Bagian 5 : Yang Terbaik dari Diriku

862 124 2
                                    

Gema berjalan menyusuri lorong kampusnya tanpa semangat dan tanpa menatap siapapun yang ada disamping kanan kirinya. Gema sudah akan lulus tahun ini dan sepertinya dia akan semakin terbebani dengan jabatan sebagai ahli waris dari perusahaan ayahnya. Ditambah dengan perang dingin ayah dan ibunya yang mengharuskan Gema bersaing dengan kakaknya sendiri.

Gema hampir saja tersandung saat mengingatnya. Kedua kakinya semakin lemas dan ia semakin malas untuk menjalani hari ini.

Sombong!

Dia hanya bergantung pada ayah dan ibunya!

Hey, orang tuanya tidak ada!

Haha, benar mereka seperti musuh.

Kasihan. Hidupnya seperti anak haram!

Ini adalah konsumsi Gema setiap hari ketika ia berada dikampusnya. Semua orang akan menghinanya bahkan ada yang berkata lebih buruk seperti anak terlantar, anak pelacur, bocah penghasil uang, robot ayah ibunya, rakus dan yang terakhir si bocah tanpa emosi, dan masih banyak lagi yang bahkan Gema sudah sulit untuk mengingatnya.

Gema meletakan tubuhnya diatas bangku yang biasa ia gunakan. Tatapan kosongnya menatap ujung sepatu sambil memasang earphone dikedua telinganya. Terus seperti itu sampi Gema mengakhiri perkuliahannya hari ini.

Gema menunggu gedung kampus kosong, hingga senja berubah menjadi malam. Gema mengambil bola basket yang tergeletak begitu saja dilapangan dan memainkannya. Dengan jaket hitam yang masih ia kenakan, Gema memainkan bola jeruk itu sendirian. Berkali-kali Gema mencetak poin untuk dirinya sendiri. Gema melompat dengan sangat tinggi dan melihat bola tersebut berhasil membuat Gema menghilangkan rasa penat dalam kehidupannya.

Wajah Gema basah oleh keringat, bibirnya yang tipis terbuka sedikit untuk mengatur nafas. Tatapannya lurus pada ring dan juga bulan purnama yang tepat berada diatasnya. Segelap apapun malam, masih ada cahaya yang mampu menembusnya, pikir Gema yang sedang melayang.

Berbeda, bukan berarti sendiri. Bulan masih memiliki bintang yang selalu menemaninya meski tidak banyak, meski cahaya bintang tidak terlalu terang. Mereka berdua masih bersama.

Aku dan Kak Rasya. Apakah kami masih bisa sedekat itu?

Gema harus memilih. Bersaing dengan kakaknya dan itu akan membuat ayahnya bangga, atau menghianati ayahnya dan selanjutnya ia akan menderita.

Gema merasa cukup.

Jika pulang ke rumah ibunya, Gema sudah pastikan ia tidak akan diterima oleh ibunya. Rasya dan Gema tidak mungkin nekat untuk kabur dari rumah dengan keadaan seperti ini.

Tapi bagaimana jika aku bisa membuat ayah dan ibu rujuk kembali?

Gema memikirkan kebahagiaan itu untuk sesaat. Hanya dengan memikirkan itu saja sudah membuat kedua matanya berbinar.

Ah, konyol sekali!

Mata bulat itu kembali meredup dengan kemustahilan itu. Ya, Gema harusnya tidak pernah membentuk harapan atau sedikitpun mengijinkan keinginan terdalamnya meracuni otak dan realita yang ada dihadapannya. Gema tidak diijinkan untuk berharap kebahagiaannya akan terjadi.


-Rasya dan Gema-

GEMA || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang