Bagian 8 : Lost

1K 140 4
                                    

Disaat yang sama Gema harus tetap bernafas dengan segala kehilangan yang harus ia alami, harus ia lewati, harus ia terima. 

Harus...

Harus...

Harus !!

Gema yang awalnya menulis dengan tenang, tiba-tiba tangan kirinya bergerak acak dan merobek beberapa helai kertas dibuku latihannya. Jangan lupakan air matanya yang ikut membasahi kertas yang sudah robek itu. Gema sangat ingin berteriak tetapi suaranya tertahan dengan sesak yang sangat menyiksa didalam lubuk hatinya. Gema melempar kasar pulpennya dan menarik beberapa helai rambutnya dengan kasar untuk menghentikan suara yang ada dikepalanya. 

"Hentikan. Aku mohon, hentikan" lirih Gema dengan perlahan. 

"Mulai sekarang hanya ada ayah yang bertanggung jawab atas dirimu, Gema. Untuk itu ikuti kata-kata ayah!" 

Gema tersenyum sedikit dengan maksud untuk meremehkan dirinya. Benarkah ? Benarkah dia dilahirkan untuk menjadi robot demi kegilaan ayahnya ? Ayahnya yang gila pada dunia bisnis dan juga selalu berambisi untuk lebih dan lebih. 

Gema butuh lebih dari sekedar uang atau status sebagai anak seorang konglomerat. Tidak bisakah dia hanya menjadi sibungsu ayahnya, atau sibungsu ibunya, atau adik dari Rasya? Hanya hal sesederhana itu yang Gema inginkan. 

Lakukan, Gema. Apa yang kau tunggu? Kau ingin melampiaskannya kan?

Gema tersentak sesaat. Ia memutar kepalanya dan menuju laci dimeja kecil dekat kasurnya. Gema mengacak-acak isinya dan menemukan apa yang ia cari, sebuah cutter yang selama ini selalu menemaninya. Tanpa ragu, Gema memberikan tangan kirinya sebuah goresan tipis dan kecil. 

Pelan dan perlahan, Gema menikmati setiap sensasi perih dari luka yang ia buat sendiri. Gema memang sedikit merintih saat ia merasa goresannya terlalu dalam. Tetapi setiap melihat darah yang keluar dari dalam tubuhnya, Gema merasa rasa sakit dalam hatinya menghilang. Inilah cara Gema untuk memindahkan rasa sakitnya. 

Aku tidak perlu orang lain. Aku tidak butuh ayah, ibu, Kak Rasya. Aku tidak butuh mereka. Aku bisa mengatasi rasa sakitku sendiri. Aku bisa menahannya sendiri, ucap Gema dalam hatinya sambil terus melukai lengan kirinya. 

*** 

Rasya berjalan dengan tergesa-gesa dan membuka pintu rumah ayahnya secara paksa. Rasya menatap ruang tamu itu untuk beberapa detik dan dia mulai terbawa. Rasya ingat disinilah ia bermain dan merasakan keceriaan saat kecil bersama Gema. Rasya sangat ingin mengembalikan keceriaan itu kembali. 

"Gema, Gema, Gema..." panggil Rasya berkali-kali sambil berjalan menaiki anak tangga menuju kamar adiknya. 

Langkah kaki Rasya melambat saat Gema membuka pintu kamar dengan wajah kosong dan penuh air mata. Rambut adiknya juga sangat berantakan begitu juga dengan penampilannya. Rasya terus memperhatikan Gema sampai pada kedua kaki adiknya yang tidak menggunakan alas. Lalu manik elang Rasya terhenti pada langan kiri Gema yang penuh dengan luka goresan dari cutter yang ada digenggaman jemari kanannya. 

Bibir kering Gema tersenyum samar dan kemudian dengan sekali gerakan ia mengangkat kedua lengan hoodienya sehingga Rasya lebih bisa melihat dengan jelas luka yang ia miliki, luka yang ia sembunyikan, dan luka yang menjadi temannya selama ini. 

"Kenapa, Kak? Kecewa? Marah? Kau merasa sangat kasihan padaku?" tanya Gema dengan suara paraunya. "Maaf, Kak. Tapi aku tidak bisa lagi melawannya" kata-kata Gema menyadarkan Rasya bahwa adiknya itu sudah mengalami ini sangat lama dan Gema berhasil menyembunyikan itu darinya. 

"Kak Rasya tidak akan pernah bisa tau bagaimana rasanya menemukan harapan ditengah keadaan yang sama sekali tidak menunjukan adanya harapan itu. Kak Rasya tidak akan tau bagaimana caranya untuk tetap berusaha ditengah semua orang mencekikmu perlahan-lahan. Sampai sekarang aku belum siap untuk mati, Kak. Walau sebenarnya aku yakin semuanya sama saja. Berusaha untuk tidak patah padahal sudah hancur berkeping-keping. Kak Rasya tidak tau itu"

Rasya tidak kuat mendengar suara kesakitan Gema yang sudah tidak ingin lagi meminta tolong. Dari semua kalimat Gema sudah sangat jelas anak itu sudah lelah dan sudah hampir menyerah. 

"Gema, kamu masih punya kakak" hanya ini yang Rasya katakan karena dia masih teramat sedih dengan kenyataan dan ketakutannya yang ternyata benar. Gema mengalami depresi yang entah masih bisa ditolong atau tidak. 

"Kakak? Kak Rasya? Sejak perpisahan ayah dan ibu, kita sudah bukan lagi saudara, Kak" jawab Gema dengan suara yang kadang tercekat. 

"Gema, tidak ada perpisahan dari kakak beradik, dari persaudaraan. Kita tidak pernah dipisahkan dalam hal apapun, Gem" tegas Rasya yang kini sudah ikut berlinang air mata. 

"Kecuali kematian--"

"GEMA!!" teriakan Rasya membuat Gema akhirnya menatap wajahnya. Rasya mendekat dan membuat Gema tidak lagi menghindari wajahnya. 

"Apa yang akan kau dapatkan setelah kematianmu? Kau mau menuruti suara kosong yang tidak pernah peduli padamu? Kau harus ingat masih ada orang yang sangat menyayangimu dan dia sedang berdiri didepanmu sekarang" jeda Rasya untuk sesaat sembari menormalkan pernafasannya. 

"Jangan sembunyikan apapun lagi. Jangan berusaha untuk kuat lagi. Ini kakakmu, kau bisa berbagi segalanya termasuk apa yang kamu rasakan, Gem. Jika kau terus seperti ini, kau bukan hanya kehilangan dirimu sendiri tapi kau juga membuat Kak Rasya kehilanganmu"

Rasya meraih kedua bahu Gema yang terlihat rapuh itu dan mengenggamnya perlahan. "Kak Rasya tidak ingin kehilanganmu. Kau hanya perlu mendengarkan kakak, kau hanya perlu bicara pada kakak jika kau merasakannya lagi"  ucap Rasya dengan perlahan dan penuh kasih sayang. 

Gema tidak menyadari fikirannya teralihkan pada setiap kata yang Rasya utarakan. Gema mencernanya dan menyimpan setiap kalimat Rasya dikepalanya. "Tolong, Kak" lirih Gema tanpa suara tapi Rasya masih bisa mengangguk yakin untuk menjawab. 

Rasya memeluk Gema dan beberapa kali menepuk punggung lemah adiknya. Rasya juga memperhatikan setiap sisi tubuh Gema dan ia temukan beberapa goresan kuku disekitar telinga Gema. Kenapa adiknya penuh luka? ini hanya fisiknya, Rasya belum bisa membayangkan sebanyak dan seperih apa luka dihatinya. 



-Rasya dan Gema-


GEMA || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang