dengan suara seraknya. Yoga dengan senang hati membantu Gema untuk membasahi tenggorokannya yang kering. Saat Yoga ingin memasangkan lagi masker oksigen lagi Gema menolaknya.

"Aku baik, Kak" Yoga hanya bisa mengangguk percaya pada Gema. Yoga juga membantu Gema untuk sedikit menegakkan badannya. 

"Kak Rasya dimana, Kak?"

"Dia sedang menyelesaikan apa yang dia perjuangkan, Gem"

Gema tersenyum yang lebih seperti menarik bibisnya saja. Wajahnya masam dan murung tiba-tiba.

"Dengan keberanianmu Rasya bisa menyelesaikan semuanya, Gem. Kau hebat sekali kemarin" Puji Yoga dengan maksud membuka percakapan atau setidaknya dia tau Gema masih benar-benar baik atau tidak.

"Sejak keluar rumah hingga konferensi pers itu selesai, kepala dan telingaku penuh sekali. Aku berusaha tidak mendengarnya dan melupakan semua kata-katanya. Semua yang ada dibadanku seperti berlawanan arah" Ujar Gema. Sesekali kedua kelopak matanya terpejam lama karena menahan pusing yang masih terasa.

"Itu artinya kau sudah bisa berhasil melawannya, Gem" Ucap Yoga yang tetap menenangkan dan memberikan kalimat positif untuk Gema dengar.

"Tapi aku tetap butuh obat darimu, Kak"

Yoga mengangguk paham. "Aku rasa kau hanyaperlu meminumnya sesekali saja"

Anehnya, Gema malah tersenyum dengan arti yang hanya dia sendiri yang tau setelah mendengar jawaban Yoga. Ia yakin sahabat sekaligus kakak keduanya itu tidak mengerti apa yang ia maksud.

"Terima kasih, Kak" Jawab Gema kemudian namun batinnya berkata, aku masih ingin mati, Kak. Jadi aku perlu obatmu.

***

Rasya membuka pintu ruangan kerja milik ayahnya. Seseorang yang sangat ia benci dan yang sangat ingin ia hancurkan itu menyambutnya dengan tatapan datar seakan ia tidak memiliki rasa bersalah.

GEMA || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang